Novel ini sakuel dari novel "Cinta yang pernah tersakiti."
Tuan, Dia Istriku.
Novel ini menceritakan kehidupan baru Jay dan Luna di Jakarta, namun kedatangannya di Ibu Kota membuka kisah tentang sosok Bu Liana yang merupakan Ibu dari Luna.
Kecelakaan yang menimpa Liana bersama dengan suami dan anaknya, membuatnya lupa ingatan. Dan berakhir bertemu dengan Usman, Ayah dari Luna. Usman pun mempersunting Liana meski dia sudah memiliki seorang istri dan akhirnya melahirkan Luna sebelum akhirnya meninggal akibat pendarahan.
Juga akan mengungkap identitas Indah yang sesungguhnya saat Rendi membawanya menghadiri pesta yang di adakan oleh Jay.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma Banilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Durian runtuh
Nathan yang baru saja sampai di kamar apartemen miliknya langsung melepas sepatu lalu melemparnya sembarang, Ia juga melempar tas hitam miliknya ke atas tempat tidur, dan sebelum merebahkan tubuhnya, dia melepas Jas dan juga dasi yang ia kenakan lalu kembali melemparnya sembarang.
Sungguh dia sangat ingin marah pada kakeknya tadi, tapi lidahnya terasa kelu untuk membentak satu-satunya keluarga yang ia miliki.
"Kenapa sih Kek, kakek selalu saja memaksaku." Gumamnya langsung merebahkan tubuhnya.
Dia menatap langit-langit kamarnya lalu pikirannya melayang kembali pada Ibu dan Kakak perempuannya.
"Aku berharap bisa menemukan kalian sebelum aku menikah." Gumamnya, "Mamah, Kak Trisha, dimana kalian, apa kalian baik-baik saja, kembali lah, kalian sudah sangat lama pergi, setidaknya beri aku satu petunjuk saja keberadaan kalian, jika memang kalian sudah tiada, izinkan aku mendatangi makam kalian. Beri aku petunjuk kemana aku harus mencari kalian." Ucap Nathan dalam hatinya.
"Mamah, aku sudah menyukai seorang wanita, dan sepertinya aku mencintainya, aku sangat ingin menikahinya, tapi aku tidak ingin menikah tanpa Mamah." Gumam Nathan.
"Luna, gadis itu sangat mirip dengan Mamah, dan aku ingin dia yang menjadi istriku, Mah. Karena aku merasa dekat dengan Mamah saat menatapnya." Sambungnya lagi.
Tak lama terdengar dering ponsel yang berhasil membuyarkan lamunan Nathan, dia segera menerima panggilan yang berasal dari Marvin.
"Hallo Vin." Sapanya.
"Tuan, anda dimana?" Tanya Marvin.
"Saya di apartemen, kenapa?"
"Ohhh, baiklah Tuan kalau begitu besok saja, ada beberapa berkas yang harus Tuan tanda tangani, tapi kalau memang Tuan sudah pulang, sebaiknya besok saja." Ucap Marvin.
"Ya, kamu simpan saja di meja kerja ku, besok akan aku periksa dan tanda tangani." Ucap Nathan.
"Baik Tuan, kalau begitu sudah dulu ya Tuan, saya akan bersiap untuk pulang." Sahut Marvin hendak menutup panggilannya. Namun dengan cepat Nathan menahannya.
"Tunggu Vin." Pekik Nathan.
"Iya Tuan, ada apa?" Tanya Marvin.
"Apa kamu sudah mendapatkan Informasi tentang Luna lagi?" Tanya Nathan.
"Saya masih mencarinya Tuan." Jawab Marvin.
"Tolong kamu temukan secepatnya, aku ingin segera menikahinya." Ucap Nathan terdengar serius.
Alis Marvin berkerut, Tuannya ini tiba-tiba ingin secepatnya menikah, padahal dulu dia selalu marah setiap membahas pernikahan, "Kenapa buru-buru Tuan?" Tanya Marvin.
"Kakek selalu memaksaku untuk menikah, kalau dalam waktu dekat aku tidak membawa seorang wanita kehadapannya, mungkin aku akan di jodohkan dengan wanita pilihannya" Jawab Nathan.
"Kenapa anda tidak menerima perjodohan itu saja Tuan, mungkin saja Tuan Pram sudah menyiapkan jodoh terbaik untuk Tuan." Ucap Marvin.
"Diam kau, mau saya pecat." Ancam Nathan yang tak suka Marvin membela Kakeknya, "Aku hanya ingin Luna yang menjadi istriku. Paham." Tegasnya.
"Ba..baik Tuan." Sahut Marvin dan dengan cepat Nathan menekan tombol merah hingga panggilan pun berakhir.
***
Jay dan Luna kini tengah berdiri di balkon kamarnya, menikmati angin sejuk yang berhembus, Pepohonan hijau di halaman rumah itu bergerak mengikuti arah angin, pemandangan kota Jakarta saat malam hari membuat Luna takjub, terlebih dia berada di lantai dua rumah mewah itu.
Jay memeluk Luna dari belakang, Luna tersenyum lalu mendekap lengan sang suami, namun matanya tetap menatap pemandangan di depannya.
"Mas, Luna masih tidak menyangka bisa merasakan kebahagiaan seperti ini." Ucap Luna.
