Arumi Bahira, seorang single mom dengan segala kesederhanaannya, semenjak berpisah dengan suaminya, dia harus bekerja banting tulang untuk membiayai hidup putrinya. Arumi memiliki butik, dan sering mendapatkan pesanan dari para pelanggannya.
Kedatangannya ke rumah keluarga Danendra, membuat dirinya di pertemukan dengan sosok anak kecil, yang meminta dirinya untuk menjadi ibunya.
"Aunty cangat cantik, mau nda jadi mama Lion? Papa Lion duda lho" ujar Rion menggemaskan.
"Eh"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kikoaiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 35
Julia duduk di kursi besar di ruang tamu, matanya tertuju pada Arumi yang tampaknya cemas. "Bagaimana Rum, kamu sudah isi atau belum? Mommy sudah tidak sabar ingin menimang cucu lagi," tanyanya dengan nada yang hampir mendesak.
Arumi terdiam, bibirnya bergetar sedikit dan matanya berpindah-pindah antara Julia dan Alvaro, suaminya yang duduk di sebelahnya. Hatinya berdebar, tidak tahu harus menjawab apa.
Alvaro, yang merasakan kegelisahan istrinya segera menyela, "Sabar mom, kita menikah juga belum ada sebulan. Lagian cucu mommy sudah ada tiga, untuk apa nambah cucu lagi." Suaranya tenang namun tegas, berusaha menenangkan ibunya sekaligus melindungi Arumi.
Julia menghela napas, wajahnya menunjukkan kekecewaan yang tidak bisa disembunyikan. "Tapi kamu tahu, Mommy itu selalu senang kalau ada bayi di rumah. Rasanya rumah ini terlalu sepi tanpa tangis bayi," katanya, suaranya sedikit bergetar, menunjukkan kerinduannya yang mendalam.
Arumi hanya bisa menundukkan kepala, merasa tertekan dengan harapan dan desakan yang diberikan Julia. Sementara itu, Alvaro memegang tangan istrinya, memberi dukungan dan kekuatan dalam diam, mengirimkan pesan bahwa mereka akan melewati ini bersama.
"Semuanya juga butuh proses mom, tidak tiba-tiba jadi. Memangnya tiga cucu masih kurang?" tanya Alvaro heran.
"Tentu saja kurang, tiga saja tidak cukup untuk mengelola aset keluarga Danendra, mommy butuh banyak biar seluruh bisnis keluarga kita ada yang mengelolanya" seru Julia.
Alvaro menganga, tidak percaya dengan jawaban ibunya.
"Jangan bilang kamu belum menyentuh istrimu?" tanya Julia penuh selidik.
Alvaro menggaruk kepalanya yang tak gatal, pasalnya sampai sekarang dia belum juga menyentuh istrinya. Bukan tidak ingin, hanya saja dia ingin memantapkan perasaannya sebelum menyentuh istrinya.
Melihat keterdiaman putranya, membuat Julia paham kalau putranya itu belum menyentuh istrinya.
"Astaga Al, bagaimana istrimu bisa hamil kalau kamu tidak pernah menyentuhnya. Kamu ini sebenarnya normal tidak sih? Sudah dua minggu menikah tapi sampai sekarang belum melakukan malam pertama. Apa karena terlalu lama menduda membuat milikmu itu sudah tidak berfungsi lagi" tanya Julia vulgar.
"Enak saja, punyaku masih berfungsi ya. Mommy butuh cucu berapa? Sepuluh? Dua puluh? Aku pasti sanggup membuatnya" seru Alvaro tidak terima. Dia merasa harga dirinya turun di hadapan istrinya. Dia masih normal, hanya saja dia ingin memnatapkan hatinya terlebih dahulu sebelum menyentuh Arumi.
Uhukkkk......
Arumi memandang Alvaro dengan tatapan tak percaya, matanya membulat seraya memegangi leher yang terasa gatal karena tersedak. Mulutnya terbuka namun tak ada suara yang keluar.
Julia, yang duduk di sisi lain dengan cangkir teh di tangannya, mengangkat satu alisnya, tampak terkejut dan sekaligus terhibur oleh reaksi menantunya itu. Bibirnya yang selalu terlipat rapi itu kali ini terkembang membentuk senyum simpul.
"Ya ampun, Al, kamu ini bicara apa sih? Arumi saja sampai tersedak mendengarnya," ucapnya, mencoba menahan tawa.
Alvaro, yang semula tampak marah dan tersinggung oleh komentar mommy nya, kini tampak sedikit malu. Matanya yang tajam itu melirik ke arah Arumi, mencoba membaca ekspresi istrinya yang masih terlihat terkejut.
"Eh, maaf ya, Rum. Aku hanya bercanda. Tapi serius, Mommy tidak perlu khawatir, aku masih mampu," ujarnya mencoba melunakkan suasana dengan nada suara yang lebih lembut.
