Jia dan Liel tidak pernah menyangka, bahwa dimulai dari sekotak rokok, pertemuan konyol di masa SMA akan menarik mereka ke dalam kisah penuh rahasia, luka, dan perjuangan.
Kisah yang seharusnya manis, justru menemukan kenyataan pahit. Cinta mereka yang penuh rintangan, rahasia keluarga, dan tekanan dari orang berpengaruh, membuat mereka kehilangan harapan.
Mampukah Jia dan Liel bertahan pada badai yang tidak pernah mereka minta? Atau justru cinta mereka harus tumbang, sebelum sempat benar-benar tumbuh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Avalee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siapa yang Kamu Pilih?
Jia membuka matanya. Langit-langit kamar berwarna putih menyambut pandangannya. Bau alkohol serta obat-obatan menyengat menusuk hidungnya.
Tanpa bertanya kepada siapapun, Jia tahu bahwa dirinya berada di rumah sakit, tidak mungkin berada di surga.
“Jia, syukurlah kamu sudah sadar,” ucap Kay pelan seraya mengelus dada.
“Kay, kamu—”
“Ya, ini aku, sepertinya aku harus segera pulang. Kamu tidak sendiri, ada Liel yang menemanimu.” lanjut Kay pelan seraya memegang tangan Jia.
Seketika Jia melihat Liel yang tengah duduk di sofa, lalu secepat kilat melayangkan pandangannya kembali kepada Kay.
Dia mencoba bangun, ingin segera duduk, namun tidak mampu karena sakit kepala yang hebat menderanya.
“Hei, berbaringlah. Liel sudah memastikan penanganan yang dilakukan padamu berjalan dengan tepat. Lalu, tempat di mana kamu berada sekarang, dia juga yang mengurusnya.”
Tanpa menoleh ke arah Liel, Jia tetap fokus berbicara kepada Kay. ”Ah, bagaimana bisa kamu menemukanmu tadi?”
“Aku adalah salah satu anggota perpustakaan, saat hendak mengunci pintu, aku mendengar keributan di parkiran sekolah, disanalah aku menemukanmu … Jia.” tutur Kay pelan.
“Aku tidak tahu harus melakukan apa untukmu selain mengucapkan kata ‘terima kasih' padamu Kay.”
“Sama-sama Jia, kalau begitu aku pamit dulu, supirku sudah menungguku.”
Kini hanya tersisa Jia dan Liel, di kamar rumah sakit yang cukup luas. Jia mengamati sekelilingnya. Fasilitas yang serba ada, mulai dari makanan, minuman, kasur tambahan, sofa yang empuk dan televisi.
“Hm,bagaimana bisa, seorang siswa SMA menyewa sebuah kamar rumah sakit dengan akses VIP seperti ini, sudah pasti dia bukan orang sembarangan?” Batin Jia dalam hati.
“Apapun yang Kay katakan padamu, jangan langsung percaya, terkadang dia hanya bercanda,” ucap Liel memecah keheningan.
“Baiklah, terima kasih sudah membantuku, untuk keperluan lainnya dan tagihan biaya rumah sakit, biar aku yang mengurusnya,”
“Tidak perlu, aku sudah membayar semuanya.”
Jia membeku sejenak, alisnya bertautan. “Mengapa kamu bertingkah seenaknya? Kamu bukan orang tuaku.”
“Aku pikir kamu akan tertidur lebih lama, jadi aku berinisiatif mengurus semuanya.”
“Aku bukan putri tidur!!”
Suasana menjadi hening, saat Liel tidak membalas perkataan Jia, membuat suasana semakin canggung.
Pada akhirnya, Jia membuka mulutnya, karena ada sesuatu yang membuatnya penasaran dan hanya Liel yang mampu memberikan jawaban tersebut.
“Hm Liel, apa kamu menyukai wanita?”
Liel terkejut, dia hampir saja tidak mampu menahan rasa kesal yang menguasai dirinya. “Wah, ada apa ini? Sepertinya otakmu benar-benar terganggu setelah terluka?”
Jia memaksa sambil meremas selimutnya. “Hei, jawab saja! Jangan bertele-tele!”
Liel segera menghampiri dan berada di samping ranjang Jia. “Aku normal, camkan itu!!” Balasnya seraya menatap Jia tajam.
Seketika Jia terdiam dan tidak ingin membahasnya lagi. Detak jantungnya berdegup kencang, saat jarak Liel terlalu dekat dengan dirinya.
Kemudian matanya menjadi liar saat mengamati penampilan Liel malam ini. Dia tampak jauh lebih tampan dengan setelan sweater dan celana panjang hitam.
Parfum yang dipakainya membuat Jia lupa dengan bau obat-obatan. Wangi manis dan ‘musky’ yang berasal darinya, menambah kesan maskulin. Jia menyukai bau ini. Bau yang cocok jika hanya Liel yang menggunakannya.
“Apa kamu mendengarku? Katakan padaku jika kamu merasa sakit.” ucapnya sembari menyodorkan beberapa kertas hasil lab.
“Hasil pemeriksaan? A–aku mengalami cedera otak?” sahut Jia dengan panik.
