Hans dan Lily telah menikah selama 2 tahun. Mereka tinggal bersama ibu Meti dan Mawar. Ibu Meti adalah ibu dari Hans, dan Mawar adalah adik perempuan Hans yang cantik dan pintar. Mawar dan ibunya menumpang di rumah Lily yang besar, Lily adalah wanita mandiri, kaya, cerdas, pebisnis yang handal. Sedangkan Mawar mendapat beasiswa, dan kuliah di salah satu perguruan tinggi di kota Bandung, jurusan kedokteran. Mawar mempunyai sahabat sejak SMP yang bernama Dewi, mereka sama-sama kuliah di bagian kedokteran. Dewi anak orang terpandang dan kaya. Namun Dewi tidak sepandai Mawar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ANGGUR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13
Hans kaget melihat rumah Dewi yang cukup besar saat Hans mengantar Dewi pulang ke rumahnya. Hans semakin terheran-heran saat mengetahui jika Dewi hanya seorang diri di rumah besar itu tanpa asisten rumah tangga yang menetap, Hans juga melihat banyak botol minuman beralkohol yang terbilang mahal sedang terpajang di lemari kaca Dewi. Kedua orang tua Dewi tidak menetap di rumah itu, karena selalu berada di luar kota untuk sebuah pekerjaan dan bisnis mereka.
Dewi: "Aku punya asisten rumah tangga, mas. Dia bernama mbok Tuti." ucapnya. "Mbok Tuti tidak menetap di rumahku." ucapnya lagi.
Hans: "Apakah mbok Tuti pulang ke rumahnya atau bagaimana, Wi?" tanyanya dengan rasa penasaran.
Dewi: " Mbok Tuti datang dari jam 7 pagi sampai jam 7 malam, mas. Dia mempunyai seorang suami." ucapnya.
Hans: "Oh, begitu." sahutnya sambil termangu-mangu. "Apakah kamu tidak takut tinggal sendirian, Wi?" tanyanya dengan rasa penasaran.
Dewi: "Tidak, mas. Aku sudah terbiasa." ucapnya dengan rasa percaya diri. "Sejak kecil aku sering ditinggal oleh kedua orang tuaku." ucapnya dengan wajah sedih.
Hans: "Sejak usia berapa?" tanyanya dengan rasa penasaran.
Dewi: "Sejak usia 5 tahun, mas. Aku hanya tinggal berdua dengan babysitterku." ucapnya. Dewi mulai mengatakan kisah hidupnya kepada Hans. Mulai Dewi berusia 5 tahun, Dewi sudah merasakan kesepian tanpa kehadiran orang tuanya. Sejak usia 5 tahun Dewi selalu dirawat oleh babysitternya, kedua orang tuanya hanya mengunjunginya sebulan sekali di rumah itu. Usia 18 tahun Dewi mulai terbiasa sendiri tanpa babysitter ataupun kehadiran kedua orang tuanya. Hans tertegun, perasaan iba muncul dalam hatinya saat mendengar pernyataan dari Dewi. Selama ini Dewi dengan mudahnya membuka hati kepada setiap pria yang mendekatinya hanya untuk mencari cinta sejati, namun sayangnya pria-pria yang mendekati Dewi hanya menginginkan materi dari Dewi.
Hans: "Kamu sangat kesepian, Wi." ucapnya dengan perasaan iba.
Dewi: "Iya, mas. Saya harus belajar menerima keadaan." ucapnya dengan hati yang tegar. "Saya selalu mencari cinta sejati dari banyak pria. Tak satupun dari mereka yang tulus pada saya." ucapnya dengan wajah yang murung. "Pria-pria itu hanya menginginkan uang saya, mas." ucapnya lagi. Hans semakin iba mendengar kisah cinta Dewi.
Hans: "Kamu boleh menganggapku sebagai kakak, Wi. Aku akan selalu ada di sampingmu." ucapnya dengan perasaan iba.
Dewi: "Jangan, mas. Aku tidak mau dikasihani." ucapnya. "Takdirku adalah berteman dengan sepi." ucapnya dengan wajah yang sedih.
Hans: "Bolehkah aku bertanya, Wi?" tanyanya dengan ragu-ragu.
Dewi: "Tanya saja, mas. Jangan sungkan padaku." ucapnya sambil tersenyum dingin.
Hans: "Apakah kamu suka minum?" tanyanya dengan suara pelan. Dewi menatap Hans dengan tatapan tajam, lalu tersenyum manis kepada Hans. Senyuman Dewi membuat Hans terpesona, kedua lesung pipi Dewi yang tampak dalam di kedua pipinya membuat kecantikan Dewi semakin sempurna.
Dewi: "Iya, mas. Aku minum untuk mengusir rasa sepiku saja." sahutnya. "Jangan salah paham, ,mas. Mawar tidak ikut-ikutan, kok." ucapnya dengan buru-buru.