Arumi akhirnya menelan ludah, berusaha meredakan rasa gatal di tenggorokannya. Dia menghela napas, menatap Reynald dengan campuran keheranan dan kesal. "Cukup, Mas, Aku tidak ingin hamil sepuluh atau dua puluh kali," katanya, mencoba menyisipkan humor untuk mencairkan kecanggungan yang tiba-tiba muncul.
Julia tertawa kecil, menikmati dinamika antara menantu dan anaknya itu. "Baiklah, cukup. Yang penting kalian bahagia dan sehat. Itu saja sudah cukup bagi saya," ucapnya, meneguk tehnya, menutup percakapan itu dengan nada bijaksana.
Naka dan Bella menghampiri kedua orang tuanya, mata mereka terlihat sudah memerah karena mengantuk.
"Mama Bella nantuk, mau tidul" ucapnya sambil menguap.
"Naka juga mama, mau tidul di kamal mama aja, mau puk puk" ucap Naka sambil menggosok matanya.
Sebelum Arumi membuka suara, Julia sudah lebih dulu menyahuti ucapan mereka.
"Kalian tidur di kamar oma aja, nanti biar opa yang puk puk kalian" sela Julia.
Membuat Jason membulatkan matanya, ingin sekali dia protes. Namun, dia takut melihat tatapan tajam istrinya.
"Ayo tidur sama opa" ucap Jason pasrah. Terpaksa malam ini dia tidur berempat dengan cucunya
Karena sudah terlalu mengantuk, Naka dan Bella menurut saja. Jason menggendong keduanya dan membawanya menuju ke kamar pribadinya dengan sang istri.
"Sudah sana kalian tidur juga, malam ini biar mereka tidur di kamar mommy" ucap Julia dan pergi menyusul suaminya yang suah lebih dulu masuk ke kamarnya.
Arumi melihat ke arah suaminya, tetapi Alvaro hanya mengendikkan bahunya tidak tahu dengan maksud orang tuanya membawa semua anaknya tidur di kamarnya.
"Ayo kita tidur, biarkan malam ini mereka tidur di kamar mommy" ajak Alvaro seraya bangkit dari tempat duduknya.
Arumi mengangguk, mereka berjalan beriringan menuju ke kamarnya.
Ceklek......
Alvaro menekan hendel pintu, membuat pintu kamarnya terbuka. Dia dan Arumi melangkahkan kakinya masuk kedalam kamar.
Malam itu, angin berhembus lembut, menerobos masuk melalui celah jendela yang tidak tertutup rapat. Alvaro, dengan lelahnya, merebahkan diri di atas ranjang yang empuk. Sejurus kemudian, terdengar suara ketukan di pintu kamar yang membuatnya mengernyitkan dahi.
Dengan rasa penasaran, ia bangkit dan berjalan ke arah pintu. Sementara itu, Arumi yang baru saja selesai menyegarkan diri di kamar mandi, mengeringkan wajahnya dengan handuk.
Ceklek.....
Terlihat salah satu pelayan di rumahnya berdiri membawa sebuah minuman.
"Kenapa bi?" tanya Alvaro.
"Anu tuan, saya mau antar minuman ini untuk tuan" kata pelayan tersebut.
"Tapi saya tidak memesan minuman bi" bingung Alvaro.
"Saya tidak tahu tuan, saya hanya di suruh nyonya besar untuk mengantarkan minuman ini untuk tuan" terang pelayan.
Alvaro mengangguk dan menerima minuman tersebut. Ia meneguk minuman itu hingga tandas dan mengembalikan gelas tersebut kepada pelayan.
"Terima kasih bi" ucap Alvaro dan menutup pintu kamarnya kembali.
Alvaro berjalan ke arah pintu, terlihat sang istri sudah merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.
"Siapa mas?" tanya Arumi.
"Bibi" jawab Alvaro singkat sambil merangkak naik keatas tempat tidur. Dia ikut merebahkan tubuhnya di samping sang istri.
Lima belas menit kemudian, tubuh Alvaro terasa panas. Ia merasakan yang di bawah sana tiba-tiba menengang.
Dia menoleh ke samping melihat istrinya yang sudah memejamkan matanya, dengan bibir yang menganga lebar. Entah dorongan darimana tiba-tiba Alvaro merapatkan tubuhnya kearah sang istri.
Di tatapnya wajah sang istri dengan begitu dalam, ia mengulurkan tangannya mengusap bibir sang istri menggunakan ibu jarinya. Membuat Arumi merasa terusik.
"Mas kamu belum tidur" tanya Arumi sambil membuka matanya, dia terkejut melihat jarak dia dan suaminya begitu dekat.
Alvaro tidak menjawab, dia menarik tubuh istrinya dan memeluknya erat. Arumi menelan ludahnya merasakan sesuatu yang keras menyentuh pahanya.
"Aku ingin" ucap Alvaro lirih.
seharusnya ganti tanya Arumi
bagaimana servisku jg lbh enakan mana sm clara wkwkwk
Alvaro menyesal menghianati clara
kok minta jatah lagi sama arumi
itu mah suka al