“Ya, dokter menjelaskan hasil observasimu padaku. Kamu mengalami gegar otak ringan. Jika terasa mual dan pusing, itu hal yang wajar, mengingat efek dari benturan. Luka di pelipis mu juga sudah dijahit dengan baik, jadi kamu tidak perlu khawatir.” jelas Liel secara rinci.
“Baiklah, tetapi aku sudah merasa jauh lebih baik, aku harus segera pulang.”
“Dokter menyarankan, kamu harus bertahan disini selama lima hari. Rontgen ulang harus dilakukan untuk mengecek kembali apakah isi kepalamu sudah lebih baik dari sebelumnya.”
“ibu belum tahu jika aku berada di rumah sakit, tidak mungkin jika Liel yang menemaniku malam ini?” batin Jia dalam hati seraya menggelengkan kepalanya.
“Apa yang sedang kamu lakukan?? Jangan berpikiran yang tidak pantas. Aku akan menelpon orang tuamu, berikan saja nomornya sekarang?” tanya Liel dengan tegas.
Jia terkejut, Liel seakan mampu membaca pikirannya. “Percuma, ibuku tidak akan mengangkatnya, saat ini dia pasti sedang sibuk,” ucapnya lirih.
Liel terdiam cukup lama. Kemudian terlihat dirinya menelpon seseorang. Tidak berselang lama, dia mengatakan pada Jia bahwa Nata akan datang menemaninya malam ini.
“Jadi, siapa yang kamu pilih?” tanya Liel memecah keheningan.
“Apa maksudmu … ” balas Jia dengan penuh kebingungan.
“Reonald atau Den?”
Pertanyaannya sungguh memuakkan. Pasalnya, Jia tidak dalam keadaan menyukai Den maupun Reonald.
“Apakah Liel Cemburu? Ah tidak mungkin.” batinnya dalam hati.
Tanpa basa basi, Jia dengan sigap menjelaskan bahwa dia tidak akan memilih siapapun. Kedua pria tersebut tidak pernah ada dalam hatinya.
Liel menyipitkan matanya, menatap dengan curiga. “Benarkah? Lalu mengapa menerima sekotak susu putih pemberian Reonald? Apa kamu ingin kasus Den terulang lagi?”
Jia memicingkan matanya. Wajahnya tampak kesal. Meski perkataan Liel menyebalkan, tidak bisa dipungkiri bahwa apa yang dikatakannya memang benar adanya.
“Aku hanya tidak enak saat harus menolak pemberian mereka.”
“Jia, coba dengarkan aku, sebenarnya, Ini bukan lagi tentang sekotak susu atau Den. Ini soal kamu yang terlalu baik, sampai Den salah tanggap dan berani obsesif terhadapmu.”
“Ya itu karena hanya sebatas menghargai, tidak lebih!”
Keheningan yang panjang terjadi. Namun Liel dengan nada rendahnya menenangkan Jia. “Baiklah, kedepannya, jika hanya sekotak susu, kamu bisa memintanya padaku, bahkan satu truk mini pengangkut susu kotak akan kuberi padamu”
“Hei, siapa yang akan meminum susu sebanyak itu, jangan bercanda!! Bukankah kita tidak cukup dekat untuk saling meminta seperti itu?”
“Kamu dan Reonald juga tidak cukup akrab untuk saling berbagi sekotak susu, namun kamu menerimanya? Mengapa hanya kepadaku kamu menolak dengan tegas?” balas Liel menyeringai dengan suara rendah.
Jia mengatup kencang mulutnya. Dia merasa bingung, mengapa hanya kepada Liel, dia merasa malu dan tidak nyaman. Suasana kian memanas, suara mereka naik.
Liel akhirnya berdiri, mendekap kertas hasil medis itu di dada. “Lupakan! Aku tidak tahu mengapa aku masih di sini.”
Nata datang di tengah ketegangan yang ada, membuat Jia terdiam tanpa mampu menjawab pertanyaannya. Liel pun segera memutuskan untuk pergi, saat melihat Nata sudah berada di ruangan.
Meski Jia tidak dapat membaca raut wajah tanpa ekspresi Liel, namun Jia mampu merasakan kekecewaaan yang ditujukan Liel kepadanya.
Segera Jia mengalihkan perhatiannya kepada Nata, yang sedari tadi begitu mengkhawatirkan dirinya. Jia berusaha menenangkannya, daripada harus menceritakan perdebatan yang baru saja terjadi antara dirinya dan Liel.
“Apa kepalamu masih sakit? Benar-benar gila, apa ini semua perbuatan Sanna?”
“Bukan, aku terjatuh saat berbicara dengannya.”
“Benar begitu? Liel mengatakan di telepon tadi bahwa Kay melihat Sanna berlari setelah melihatnya datang untuk membantumu?”
Jia terdiam sejenak, sebelum melanjutkan pertanyaannya. “Telepon dari Liel? Uhm ... jadi, bagaimana bisa dirimu dan Liel saling menelpon satu sama lain? Bukankah aku harus mendengar penjelasan ini darimu?”
Keheningan yang panjang terjadi. Meski canggung, Nata berusaha memahami kondisi Jia yang saat ini sedang terluka. Bahkan, Nata sudah siap jika dicecar pertanyaan terkait Liel.
,, suka deh puny sahabat macam Nata