Hans: "Hehe. Aku kenal Mawar, kok." ucapnya sambil tertawa kecil. Hans melirik ke arah jam tangannya, pukul 8.05 malam. "Aku harus pulang, Wi." ucapnya dengan wajah gelisah.
Dewi: "Iya, mas. Terima kasih, ya." ucapnya dengan lembut. Hans beranjak dari duduknya, Dewi ikut berdiri dan hendak mengantar Hans sampai ke depan pintu rumahnya. Saat Hans dan Dewi melangkah bersama, tiba-tiba kepala Dewi terasa berat, kedua matanya berkunang-kunang. Dewi memegang kepalanya yang terasa berat. Hans melirik ke arah Dewi dengan rasa penasaran dan cemas.
Hans: "Kenapa, Wi? Kamu kenapa?" tanyanya dengan suara yang tinggi dan penuh kepanikan. Hans melihat tangan dan kaki Dewi lemas dan gemetar.
Dewi: "Tolong ambilkan minuman itu, mas." pintanya dengan suara terbata-bata. Dewi menunjuk ke arah botol minuman yang terpajang di lemari kacanya. Hans menatap ke arah botol minuman yang terpajang di dalam lemari kaca itu, dengan penuh kecemasan Hans menghampiri lemari kaca itu dan mulai mengambil botol minuman itu beserta dengan gelas kaca berukuran kecil, lalu memberikannya kepada Dewi.
Dewi: "Tolong buka tutupnya, mas. Tuangkan ke dalam gelas kecil ini." pintanya dengan suara yang pelan. Hans mulai membuka botol minuman mahal itu, lalu menuangkan secara perlahan ke dalam gelas kecil itu.
Hans: "Ini, Dewi." ucapnya sambil memberikan gelas yang berisi minuman beralkohol itu kepada Dewi.
Dewi: "Terima kasih, mas. Badanku terasa segar, mas." ucapnya. Hans menatap Dewi dengan penuh keheranan, Hans menyadari jika Dewi seorang pecandu alkohol. "Jangan menatapku seperti itu, mas." ucapnya. Dewi menyadari jika Hans menatapnya diam-diam dengan penuh keheranan dan rasa penasaran.
Hans: "Apakah kamu sudah lama seperti ini, Wi?" tanyanya dengan rasa penasaran. Dewi menatap Hans dengan tatapan dalam, lalu tersenyum dingin.
Dewi: "Maaf, mas. Kamu harus melihatku seperti ini." ucapnya dengan perasaan minder. "Temani aku malam ini saja, ya, mas." pintanya dengan suara yang lembut. Dewi mendekatkan tubuhnya ke arah Hans, dia menyandarkan kepalanya pada bahu Hans. "Aku sangat kesepian, mas." ucapnya dengan mata berkaca-kaca. Hans semakin iba dengan keadaan Dewi.
Hans: "Aku akan menelpon Mawar untuk menemanimu, Wi." ucapnya sambil mengambil ponselnya dari saku celananya, namun Dewi mencegahnya.
Dewi: "Jangan telpon Mawar, mas. Mawar sedang mengerjakan tugas kuliahnya." ucapnya dengan pelan. Hans terpaksa mengurungkan niatnya. "Temani aku, ya, mas." pintanya lagi dengan manja.
Hans: "Baiklah, Dewi." ucapnya. Dewi menatap kedua mata Hans dengan tatapan lembut, dia tersenyum kecil penuh kepuasan karena Hans mengikuti kemauannya. Dewi menuangkan minuman untuk Hans, namun Hans menolaknya dengan halus.
Dewi: "Inilah hidupku, mas. Aku seorang pendosa yang kesepian." ucapnya dengan isak tangis.
Hans: "Jangan berkata seperti itu, Dewi. Kita semua pendosa, kok." ucapnya. Hans berusaha menghibur Dewi yang sedang merasa jenuh dengan kehidupannya.
Dewi: "Puaskan aku malam ini, mas." ucapnya dengan nada suara yang berat. Hans tersentak kaget dengan pernyataan Dewi.
Hans: "Apa maksud kamu, Wi?" tanyanya dengan rasa penasaran. Dewi terdiam, dia menatap Hans dengan tatapan liar. Dewi mulai meraba tubuh kekar Hans dan area sensitif Hans.
Dewi: "Ayo, mas." ajaknya dengan suara yang berat. Hans berusaha menghindar dari rayuan Dewi.
Hans: "Apakah kamu mabuk, Wi?" tanyanya dengan penuh keheranan.
Dewi: "Aku tidak mabuk, mas. Aku menyukai aroma tubuhmu." ucapnya dengan pelan. "Aku sudah lama tidak melakukannya." ucapnya lagi. Hans tersentak kaget mendengar perkataan Dewi. Dia menyadari satu hal jika Dewi sudah pernah melakukan hubungan terlarang dengan beberapa pria.
***