NovelToon NovelToon
REVENGE

REVENGE

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Yatim Piatu
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Nona Jmn

Sejak kematian ayahnya yang misterius, Elina diam-diam menyimpan dendam. Saat Evan—teman lama sang ayah—mengungkapkan bahwa pelakunya berasal dari kepolisian, Elina memutuskan menjadi polisi. Di balik ketenangannya, ia menjalankan misi berbahaya untuk mencari kebenaran, hingga menyadari bahwa pengkhianat ada di lingkungan terdekatnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona Jmn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jejak yang belum terungkap

Di ruang perawatan rumah sakit, suasana tampak tenang. Bau obat-obatan menyengat bercampur dengan aroma antiseptik yang menusuk hidung. Alaric terbaring di ranjang pasien, masih dengan perban di bahu dan beberapa luka di lengannya. Tatapannya kosong menatap langit-langit kamar, tapi pikirannya tak berhenti berputar pada satu hal—atau lebih tepatnya, satu orang.

Valencia.

Ia masih mengingat jelas malam di pelabuhan itu—bagaimana Raden memanggil nama Valencia seolah mereka pernah kenal lama. Tatapannya yang diberikan pria itu bukan tatapan asing, melainkan tatapan seseorang yang sudah tahu siapa lawannya. Kenapa dia terlihat akrab dengan Raden? Apa mungkin mereka punya masa lalu? Pertanyaan itu terus berputar di kepalanya, membuat dadanya terasa sesak.

Suara pintu terbuka pelan memecah lamunannya. Cakra dan Bayu masuk membawa buah tangan dan senyum lebar.

"Yo, Kapten keras kepala udah bangun," celetuk Cakra sambil menaruh kantong buah di meja.

Bayu tertawa kecil. “Untung aja lo masih hidup, Ric. Kalau nggak, laporan kita bisa-bisa ketunda sebulan.”

Alaric menatap mereka dengan senyum tipis. “Bisa-bisanya kalian masih sempat bercanda. Gue kira kalian sibuk ngurus Raden.”

“Raden kabur, Ric,” jawab Cakra sambil mendesah. “Tim pelabuhan cuma nemuin sisa-sisa barang bukti dan mobil yang udah ringsek.”

Alaric menghela napas panjang. “Jadi... dia lolos, ya.”

“Untuk sementara, iya. Tapi kita udah dapet jejaknya.” jawab Bayu. Ia lalu menarik kursi dan duduk di samping ranjang. “Yang penting lo sembuh dulu. Jangan mikirin yang aneh-aneh.”

Alaric menatap kedua sahabatnya dengan sorot mata tenang, meski dalam hatinya masih terasa gelisah. Setelah beberapa detik hening, ia akhirnya bertanya pelan,

“Bagaimana kondisi Valencia?”

Bayu sempat melirik Cakra sebelum menjawab. “Nggak parah, cuma lecet sama sedikit memar. Dokter bilang dia cuma perlu istirahat.”

Alaric mengangguk kecil, lalu bertanya cepat, “Dia istirahat di rumah?”

“Iya,” jawab Bayu. “Dia minta pulang sendiri… lagipula, dia kan memang tinggal sendirian.”

Nama itu—Valencia—membuat dada Alaric terasa sesak sesaat. Ada sesuatu di cara Bayu mengucapkannya, nada suaranya terdengar sedikit ragu, seolah menyembunyikan sesuatu.

Alaric menatap kosong ke arah dinding, lalu menggumam nyaris tak terdengar,

“Sendirian, ya…”

Nada suaranya rendah, mengandung keraguan yang tak bisa ia sembunyikan, seakan tengah menimbang sesuatu yang tak ingin diakuinya sendiri.

Sebelum percakapan berlanjut, pintu kembali terbuka. Kali ini sosok yang masuk membuat ketiganya langsung menegakkan tubuh.

“Selamat siang.”

Itu Andra. Sang komandan berdiri di ambang pintu dengan wajah serius seperti biasa, jas panjangnya bergoyang ringan tertiup angin dari lorong.

“Komandan,” sapa Cakra dan Bayu hampir bersamaan.

Andra berjalan mendekat dan berhenti di sisi ranjang Alaric. “Bagaimana kondisimu?”

“Masih agak nyeri, Pak. Tapi sudah jauh lebih baik,” jawab Alaric sopan.

Andra mengangguk kecil. “Bagus. Kau beruntung masih hidup, Ric. Pelabuhan timur... bukan tempat yang bisa dianggap enteng.”

Alaric menunduk. “Saya seharusnya bisa lebih waspada. Kami tidak menduga Raden sudah menyiapkan jebakan.”

“Tidak perlu menyalahkan diri sendiri,” ucap Andra tenang, menatap Alaric yang masih bersandar di ranjang pasien. “Kau sudah melakukan tugasmu dengan baik. Yang penting sekarang, fokus pada pemulihanmu.”

Alaric menunduk sedikit. “Saya hanya menyesal, Komandan… kalau saja saya sedikit lebih cepat—”

Andra mengangkat tangan, menghentikan ucapannya. “Kau sudah cukup berbuat banyak. Tidak semua hal bisa kita kendalikan di lapangan, Alaric.”

Suasana di ruangan itu sempat hening beberapa saat. Hanya suara alat monitor yang terdengar samar di sudut ruangan. Cakra dan Bayu berdiri di sisi lain, masih memperhatikan rekannya itu.

Andra lalu menoleh pada keduanya. “Pastikan semua laporan dari pelabuhan sudah masuk sore ini. Saya butuh data lengkap sebelum tengah malam.”

“Siap, Komandan,” jawab Cakra cepat.

Andra kembali menatap Alaric. “Kalau kau sudah cukup kuat, saya ingin kau ikut rapat internal minggu depan. Tapi jangan paksakan diri dulu.”

“Baik, Komandan,” jawab Alaric dengan nada mantap, meski sorot matanya masih menyimpan keraguan yang sulit disembunyikan.

Setelah memberi beberapa pesan tambahan, Andra akhirnya melangkah keluar dari ruang perawatan. Begitu pintu tertutup, suasana di dalam menjadi lebih tenang.

Bayu menepuk bahu Alaric pelan. “Sudahlah, Ric. Jangan dipikirin dulu. Fokus sembuh. Nanti kalau lo udah pulih, baru kita lanjut urus kasusnya.”

“Benar,” sambung Cakra dengan senyum tipis. “Raden gak bakal bisa lari lama. Kita semua tahu dia pasti ninggalin jejak.”

Alaric mengangguk pelan, tapi tatapannya tetap kosong ke arah jendela. Dalam hatinya, rasa penasaran itu terus tumbuh. Ada banyak hal yang tak sempat ia tanyakan di pelabuhan—terutama tentang Valencia dan semua hal yang mengelilinginya.

Ia menatap ke luar jendela, membiarkan cahaya sore menyapu wajahnya. “Ada sesuatu yang belum beres,” batinnya lirih. Dan ia tahu, selama jawabannya belum ditemukan, hatinya tidak akan benar-benar tenang.

1
Alfi Hidayati
cerita yg bgus..
bab slnjut ny thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!