NovelToon NovelToon
DUA RATU DI KAKI CEO

DUA RATU DI KAKI CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Pengganti / Percintaan Konglomerat / Beda Usia / Diam-Diam Cinta
Popularitas:953
Nilai: 5
Nama Author: Engga Jaivan

Mengapa mereka memeluk kakiku? Pertanyaan itu menghantui Arion (25) setiap hari."
​Arion memiliki dua adik tiri yang benar-benar mematikan: Luna (20) dan Kyra (19) yang cantik, imut, dan selalu berhasil mengacaukan pikirannya. Pagi ini, adegan di depan pintu mengonfirmasi ketakutannya: mereka bukan hanya menggemaskan, tapi juga menyimpan rahasia besar. Dari bekas luka samar hingga gelang yang tak pernah dilepas, Arion tahu obsesi kedua adiknya itu bukan hanya sekadar kemanjaan. Ini adalah kisah tentang seorang kakak yang harus memilih antara menjaga jarak demi kewarasannya, atau menyelami rahasia gelap dua bidadari yang mati-matian berusaha menahannya agar tak melangkah keluar dari pintu rumah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Engga Jaivan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB I: Pintu Sekolah yang Kacau

Pintu mahoni rumah Keluarga Dwiputra bukan sekadar kayu. Bagi Arion (25), pintu itu adalah simbol garis demarkasi, perbatasan rapuh yang ia tegakkan antara dirinya yang waras, seorang arsitek yang logis, dan keterikatan emosional yang tak terhindarkan di dalamnya. Setiap pagi, ia harus menyeberanginya, seperti seorang prajurit yang meninggalkan rumah menuju medan perang, tanpa kepastian akan kembali utuh.

Pagi itu, udara Jakarta sudah mendidih, tetapi di balik kaca ruang makannya, Arion merasakan dingin yang familier. Ia duduk di meja, sendirian. Ia sudah berpakaian lengkap—jas mahal yang terasa seperti kulit kedua, dasi sutra yang melilit lehernya dengan sempurna. Setiap detail mencerminkan kontrol, sesuatu yang sangat ia butuhkan di tengah rumah ini.

Arion menatap jam tangannya, pukul 06:45. Lima belas menit lagi, ia harus pergi. Lima belas menit lagi, rutinitas penyanderaan akan dimulai.

Ia mencoba fokus pada kopi hitamnya, rasa pahit yang seharusnya membersihkan pikirannya. Namun, pikirannya sudah dipenuhi oleh aroma: perpaduan vanilla manis dan strawberry segar. Aroma yang tak pernah gagal menyergap rumah ini—aroma yang melekat pada dua adik tirinya, Luna dan Kyra.

Arion tahu aroma itu adalah jebakan yang menyenangkan. Sebuah lapisan gula yang menutupi keanehan dan intensitas hubungan mereka.

"Kak Arion tidak menunggu kami?"

Suara itu datang dari belakang, lembut dan penuh sindiran. Luna (20) berdiri di ambang pintu dapur.

Luna tidak berjalan. Ia melayang. Rok span putihnya yang ketat dan terlalu pendek nyaris tak tersentuh oleh paha mulusnya. Blus satinnya yang pas membiarkan lekuk tubuhnya terlihat jelas, sebuah pemandangan yang seharusnya membuat Arion, sebagai seorang kakak, hanya merasakan kebanggaan. Tapi yang ia rasakan adalah panik moral.

"Pagi, Luna. Aku harus ke kantor lebih awal," jawab Arion, nadanya kaku. Ia menghindari tatapan langsung ke mata Luna.

Luna berjalan ke meja, duduk di hadapan Arion. Ia tidak menyentuh makanan, hanya menatap Arion.

"Kau melanggar peraturan. Kita harus sarapan bersama," ujar Luna, bibirnya mengerucut, seperti anak anjing yang kehilangan mainan. "Jika Kakak pergi duluan, nanti kami diantar siapa? Kyra sedang menyiapkan touch-up terakhir."

Arion merasakan hawa panas menjalar di tenggorokannya. Ia tahu ini bukan tentang tumpangan ke kampus. Ini tentang kontrol.

"Aku sudah memanggil supir," balas Arion.

"Supir tidak punya wewenang untuk mencium keningku sebagai ucapan selamat jalan," balas Luna, matanya yang besar dan polos berkedip lambat.

Saat Arion hendak membalas, serangan kedua tiba. Kyra (19) masuk.

Kyra membawa energi yang lebih ceria dan berbahaya. Ia mengenakan celana legging hitam yang dipadukan dengan kemeja putih longgar milik Arion yang ia curi—sebuah kombinasi yang secara simultan polos dan provokatif. Rambutnya diikat asal-asalan, memberikan kesan bahwa ia baru saja bangun tidur, tetapi setiap lipatan busananya adalah hasil perhitungan yang matang.

"Kyra tidak suka dibohongi, Luna. Kak Arion pasti mau menemui Risa, ya?" tuduh Kyra, suaranya mengandung cemburu yang terang-terangan, sebuah chemistry gelap yang selalu mereka gunakan untuk mengikat Arion.

Arion merasakan jantungnya berdebar. Risa adalah rekan kerjanya, seorang wanita yang sedang ia kencani secara rahasia. Bagaimana Kyra tahu?

