NovelToon NovelToon
DRAMA SI SANGKURIANG

DRAMA SI SANGKURIANG

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Tamat
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: gilangboalang

Di tengah hiruk pikuk kota Bandung yang modern, seorang pemuda terjebak dalam cinta yang tidak seharusnya. Ia tak tahu, bahwa wanita yang ia cintai menyimpan masa lalu yang kelam — dan hubungan mereka bukan sekadar kisah cinta biasa, melainkan takdir yang berulang dari masa lampau...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gilangboalang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BABAK IV: KEMBALI MENUJU TRAGEDI (LANJUTAN) ​ADIEGAN 16: TITIK TERENDAH DI KOTA

​Kekecewaan setelah menemukan rumah masa kecilnya telah berubah menjadi mini-market tidak membuat Reza menyerah, namun itu mengikis semangatnya. Selama beberapa jam berikutnya, Reza, dengan mobil mewahnya, menjelajahi seluruh area kompleks perumahan lama itu.

​Ia terus bertanya. Ia menghampiri pedagang asongan, petugas keamanan komplek, hingga ibu-ibu yang sedang bergosip di pos ronda.

​"Ibu kenal Nawangsih? Wanita yang tinggal di gang Melati, rumah cat krem, anaknya laki-laki, Reza?"

​"Punten, Bapak kenal Ibu Nawangsih? Anaknya Reza, usia sekarang sekitar 25 tahun?"

​Jawabannya selalu sama: gelengan kepala, tatapan bingung, atau ingatan samar tentang "wanita muda yang cantik" yang pergi entah ke mana. Ada yang ingat rumor pindah ke Jakarta, ada yang menduga ia menikah lagi, namun tidak ada yang tahu alamat, nomor kontak, atau bahkan tujuan pastinya.

​Reza tidak putus asa, tetapi ia mulai merasa lelah, bukan hanya secara fisik karena berjalan di bawah terik matahari Bandung, tetapi secara emosional. Ia telah berhasil menemukan Ayahnya di kota besar, mengapa mencari Ibunya di kota kenangan ini terasa mustahil? Seolah-olah Nawangsih sengaja menghapus semua jejaknya agar tidak ditemukan.

​Ia kembali ke mobilnya, menyeka keringat di dahinya. Seragam Nahkoda itu memang tidak ia kenakan, tetapi aura kemewahan yang ia bawa menarik perhatian, dan itu justru menjadi penghalang—warga lokal memandangnya sebagai orang asing yang terlalu sukses untuk mencari seorang wanita biasa bernama Nawangsih.

​Pelarian ke Warung Kopi

​Reza memutuskan untuk menenangkan pikirannya. Ia mengemudikan mobilnya ke sebuah jalan raya yang lebih ramai, lalu menemukan sebuah warung kopi tradisional di pinggir jalan yang tampak teduh dan ramai. Ia memarkir mobilnya di tempat yang mencolok, lalu berjalan masuk, mencari ketenangan di tengah bisingnya obrolan warga lokal.

​Ia memesan minuman dingin.

​"Golda satu, Teh. Yang dingin sekali," pinta Reza pada pelayan warung.

​Pelayan warung itu adalah seorang wanita muda, mungkin sebaya dengannya, dengan senyum ramah khas Sunda. Ia memperhatikan Reza—pria tampan dengan pakaian mahal, kontras dengan pelanggan warung lain yang hanya mengenakan kaus rumahan.

​Saat menyajikan minuman kaleng itu, pelayan tersebut tersenyum manis.

​"Duh, A'a teh kasep pisan. Kenapa kelihatannya murung begitu? Mau ditemani ngopi biar seger?" tawar pelayan itu, menggunakan bahasa Sunda yang akrab dan ramah.

​Reza mengerti bahasa itu. Bahasa yang mengingatkannya pada masa-masa bahagia bersama Nawangsih. Ia menggeleng pelan, wajahnya memancarkan kelelahan dan frustrasi yang nyata.

​"Hatur nuhun, Teh. Tapi A'a sedang banyak pikiran," jawab Reza sopan, senyumnya dipaksakan.

​Reza mengambil minuman kaleng Golda itu. Ia menarik napas panjang, mengembuskannya dengan keras—sebuah helaan napas yang penuh keputusasaan. Kemudian, ia membuka kaleng itu dan meneguk isinya dengan cepat, seolah minuman dingin itu bisa memadamkan api kecemasan di dadanya.

​Ia duduk termenung di bangku kayu panjang. Di sekitarnya, orang-orang tertawa, mengobrol, dan menikmati kopi. Bagi mereka, hidup terus berjalan. Sementara Reza, seorang Nahkoda sukses, merasa seperti seorang pelaut yang kehilangan kompas di pelabuhan.

​Bayangan yang Menghilang

​Pikirannya kini dibanjiri keraguan yang mengerikan.

​Apakah Mama benar-benar tidak mau ditemukan?

​Apakah Mama mengganti namanya?

​Apakah Mama sudah meninggal?

​Reza menolak keras pikiran terakhir. Nawangsih adalah wanita yang terlalu kuat, terlalu ajaib untuk mati. Ia pasti masih hidup, masih cantik, masih abadi. Namun, menghilang selama sepuluh tahun tanpa jejak, menolak segala bentuk kontak, dan menjual rumah masa kecil mereka... itu terasa seperti hukuman abadi.

​Reza menundukkan kepala. Ia merasa sia-sia. Semua kesuksesan yang ia raih—Nahkoda, kekayaan, rumah mewah—terasa hampa jika ia tidak bisa menunjukkannya kepada wanita yang memotivasi semua itu. Ia telah memenuhi sumpah pengusirannya, tetapi gerbang untuk kembali tidak lagi terbuka.

​Ia mengeluarkan ponselnya lagi. Bukan untuk menelepon Arya, melainkan untuk menatap foto Nawangsih. Wanita yang terlihat seperti adiknya itu menatapnya dari layar dengan senyum misterius.

​"Mama... di mana kamu?" bisik Reza dalam hati, suaranya dipenuhi rasa putus asa.

​Reza meminum habis Goldanya. Ia berdiri, meninggalkan warung itu dengan langkah berat. Ia sudah mencapai titik terendah. Ia sudah mencoba mencari dengan segala daya upaya yang ia miliki, dan hasilnya nol.

​Ia kembali ke mobil, menyalakan mesin. Ia menatap jalanan di depannya, kini dengan pandangan kosong. Mungkin Arya benar. Mungkin ia harus kembali ke Jakarta. Nawangsih telah memilih untuk menghilang, dan ia harus menghormati keputusan itu.

​Dia benar-benar hilang. Dia benar-benar tidak ingin aku menemukannya.

​Reza menginjak gas, meninggalkan Bandung. Ia tidak tahu bahwa takdir tidak pernah membiarkan benang merah putus begitu saja. Pertemuannya dengan Nawangsih sudah diatur—dan itu akan terjadi di tempat yang paling tidak terduga, di Jakarta, di tengah puncaknya kesuksesannya

1
Agustina Fauzan
baguuus
gilangsaputra
keren
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!