Kenziro & Lyodra pikir menikah itu gampang. Ternyata, setelah cincin terpasang, drama ekonomi, selisih paham, dan kebiasaan aneh satu sama lain jadi bumbu sehari-hari.
Tapi hidup mereka tak cuma soal rebut dompet dan tisu. Ada sahabat misterius yang suka bikin kacau, rahasia masa lalu yang tiba-tiba muncul, dan sedikit gangguan horor yang bikin rumah tangga mereka makin absurd.
Di tengah tawa, tangis, dan ketegangan yang hampir menyeramkan, mereka harus belajar satu hal kalau cinta itu kadang harus diuji, dirombak, dan… dijalani lagi. Tapi dengan kompak mereka bisa melewatinya. Namun, apakah cinta aja cukup buat bertahan? Sementara, perasaan itu mulai terkikis oleh waktu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ann Rhea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wangi Lain
Lyodra sudah merasa lebih baik, ia mendorong keranjang pakaian kotor ke tempat mesin cuci. Kali ini ia ingin belajar memanfaatkan waktu luang dirumah dan merasakan jadi ibu rumah tangga menungggu pemulihannya cepat selesai sekalian cari keringat.
Padahal pembantunya sudah melarangnya mengerjakan itu tapi ia memaksa.
Begitu ia memasukan satu persatu pakaian ke dalam mesin, ia memegang jas biru tua bekas malam itu. Ia merogoh isinya takut ada benda penting yang tertinggal, karena waktu itu saja jam tangan mahalnya tertinggal disaku dan tergilas mesin. Benda seharga puluhan juta malah berakhir jadi korban cucian dan jadi rongsokan.
Tapi begitu ia tak sengaja mencium aroma kainnya berubah. Seperti ada campuran wangi lain. Ia tahu persis itu parfum perempuan tepat di bagian dada dekat baju. Hanya bagian itu saja. Itu jelas bukan wangi dirinya. Lantas waktu siapa? apa hanya sekedar tak sengaja bertabrakan dengan wanita lain atau Kenziro sudah bermain api?
Tangan Lyodra gemetaran begitu memasukan jas itu ke dalam sana. Sebelum masuk ke dalam air, tapi ia tarik lagi, kecuali itu tidak akan ia cuci. Begitu Kenziro pulang nanti akan dia tanyakan, wangi siapa itu begitu kuat disana?
Lyodra saja menyukai wangi itu tapi wanginya bau wangi murahan. Apalagi Kenziro, dia pasti lebih betah mencium aromanya. Tapi ia juga tak munafik, hatinya sakit, mulai berpikir yang tidak-tidak.
Ini baru saja jam sebelas siang, tapi bagaimana bisa ia menunggu sampai sore untuk meminta klarifikasi. Ia pun hanya bisa tarik napas, buang terus tahan lagi sampe mampus.
Perempuan itu tetap melanjutkan mencuci. Hal yang tidak pernah ia pegang seumur hidup karena cukup diselesaikan para asisten. Tapi kali ini ia ingin mencobanya. Ingin tahu rasanya jadi rakyat jelata. Apa mungkin untuk berjaga jika saja kemewahannya menurun?
Usai cuciannya selesai ia mendorong keranjang jemuran ke belakang. Menyusunnya sebisa mungkin, serapih mungkin agar enak dilihat.
Abis itu cari kesibukan lain, biar gak kepikiran soal wangi baju tadi. Biar emosinya gak makin meledak. Dari nonton film terus main game, tetap saja ia kesal.
Akhirnya nelponin Kenziro tapi gak juga dijawab, mungkin lagi meeting kali ya atau gimana. Malah yang chat dia itu Nadeo yang nanyain kabarnya gimana. Terus dia juga malah menawarkan diri jadi teman ceritanya kalau perlu.
Awalnya ditahan, mau di rahasiakan tapi tetap saja kalah dengan rasa kesalnya dan kebablasan cerita apa yang dia rasakan dan yang dia pikirkan.
"Semalem gue juga absen kesana jadi gak tau, tapi bentar gue coba tanya deh sama temen gue."
"Iya yaudah deh," katanya. Yang merasa ditolong.
Beberapa detik hening sampai akhirnya dia bertanya. "Gimana?"
"Bener," jawab Nadeo. "Katanya iya, malahan mereka sampe pelukan dan ya parahnya ciuman anjir gila banget."
