”Semua orang tahu, kalau cuma ada lima Big Boss di Marunda. Arnold, Baek, Kim, Delaney, sama Rose. Lima keluarga itulah yang berkuasa di North District, dan enggak ada satu pun yang berani melawannya.”
Season: I, II, ....
જ⁀➴୨ৎ જ⁀➴
Begitu keluar dari toilet, tiba-tiba ada pintu kantor yang terbuka di sebelah kananku. Refleks, aku pun menengok ke arah suara itu. Dan seketika, hawa dingin langsung menjalar ke tubuhku.
Aku melihatnya dengan jelas, Remy Arnold sedang memegangi leher seorang laki-laki. Aku enggak bisa dengar apa yang mereka bicarakan, tapi saat Big Jonny keluar dari ruangan, aku lihat Remy menusukkan pisau ke tenggorokan lelaki itu.
"Ya, Tuhan!" Teriakanku pun langsung membuat Big Jonny menengok ke arahku. "Sial!"
Aku harus kabur, tapi bahkan belum sampai melangkah, tangan kasarnya sudah meraih lenganku dan menyeretku ke dalam kantor itu.
Enggak.
Enggak.
Enggak.
“Ampun. Aku enggak lihat apa-apa!” mohonku.
Big Jonny pun cuek saja, dan itu membuatku makin panik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DityaR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
I. Tuan Arnold
^^^S E A S O N - I^^^
...୨ৎ R A I N N જ⁀➴...
“Catat kata-kata aku!” pekik Amilio. “Sebelum akhir tahun, aku bakalan jadi salah satu Boss!!”
Hampir saja aku tertawa mendengarkan kakak tiriku yang enggak berhenti mengkhayal tentang betapa pentingnya dia di kartel Marunda. Amilio Santoro itu orangnya narsis banget. Enggak ada cara halus lagi buat menasehati dia.
Semua orang tahu, kalau cuma ada lima Big Boss di Marunda. Arnold, Baek, Kim, Delaney, sama Rose. Lima keluarga itulah yang berkuasa di North District Jakarta, dan enggak ada yang berani melawannya.
Amilio cuma bisa omong kosong, dan suatu hari nanti, itu yang akan bikin dia mati.
"Amiiiiiiin, paling panjang, deh!" sahutku.
Sejak Papa dan Mama tiriku meninggal gara-gara kecelakaan mobil tujuh tahun lalu, Amilio lah yang mengambil alih jabatan Papa di Marunda. Dan Itu langsung membuatnya besar kepala, dan menjadi orang yang super menyebalkan.
Keluarga dari pihak Mama kandungku juga sempat minta ke Amilio agar aku tinggal dengan mereka, tapi dia enggak pernah mau dengar. Dan sialnya, Mama sudah meninggal gara-gara Pneumonia waktu aku masih tiga tahun. jadi, tante, om, sama sepupuku lah satu-satunya keluarga Margot yang aku punya.
Aku curiga, Amilio menahanku cuma untuk mengincar warisanku yang baru akan cair nanti saat aku umur dua puluh lima. Dia sudah menghabiskan lebih dari setengah bagiannya sendiri, buat judi, alkohol, sama main perempuan.
"Sebentar lagi, Ree. Tunggu aja!" katanya dengan percaya diri.
Dulu, Amilio adalah anak kesayangan Papa, meskipun dia cuma anak tiri dari silsilah kami, keluarga Margot. Jadi wajar saja kalau Papa menitipkan urusan keuangan ke dia.
Minna Santoro, Mamanya Amilio menikah sama Papa, dua tahun setelah Mama kandungku meninggal. Waktu itu aku masih lima tahun, sedangkan Amilio sudah tiga belas. Jadi, kita dibesarkan bersama layaknya kakak-adik pada umumnya. Tapi entah bagaimana, dia tiba-tiba berubah, menjadi sosok yang kasar, egois, dan rakus.
Aku enggak tahu akan bagaimana nasibku saat umur dua puluh lima tahun nanti, tapi yang jelas Amilio enggak akan dapat sepeser pun dariku. Aku cuma berharap bisa pergi membawa warisan itu ke tempat yang dia enggak bakal bisa menemukanku.
