Ternyata Aku Mencintainya

...~POV WILONA~...

Siang itu, pukul 14.20, suasana rumah Kelvin begitu tenang. Wilona baru saja selesai makan siang bersama orang tua Kelvin. Tiba-tiba suara dering ponselnya memecah keheningan. Nama Mira muncul jelas di layar.

Dengan ragu, Wilona mengangkatnya. Belum sempat ia menyapa lebih jauh, suara lantang langsung meledak dari seberang.

📞Mira.

“Wilonaaaa! Kamu gila ya?!”

Teriak Mira, membuat Wilona refleks menjauhkan ponsel dari telinga.

📞 Mira.

“Kamu udah pulang dari rumah sakit, KENAPA NGGAK KABARIN AKU?!” lanjut Mira dengan nada penuh amarah.

Wilona hanya bisa menepuk dahinya pelan. Ia benar-benar lupa memberi kabar.

📞Wilona.

“Ra… aku lupa, maaf,” ujarnya dengan suara pelan.

Namun Mira tak berhenti di situ.

📞Mira.

“Dan sekarang aku di rumahmu. Masalahnya… kenapa rumahmu kosong?! Ke mana kamu, hah?!”

Dengan sedikit canggung, Wilona akhirnya menjawab jujur.

📞Wilona.

“Aku lagi dirawat di rumah Kelvin, Ra. Orang tuanya nyuruh aku istirahat di sini dulu.”

Hening sesaat di seberang sana, sebelum Mira akhirnya membalas dengan nada tinggi,

📞Mira.

“Apa?! Kamu serius?! Ya sudah, tunggu aku. Aku ke sana, kirim alamatnya sekarang!” Sambungan pun terputus begitu saja.

Setelah menutup telepon dari Mira, Wilona segera keluar kamar menggunakan kursi roda, mencari Mamah Kelvin yang tengah duduk santai di ruang keluarga. Dengan suara pelan namun jelas, ia memberitahukan bahwa sahabatnya ingin datang menjenguk.

Mamah Kelvin hanya tersenyum hangat.

“Tentu saja boleh, Nak. Sahabatmu pasti ingin tahu keadaanmu. Biar Mama suruh ART menyiapkan jamuan untuknya.”

Wilona merasa lega, hatinya sedikit lebih tenang. Ia tahu, mamah Kelvin orangnya penuh perhatian, meski awalnya ia sempat canggung.

Kurang dari dua jam kemudian, sebuah mobil berhenti di depan pagar tinggi yang menjulang kokoh.

Security yang sudah diberi tahu sebelumnya langsung mengenali tamu itu dan dengan sigap membuka gerbang. Mobil pun melaju masuk, berhenti tepat di depan pintu utama rumah megah keluarga Kelvin.

Begitu kakinya melangkah turun, Mira langsung tertegun. Rumah itu begitu besar dengan arsitektur modern yang memancarkan wibawa.

Jendela-jendela besar berlapis kaca bening memantulkan cahaya. Halaman luas dengan taman tertata rapi membuat suasana tampak semakin berkelas.

Langkahnya terasa pelan, hampir ragu, seakan tak percaya sahabatnya kini tinggal sementara di tempat semewah ini.

Sesampainya di pintu, Mira disambut ramah oleh Wilona yang sudah menunggunya bersama mamah Kelvin.

“Ra…”

Wilona menyambut dengan senyum hangat, meski wajahnya masih terlihat pucat.

Mira segera meraih tangan sahabatnya itu yang duduk di kursi roda, memeluk erat tanpa banyak kata. Rasa lega sekaligus geram masih bercampur di dadanya. Namun, pandangannya sempat teralih pada sosok wanita anggun di samping Wilona.

Sempat terlintas di benaknya, ia membayangkan sosok wanita ini pasti keras dan galak, apalagi mengingat keluarga Kelvin yang terkenal terpandang. Tapi ternyata, senyum yang diberikan Mamah Kelvin begitu tulus.

“Terima kasih sudah datang, Mira. Wilona butuh teman di masa pemulihannya. Anggap saja rumah ini rumahmu juga,” ucap Mamah Kelvin dengan lembut.

Mira sempat terdiam, hatinya berdesir. Dugaan buruknya runtuh begitu saja. Justru, ia bisa merasakan betapa sayangnya wanita itu kepada Wilona, seolah sudah menganggapnya anak sendiri.

Mereka pun masuk ke ruang tamu yang luas. Mata Mira tak henti menelusuri setiap sudut ruangan.

Sofa empuk dengan bahan premium, karpet lembut, rak buku besar berisi koleksi yang tersusun rapi, hingga lampu kristal yang menggantung indah dari langit-langit. Semua detail itu membuat Mira makin terpesona.

Obrolan pun mengalir ringan. Mamah Kelvin menanyakan banyak hal tentang kebersamaan Mira dan Wilona, dan sesekali melemparkan gurauan kecil. Wilona hanya bisa tersenyum malu, hatinya hangat melihat dua orang yang ia sayangi bisa berbincang begitu akrab.

****

Waktu berjalan cepat. Tepat pukul enam sore, suara mesin mobil terdengar memasuki halaman. Pintu utama kembali terbuka, dan sosok Kelvin muncul dengan pakaian rapi usai pulang dari perusahaannya.

Wilona spontan tersenyum tipis. Di sisi lain, Mira refleks menoleh dan memicingkan mata, ekspresinya seperti menahan amarah yang sudah mengendap sejak siang.

Melihat reaksi sahabatnya itu, Wilona hampir tertawa kecil. Ia bisa menebak, Kelvin pasti akan jadi sasaran omelan Mira karena tidak memberi kabar soal kepulangannya.

...~POV WILONA END~...

...~VISUAL MIRA~...

...----------------...