Tangan Lyodra terkepal kuat. "B*ngsat," umpatnya. Ia berguling di tempat tidur dan memukuli kasurnya.
"Tenang dulu Ly, nanti coba tanyain aja baik-baik sama Ken, kalau dia gak mau ngaku tonjok aja," jawab Nadeo di iringi tawa.
Lyodra terisak sebentar lalu menghela napas. Ia sudah tak tahan lagi ingin mengamuk. "Apa sekarang yang bisa gue lakuin?"
"Berenang coba biar bisa tenang."
Tapi Lyodra masih demam mana mungkin bisa berenang. Kalau nambah mengigil gimana?
Hanya saja usai mendengar itu, panas di badannya turun berganti panas di hati. Lyodra pun mengakhiri panggilan, kemudian berjalan cepat ke belakang rumah terus menceburkan diri. Ia menenggelamkan dirinya berharap bisa meredam rasa sebal.
Bagaimana bisa Kenziro mau mencium perempuan lain? Di acara penting begitu. Mana dihadapan banyak orang.
Lyodra muncul ke permukaan dan menepuk-nepuk air begitu keras.
"Arghh Kentut kenapa nyebelin banget sih?"
Seketika dingin menerpa, tubuh Lyodra menggigil. Tapi ia abaikan dan balik lagi misuh-misuh di dalam air. "Arghh Kenziro!"
Rasa dongkol tidak bisa di tahan, Lyodra meraung, berteriak keras, tak peduli ada yang mendengarnya. Lalu mendongak, menatap langit cerah dan ingin menangis sejadi-jadinya.
"Ken! Kamu bener-bener bikin aku kesel."
--✿✿✿--
"Ada apa lagi anda kesini?" tanya Kenziro begitu dingin dan cetus begitu Aura datang lagi untuk ketiga kalinya tanpa jeda di waktu yang berdekatan.
Sebelumnya memang dengan alasan pekerjaan tapi kali ini berbeda, dia mulai berani terang-terangan untuk menggoda Kenziro bahkan mengajak makan siang bersama.
Meskipun terus ditolak berkali-kali, Aura pantang menyerah, ia tetap datang lagi. "Aku gak akan berhenti lho Mas."
Mas? Jijik. Kenziro tidak suka di panggil itu apalagi oleh perempuan lain, yang jelas bukan kekasihnya.
Mungkin nanti bisa?
"Aura, tolong jangan menguji kesabaran saya!"
Aura tertawa menyeramkan. Seakan ia tidak takut apapun. Lantas tangannya terlipat di dada. "Orang-orang mulai heran lho Mas karena aku bolak balik terus ke ruangan kamu. Dan itu bisa menimbulkan tanya juga curiga kalo kita beneran ada apa-apa. Makanya mending langsung aja turutin permintaan aku."
Tak bisa di biarkan, Kenziro pun menekan nomor satpam untuk menyuruh dia mengusirnya.
"Kalau kamu ngusir aku, aku bakalan ngomong ke seluruh dunia kalau kita punya hubungan gelap." Aura mencondongkan tubuhnya, memegang tangan Kenziro yang langsung ditepis. "Jadi?"
Tangan Kenziro terkepal. "Saya tau yang anda inginkan hanya uang, lantas butuh berapa juta?"
"Aku gak mau memeras kamu. Aku cuman mau posisinya mbak Lyodra di hati kamu," jawabnya begitu edan.
Kenziro rasanya ingin menoyor wanita dihadapannya. "Segera buat surat pengunduran diri."
"Kenapa? Oh aku tau, kamu mau sembunyikan aku dari dunia biar kita beneran bisa main belakang kan?"
Napas Kenziro semakin memburu, tangannya terkepal kuat menahan emosi. Ia tidak pernah merasa risih seperti ini. Sampai rasanya mau menghajar wanita itu ditempat. "Keluar!"
"Kalau aku gak mau keluar?" Aura tersenyum miring, ia pun mendongak begitu Kenziro berdiri menjauh darinya. Dengan lancang ia mendekat, memegang dadanya.
Kenziro jelas mendorongnya dimana Aura hampir jatuh malah menarik tangannya hingga seakan-akan itu adalah adegan romantis begitu satpam datang.
Karena hanya bawahan, pria itu hanya menundukkan pandangan lalu meminta maaf.
Aura pun berdiri tegak, ia sempat berbisik. "Kalo hari ini gagal, masih ada besok. Aku yakin berhasil." Ia pun melangkah pergi tanpa perlu di usir secara paksa.