"Itu urusan pekerjaanku, Kyra. Jangan mencampuri urusan orang dewasa," Arion menegur.

Kyra menyeringai. Ia berjalan ke belakang kursi Arion. Aroma strawberry segar menyeruak, menjebak Arion.

"Ayah tidak pernah menyembunyikan apa pun dari kami," bisik Kyra, suaranya rendah, persis di telinga Arion, menciptakan getaran yang membuat Arion harus menahan diri. "Kau adalah Ayah kami sekarang, Kak Arion. Kau tidak boleh punya rahasia."

Arion menutup mata, merasakan bahaya yang melingkari lehernya. Ia tahu Kyra menekan tombol paling lemah Arion: rasa bersalahnya pada Ayahnya dan kebutuhan moralnya untuk menjadi wali yang baik.

Ia bangkit, menjauh dari sentuhan Kyra. "Aku harus pergi."

Arion berjalan cepat menuju pintu mahoni. Ia meraih kenopnya, siap membuka pintu itu dan melarikan diri ke dunia logika dan beton.

Namun, seperti yang sudah ia duga, ritual itu mencapai puncaknya.

Luna dan Kyra bergerak serentak. Luna mendahului, menyambar dan memeluk kaki kanan Arion dengan cengkeraman yang sangat kuat, kepala bersandar di lututnya.

"Tidak! Kami akan ikut! Luna tidak mau ditinggal!" rengek Luna, suaranya kini kembali pada kepolosan yang tidak tulus.

Kyra menyusul, memeluk kaki kiri Arion. "Kami tidak percaya kau. Kau pasti mau bertemu wanita itu! Kau melanggar janji Ayah!"

Arion kini terjebak. Dua makhluk cantik, dua pasang kaki mulus yang membuat otaknya berasap, dua tuntutan emosional yang mematikan.

Ia menunduk. Ia tidak melihat kaki. Ia melihat penjara yang mereka ciptakan.

Di pergelangan tangan Luna, gelang perak kuno itu berkilauan. Gelang itu selalu terlihat dingin, kontras dengan kulit hangat Luna. Dan di leher Kyra, ia melihatnya dengan jelas dalam cahaya pagi: garis pucat dan lurus, nyaris tak terlihat, seperti goresan memanjang.

Misteri yang selama ini hanya mengganggu, kini menjadi alarm.

Arion merasakan sentuhan Kyra di kaki kirinya. Di antara tekanan tubuhnya, ia merasakan tonjolan kecil. Itu bukan tulang. Itu adalah tonjolan keras dari cincin atau penanda yang disembunyikan di bawah celana legging-nya.

"Kalian berdua. Lepaskan," Arion berkata, suaranya penuh tekanan, bukan karena nafsu, tetapi karena ia menyadari ia sedang diuji.

Luna mengangkat wajahnya, air mata mulai menggenang. "Apa Kakak membenci kami? Apa Kakak memilih Risa daripada kami?"

Arion tahu ini adalah momen keputusan. Jika ia marah, mereka akan menggunakan itu sebagai bukti penolakannya. Jika ia mengalah, mereka akan memenangkan kontrol.

Arion menghela napas, menutup matanya. Ia merasakan kehangatan dan aroma yang mencekik itu.

Aku adalah Jangkar. Aku harus tetap di sini.

Arion membuka matanya, menatap Kyra, Pengawas yang cerdas.

"Aku tidak membenci kalian. Tapi kalian harus tahu satu hal. Arion bukan Ayah kalian. Aku tidak bisa selamanya menunda kehidupanku karena ketakutan masa lalu kalian," ujar Arion, memilih kejujuran yang pahit. "Aku harus tahu apa yang kalian sembunyikan. Kenapa kalian melakukan ini?"

Kyra tersenyum kecil, senyum kemenangan yang kejam. "Maka, tinggallah, Kak. Dan kau akan menemukan sendiri jawabannya. Kau akan menemukan mengapa kami tidak mau membiarkanmu pergi."

Luna melepaskan kakinya, dan Arion merasakan kebebasan yang singkat. Namun, sebelum Arion bisa melangkah, Luna mencondongkan tubuhnya ke depan, mencium lutut Arion—sebuah tindakan yang begitu intim dan tidak bersalah.

"Jika Kakak pergi, kami tidak akan pernah kembali ke sekolah. Kami akan menunggu di kamar kami, dalam kegelapan," ancam Luna, suaranya kembali pada nada yang manis.

Arion melihat mereka pergi, berjalan santai menaiki tangga. Ia ditinggalkan di ambang pintu, dengan setelan jas yang kusut, pikiran yang kacau, dan rasa bersalah yang mendalam.

Ia tidak bisa pergi. Ia tahu itu. Ia tidak bisa meninggalkan mereka dalam kegelapan yang mereka takutkan.

Arion menutup pintu mahoni itu. Ia mengambil tasnya. Ia tidak lagi menuju kantor. Ia menuju gudang, mencari petunjuk yang ia tahu telah ditinggalkan oleh Ayahnya.

Ia adalah Jangkar mereka. Dan Sang Jangkar telah memilih untuk kembali ke Sangkar.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!