Berryl Van Houten adalah seorang tuan muda tampan dan mapan dari pengusaha terkenal. Di usianya yang menginjak kepala 3, ia justru masih menjomblo. ia kerap dikira impoten oleh orang-orang sekitarnya sehingga orang tuanya kerap melakukan sayembara untuk mencarikan jodoh bagi putranya itu.
Hanindita, seorang gadis desa yang cantik keluarga Handoko yang tak pernah dianggap. Ia kerap disiksa keluarganya sendiri dan dilecehkan kakak tirinya membuat Hanindita jadi pribadi yang introvert dan dingin.
Adakah yang mampu menyelamatkannya dari keluarga toxic itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch.14
Kamar Hanindita terletak di ruangan paling ujung rumah itu. Karena itu kalau ada keributan, nyaris tak terdengar apalagi rata-rata kamar penghuni rumah itu terletak di lantai atas. Akibatnya, tak seorang pun yang mendengar keributan yang sedang terjadi di kamar Hanindita.
"Ayo, lemparkan saja apapun itu sesukamu! Atau menjerit lah sekuat tenagamu, tapi semuanya itu percuma Dita. Semua orang takkan ada yang mendengar. Kalaupun ada, yah mereka lebih baik tutup kuping menantikan kehancuranmu." ejek Morgan dengan senyum devilnya.
"Kenapa? Kenapa kalian semua jahat padaku? Apa salahku pada kalian? Aku ... aku selalu berusaha melakukan apa yang kalian perintahkan tapi kenapa kalian masih saja jahat?" ucap Hanindita dengan bibir bergetar dan air mata berurai. "Kau ... walaupun kita bukan saudara sekandung, kenapa kau begitu tega dan kejam ingin menyakitiku? Apakah semenyenangkan itu melihat ku hancur, hah? Apa aku tidak pantas untuk bahagia. Kalau pun kalian nggak suka lihat aku bahagia, minimali jangan menyakiti aku. Asal kalian berbuat baik padaku, akan aku turuti semua permintaan kalian tapi apa yang aku terima? Kalian semua jahat. Kalian semua tega. Kalian semua kejam dan nggak punya rasa kemanusiaan sama sekali." pekik Hanindita mengeluarkan segala sesak yang menyumbat dadanya.
Morgan terkekeh sambil mengusap hidungnya. Sorot mata penuh hasrat itu masih menguasai bola matanya.
"Kenapa ya?" Morgan tengah bermain-main dengan Hanindita. Entah mengapa ia begitu senang saat melihat Hanindita yang tersiksa seperti itu. "Entah lah, aku pun tak tau tapi yang pasti, aku senang melihatmu tersiksa seperti ini." ujarnya lalu tergelak.
"Dasar iblis!" desis Hanindita.
Mata Morgan terbelalak saat mendengar desisan itu lalu dengan cepat ia menarik rambut Hanindita lalu menjambak dan mencengkram rahangnya dengan keras.
"Apa kau bilang? Ulang sekali lagi!" desis Morgan yang wajahnya sudah menghitam seperti iblis.
"DASAR IBLIS!" bentak Hanindita tanpa rasa takut lalu plaaakkkk ...
Sebuah tamparan membuat Hanindita tersungkur kmdi lantai.
Hanindita mendelik tajam sambil mengusap pipinya.
"Aku bersumpah, kalian semua akan mendapatkan ganjaran atas perbuatan kalian ini!" seru Hanindita dengan tatapan mata nyalang.
"Hahaha ... kau pikir sumpahmu itu akan terjadi? Jangan mimpi! Kaulah yang akan kami buat jauh menderita setelah ini!"
Lalu Morgan segera menarik tangan Hanindita hingga ia berdiri lalu mencengkram bahunya dan mendorongnya ke tembok untuk menciumnya. Tapi Hanindita terus memalingkan wajahnya agar tidak bisa dicapai oleh bibir beracun itu. Kemudian dengan sekuat tenaga, Hanindita mendorong dada Morgan hingga menjauh.
Tangan Hanindita terus merogoh sambil menghindari Morgan yang terus saja berusaha kembali mendekat. Ia lemparkan apa saja yang terjangkau tangannya tapi semua itu seolah sia-sia karena benda-benda itu dapat ditangkis Morgan dengan mudah. Hanindita nyaris putus asa hingga matanya menangkap kayu yang biasa ia gunakan untuk menggalang jendela agar tidak bisa dibuka dari luar.
Lalu dengan gerakan cepat, Hanindita mengambil kayu itu dan menyerang kepala Morgan yang terus berusaha meringsek tubuh rapuh itu.
Krakkk ...
"Aaargh ... sialan!" umpat Morgan saat kepalanya terkena pukulan kayu yang sangat keras hingga mengeluarkan darah. "Sepertinya kau sangat suka mencari masalah, sialan!" geram Morgan yang selalu saja kesusahan menaklukkan Hanindita. Ia selalu saja ada cara untuk menghindarinya.
"Itu balasannya kalau terus berusaha macam-macam denganku." seru Hanindita dengan kayu yang masih di pegang ya sekuat tenaga.
Seakan pantang menyerah, Morgan berusaha merebut kayu itu tapi ternyata cengkraman Hanindita cukup kuat hingga membuatnya cukup kesulitan untuk merebutnya. Karena terlalu fokus dengan kayu yang dipegang Hanindita, Morgan tak sadar Hanindita telah mengangkat lututnya dan memukulkannya sekuat tenaga ke benda yang ada di antara dua kaki Morgan hingga ia menjerit kesakitan.
"Aaarghgg ... dasar ba*jingan kau gadis sialan!" umpatnya dengan api kemarahan yang kian berkobar.
