Bram, playboy kelas kakap dari Bekasi, hidupnya hanya tentang pesta dan menaklukkan wanita. Sampai suatu malam, mimpi aneh mengubah segalanya. Ia terbangun dalam tubuh seorang wanita! Sialnya, ia harus belajar semua hal tentang menjadi wanita, sambil mencari cara untuk kembali ke wujud semula. Kekacauan, kebingungan, dan pelajaran berharga menanti Bram dalam petualangan paling gilanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zaenal 1992, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ancaman dalam paket misterius
Bram (dalam tubuh perempuannya), menarik napas lega saat mencoret nama Maya. Logika adalah satu-satunya senjata yang ia punya, dan logika mengatakan Maya tidak mungkin pelakunya.
“Oke,” gumamnya, matanya kembali menelusuri nama-nama yang tersisa: Lisa, Tiara, Zivanna Elisse.
“Lisa, terlalu lama. Tiara, sakit hati, tapi apakah dia se-gila ini? Zivanna Elisse... terlalu acak.”
Bram (Sinta) tahu ia harus menghubungkan dendam ini dengan pengetahuan akan perubahan jenis kelamin. Kutukan ini pasti dikirim sebelum atau tepat pada hari kejadian. Siapa yang paling mungkin menyewa dukun? Siapa yang paling mungkin tahu soal sisi spiritual dunia?
Pikirannya melayang, mencoba mengingat detail-detail kecil dari masing-masing wanita. Ia membutuhkan petunjuk, sekecil apa pun.
Saat itulah sebuah suara menginterupsi keheningan malam yang cemas.
Tok! Tok! Tok!
Bram yang kini menjadi Sinta menegang. Itu bukan ketukan yang terburu-buru, melainkan ketukan tunggal yang santai, penuh kesadaran.
Kurir? Pukul sembilan malam?
Jantungnya berdebar kencang. Ia mengintip melalui celah tirai yang ia pasang sendiri. Di teras kecil kontrakan barunya, berdiri seorang pria kurir dengan helm dan jaket hijau, memegang sebuah kotak kardus kecil.
Bram berjalan perlahan, mencoba menampilkan gestur tenang Sinta. Ia membuka pintu.
“Malam, Mbak. Paket.”
“Dari siapa ya?” tanya Bram (Sinta), suaranya tetap lembut ala Sinta.
“Tidak ada nama pengirim, Mbak. Cuma alamat ini saja. Tanda tangan di sini ya,” jawab si kurir sambil menyodorkan scanner.
Bram menandatangani dengan buru-buru. Begitu pintu tertutup, ia langsung mengunci dan menyandarkan punggung ke pintu. Matanya terarah pada kotak kardus cokelat polos di tangannya. Kotak itu tidak berbau aneh, ringan, dan tidak berbunyi saat diguncang.
Yang membuat darah Bram berdesir bukan isi kotak itu, melainkan fakta di luarnya. Alamat yang tertulis di label pengiriman adalah:
Sinta (Bram)
Gang Mawar, Kontrakan Nomor 12A, Lantai Dasar.
“Sialan!” gerutu Bram, memejamkan mata dan mengusap wajah Sinta.
Ia baru pindah sore tadi. Kontrakan ini adalah tempat persembunyiannya yang baru, bahkan Maya belum sempat berkunjung. Hanya Rian, Reno, dan Raka yang tahu setelah ia dengan ceroboh menyebut alamat itu di grup chat mereka. Tapi kurir ini... dia tahu nama lengkapnya dan alamat spesifik kontrakan barunya, yang bahkan tidak terdaftar resmi di mana pun!
Ini bukan kebetulan. Ini adalah pengawasan tingkat tinggi.
Entah pengirim kutukan ini memiliki koneksi yang sangat dalam, atau... salah satu dari tiga pria yang mengelilingi 'Sinta' adalah kaki tangan si pengirim.
Rian, Reno, atau Raka. Cowok-cowok ini mungkin tidak hanya mengganggu, tapi juga mengintai!
Dengan tangan bergetar, Bram meletakkan kotak itu di meja. Ia mengambil pisau dapur kecil dan mengiris lakban dengan hati-hati.
Di dalamnya, tidak ada bom atau barang mencurigakan. Hanya ada satu amplop putih tebal tanpa nama, dan...
Sebuah boneka kecil.
Itu adalah boneka kain yang dijahit kasar, berbentuk manusia mini, namun tanpa wajah. Bagian yang seharusnya menjadi mata dan mulut dijahit tertutup dengan benang hitam tebal. Boneka itu terasa dingin di tangan Sinta (Bram).
Bram meletakkan boneka itu dan mengambil amplop putih. Ia merobeknya dan mengeluarkan selembar kertas lusuh.
Tulisannya adalah tulisan tangan yang indah, elegan, namun penuh tekanan.
Untuk Bram yang baru...
Aku tahu kamu terkejut. Kamu pikir kamu bisa lolos, kan? Dengan segala kebohongan dan sandiwara manis yang selalu kamu mainkan, kamu pikir kamu tidak akan pernah membayar harganya.
Kamu salah. Hutang harus dibayar. Rasa sakit harus setimpal.
Kutukan ini adalah hadiah pertamaku. Nikmati peran barumu sebagai target, bukan pemburu. Nikmati rasa takut dan keraguan yang kamu sebarkan selama ini. Rasakan apa rasanya dikejar dan dibohongi oleh janji-janji palsu.
Aku melihatmu. Aku tahu di mana kamu tidur.
Jangan buang waktu mencari dukun atau obat-obatan. Tidak ada yang bisa menghentikannya selain... pengorbanan yang pantas.
Tunggu hadiah berikutnya. Itu akan jauh lebih personal.
—P.B.
Bram membaca surat itu dua kali. Rasa mualnya kembali.
“P.B.”
Siapa inisial "P.B."?
Ia segera kembali ke Daftar Hitamnya.
Maya (M.S.)
Lisa (L.A.)
Tiara (T.W.)
Zivanna Elisse (Z.E.)
Tidak ada P.B.
Pengirimnya adalah orang baru, atau seseorang yang tidak ia masukkan ke dalam daftar karena dianggap terlalu tidak penting. Atau... itu adalah nama samaran!
Bram menatap boneka tanpa wajah itu. Itu bukan boneka biasa. Itu adalah semacam voodoo atau media sihir yang dirancang untuk menimbulkan ketakutan.
“Pengorbanan yang pantas...” bisiknya, mengulang kalimat terakhir.
Ia harus cepat. Pelaku ini tidak hanya memantau, tapi juga bermain-main. Ia telah melewati garis merah, mengancam tempat berlindung Bram.
Bram kembali menatap boneka kecil itu. Tiba-tiba, ia menyadari sesuatu. Boneka itu dijahit dengan benang hitam, tapi di pergelangan tangan kirinya, ada benang merah muda yang melilit samar, seperti pernah diperbaiki.
Benang merah muda. Hanya satu orang yang pernah menjahit sesuatu dengan benang merah muda di hadapan Bram, dan itu adalah…
Bram mengambil pulpennya, tangannya gemetar, dan mencoret nama lain di Daftar Hitamnya, bukan karena ia tak bersalah, melainkan karena ia semakin yakin.
“Tiara.”