Aku berdehem, “Ya, udah. Terserah. Aku mau ke toilet dulu!”
Mata Amilio sudah sibuk mengikuti cewek cantik yang baru saja masuk, jadi dia enggak sadar saat aku bangkit dari kursi.
Aku jalan ke belakang restoran, melihat-lihat sekitar. Restoran ini bernama Santera, miliknya Remy Arnold. Aku juga cuma beberapa kali saja melihatnya. Soalnya kelima Boss Marunda itu sangatlah mengerikan. Mereka terkenal sadis kalau sudah bicara soal bisnis.
Tumbuh di lingkungan Marunda membuatku paham betul kenapa semua orang takut kepada lima keluarga itu. Bahkan Amilio saja takutnya setengah mati sama mereka. Di depanku saja dia sok keras, tapi begitu harus bicara sama anak buah Remy Arnold, dia berubah jadi pengecut dan enggak ada harganya. Dan setiap kali dia harus menelan harga dirinya, yang jadi sasaran marahnya itu justru aku. Terakhir kali Big Jonny, anak buah Remy Arnold, menegur Amilio gara-gara kerjaannya lambat, dan dua tulang rusukku pun jadi korban.
"Ingat Amilio, karma itu berlaku," gumamku, ketika mengingat hal itu.
Saat menghajarku, dia jarang meninggalkan bekas di wajah, soalnya dia suka sekali memamerkanku ke cowok-cowok bujang di Marunda. Aku tahu dia berencana menikahkanku dengan salah satu dari mereka, tapi dia lagi menunggu warisanku cair dulu.
Aku masuk ke toilet. Setelah buang air, aku cuci tangan, terus retouch lipstik. Aku perhatikan gaun Peach Muda yang aku pakai, jangan sampai kainnya menyangkut di daleman. Pernah terjadi sama Cindy waktu kita umur empat belas, dan aku malu setengah mati gara-gara sepupuku itu. Sejak itu, aku selalu pastikan bajuku rapi.
Tatapanku balik lagi ke kaca, aku angkat dagu tinggi-tinggi. “Cuma dua tahun lagi kamu ada di neraka ini, Ree! Habis itu kamu bisa pergi dan mulai hidup baru!”
Begitu keluar dari toilet, tiba-tiba ada pintu kantor yang terbuka di sebelah kananku. Refleks, aku pun menengok ke arah suara itu. Dan seketika, hawa dingin langsung menjalar ke tubuhku.
Aku melihatnya dengan jelas, Remy Arnold sedang memegangi leher seorang laki-laki. Aku enggak bisa dengar apa yang mereka bicarakan, tapi saat Big Jonny keluar dari ruangan, aku lihat Remy menusukkan pisau ke tenggorokan lelaki itu.
"Ya, Tuhan!!!!" Teriakanku pun langsung membuat Big Jonny menengok ke arahku. "Sial!"
Aku harus kabur, tapi bahkan belum sampai melangkah, tangan kasarnya sudah meraih lenganku dan menyeretku ke dalam kantor itu.
Enggak.
Enggak.
Enggak.
“Ampun. Aku enggak lihat apa-apa,” mohonku. Big Jonny pun cuek saja, dan itu membuatku makin panik. “Aku enggak bakal cerita ke siapa-siapa. Please!!!”
Aku didorong masuk ke ruangan itu, sampai hampir jatuh. Pandanganku langsung menancap ke arah Arnold, dia sedang mengelap pisau yang berlumuran darah. Pemandangan itu membuatku terbujur kaku di tempat.
Dengan kepala menunduk, dia pun bicara pelan, “Beresin mayatnya!"
Mataku membelalak saat melihat tubuh laki-laki tadi diseret keluar melewati pintu samping sama Benny. Jejak darah yang menempel di lantai hampir membuatku muntah.
Tuhan, aku sudah berusaha menjadi anak baik.
Aku enggak pernah pacaran.
Aku selalu menjaga kesucianku untuk suamiku kelak.
Tiap Minggu aku juga rajin ke gereja.
Tolong keluarkan aku dari situasi ini.
Aku layak diselamatkan, Tuhan.
cepetan update lagi ✊