Kepala Kenziro berasa memanas. Bagaimana caranya ia memecat Aura atas kesalahannya dalam bekerja? Biar masuk akal. Pria juga bisa merasa dilecehkan.
Entah kenapa sejak tadi ia terus kepikiran sama Lyodra. Ada apa sama dia ya? Apa dia baik-baik saja?
Kenziro butuh pelipur lara. Ia rindu suara perempuannya, hingga memilih melakukan panggilan video tapi di tolak berkali-kali. "Gak biasanya gini," ucapnya dalam hati begitu merasa aneh dan janggal.
Untungnya sebentar lagi jam kerjanya selesai. Jadi ia bisa buru-buru bersiap lalu pulang.
Begitu sampai dirumah, suasana sunyi berbeda dari sebelumnya. Kenziro sempat bertanya ke asisten dirumah dimana Lyodra berasa. Katanya dia sudah mengurung diri sejak tadi siang, lebih tepatnya selesai berenang ditengah hari.
Lantas hatinya gelisah perasannya cemas tak menentu. Kenziro buru-buru menghampirinya dimana pintunya terkunci. Ia ketuk berulang kali tak ada jawaban.
Ah iya Kenziro lupa, dia punya kunci cadangan. Cepat-cepat ia buka dan ruangan tertutup dan panas juga gelap. AC nya mati. Ia menyalakan saklar lampu dan menyala. Lyodra menggigil dibalik selimutnya. Badannya begitu panas, wajahnya sangat pucat.
"Sayang?"
Lyodra membuka matanya, kepalanya sangat pusing. Ia hanya menatapnya sekilas dan tidak mau bicara lagi. Dari tadi sudah di buatkan ia tidak mah bicara tidak mau marah, hanya mau sendiri. "Pergi, aku mau sendiri."
"Sayang... ada apa?"
Namun, dia malah membelakanginya dan tidak pernah bersuara lagi untuknya.
Membuat Kenziro bingung, dia marah kenapa coba?
Di bujukpun percuma, lebih baik ia telepon dokter biar cepet sembuh terus beliin apapun yang dia suka. Dari makanan, minuman dan bunga.
Saat keluar dari toko bunga, Kenziro tak sengaja bertemu dengan Nadeo yang tengah bertengkar dengan mantan istrinya.
Begitu Kenziro melihatnya dan mereka selesai bertengkar. Terlihat wanita itu bergegas pergi meninggalkan Nadeo yang tampaknya masih ingin bicara dengannya.
"Eh Ken," sapanya yang terlihat kikuk.
"Hai, sorry gue gak sengaja tadi denger dikit."
Nadeo menyengir lebar. "Iya nih, biasalah ributin masalah yang udah lalu. Soal harga gono-gini."
Setahu Kenziro, perjanjian pranikah mereka itu tertulis kalau seluruh harta akan jatuh ke pihak yang dirugikan. Yaitu Gea. Karena di hubungan ini Gea sangat dirugikan, dia mengalami gaslighting ekstrem dan juga korban perselingkuhan. Makanya sekejap, Nadeo bangkrut akibat ulahnya sendiri.
"Lyly gimana kabarnya? Udah lama gak masuk kantor, katanya sakit ya?"
Kenziro mengangguk. "Iya, ini gue baru aja beli bunga buat dia."
"Sorry nih sebelumnya cuman tadi siang dia sempet nanya ke gue, soal lo sama Aura," jawab Nadeo terlihat canggung.
Dahi Kenziro mengerut. "Oh gimana?"
"Dia nanya apa bener lo ciuman sama Aura semalem. Gue jawab aja gak tau, kan gue gak dateng. Emang bener Ken?"
Sialan! Mati Kenziro. Dia dalam bahaya.
"Oh engga, salah itu cuman gosip murahan," katanya berusaha alibi saja. Karena malu.
Hal itu membuat Nadeo tidak menyangka kalau Kenziro akan berbohong.
"Tapi tadi suaranya marah banget, gue denger nangis sih abis nanya gitu eh dimatiin, belum sempet juga gue nanya."
Kenziro akhirnya menemukan jawabannya. Ia segera pulang. "Thanks infonya. Keknya itu alasan dia marah deh sekarang."
Begitu sahabatnya pergi. Nadeo tersenyum miring. "Akhirnya."