"Dulu impian cinta Luna begitu sederhana, memiliki pasangan yang mau menerima Luna apa adanya dan saling mencintai selamanya, Luna tidak pernah berpikir untuk memiliki suami yang kaya raya, cukup dia mau berusaha mencari nafkah untuk keluarga kecilnya. Tapi ternyata Allah begitu baik, dia memberikanku seorang suami yang sempurna. Sudah tampan, baik, kaya lagi, aku seperti mendapat durian runtuh." Ucap Luna.
Jay tersenyum, merasa istrinya begitu berlebihan memujinya, "Aku tidak sesempurna itu sayang, aku juga memiliki banyak kekurangan, tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini sayang." Ucap Jay lalu mencium puncak kepala sang istri, menghirup wangi shampo di rambut yang kini tak tertutup hijab.
"Melihat apa yang aku miliki saat ini, mungkin semua orang akan menganggap aku laki-laki sempurna, tapi mereka tidak tau bagaimana aku bisa mendapatkan ini semua. Aku bahkan pernah menjadi seorang pemulung untuk bertahan hidup." Ucap Jay.
"Ohhh ya? Mas tidak pernah cerita soal itu pada Luna." Kaget Luna.
"Karena Mas tidak ingin mengingat masa kelam itu sayang, kamu cukup tau kondisi Mas saat ini saja, Mas hanya ingin berbagi kebahagiaan dengan mu, bukan berbagi masa kelam yang sudah berlalu." Ucap Jay.
"Tapi Mas, Luna kan juga ingin mendengar kisah Mas." Protes Luna.
"Ya, suatu saat Mas pasti akan menceritakan nya sama kamu sayang, tapi tidak untuk saat ini, karena hari sudah malam, sebaiknya kita pergi tidur." Jay melepaskan tangannya dari perut Luna lalu berjalan lebih dulu masuk ke kamarnya.
Luna sejenak menarik napas dalam lalu perlahan menghembuskan nya, menikmati udara yang terasa begitu sejuk sambil menutup mata.
Luna tersenyum puas, menghargai keindahan alam di depan matanya, Luna menatap setiap pepohonan yang bergerak karena angin.
Namun senyum itu segera pudar, saat tak sengaja Luna menangkap sosok yang bersembunyi di balik pohon besar di belakang pagar, dan sepertinya orang itu tengah mengawasinya.
Luna mengerutkan keningnya untuk mempertajam penglihatannya, hingga Luna bisa melihat dengan jelas orang yang mengenakan jaket hitam serta topi yang menutupi sebagian wajahnya.
"Siapa dia? Apa yang dia lakukan disana? Apa dia sedang mengawasi kami? Apa dia memiliki niat jahat pada kami." Berbagai pertanyaan berkecamuk dibenak Luna.
"Ma..." Luna hendak berteriak, namun dia urungkan, "Kalau aku teriak, orang itu bisa saja kabur, sebaiknya aku pura-pura tak melihatnya dulu." Batin Luna.
"Sayang." Jay kembali ke balkon saat menyadari istrinya tak ikut masuk dengannya.
"I..iya mas." Sahut Luna menoleh pada sang suami yang berdiri di belakangnya.
"Ayo masuk, udara di luar dingin, nanti kamu masuk angin loh." Jay menarik tangan Luna masuk ke dalam kamar.
Luna sekilas menatap ke arah pohon besar, dan ternyata laki-laki yang memakai jaket hitam itu sudah tak ada disana lagi.
Dia pun mengikuti langkah sang suami masuk ke dalam kamar, "Sebaiknya aku ceritakan nanti saja ke Mas Jay, besok aku mau lihat apa laki-laki itu masih memperhatikan kami atau tidak. Kalau besok dia ada lagi, baru aku akan cerita pada Mas Jay." Batin Luna.
***
Di dalam kamar yang gelap, hanya ada cahaya lampu meja menyala redup, Nathan duduk di tepi ranjang, menanti kabar dari seseorang yang tengah menyelidiki keberadaan wanita yang berhasil merebut perhatiannya itu.
Tiba-tiba ponselnya bergetar, dia buru-buru mengangkat panggilan yang ternyata dari Marvin.
"Hallo, Vin?" Suaranya tegas.
"Tuan..." Suara Marvin terdengar dalam dan serius, "Saya menemukan keberadaan wanita itu." sambungnya.
"Tapi..." Marvin menggantungkan ucapannya, membuat Nathan menahan napas dan jantungnya seakan berhenti berdetak.
"Tapi apa?" Bentak Nathan karena Marvin tak kunjung melanjutkan ucapannya.
"Tapi... dia tinggal bersama dengan Jay, Tuan." Jawab Marvin terdengar gugup, "Dan sepertinya mereka... Mereka sudah menikah siri Tuan." Sambung Marvin.
"Apa? Ja...jadi mereka sudah menikah?" Kaget Nathan.
"Be..benar Tuan." Sahut Marvin.
"Aku ngga mau tau, kamu harus dapatkan wanita itu bagaimana pun caranya, bila perlu kamu habisi Jay." Titah Nathan, matanya memerah menahan amarah.
"Ba..baik Tuan, tapi sebaiknya kita tetap jalankan rencana yang sudah kita susun Tuan, kita tidak boleh gegabah." Ucap Marvin.
"Terserah kau saja, yang pasti aku harus dapatkan Luna." Ucap Nathan.
"Baik Tuan." Sahut Marvin dan panggilan pun berakhir.
"Luna... Kau akan menjadi milikku, hanya milikku." Batin Nathan.