NovelToon NovelToon
Malam Saat Ayahku Mati

Malam Saat Ayahku Mati

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Aulia risti

Di dunia tempat kepercayaan bisa menjadi kutukan, Izara terjebak dalam permainan kelam yang tak pernah ia pilih. Gadis biasa yang tak tahu-menahu tentang urusan gelap ayahnya, mendadak menjadi buruan pria paling berbahaya di dunia bawah tanah—Kael.
Kael bukan sekadar mafia. Ia adalah badai dalam wujud manusia, dingin, bengis, dan nyaris tak punya nurani.

Bagi dunia, dia adalah penguasa bayangan. Namun di balik mata tajamnya, tersembunyi luka yang tak pernah sembuh—dan Izara, tanpa sadar, menyentuh bagian itu.

Ia menculiknya. Menyiksanya. Menggenggam tubuh lemah Izara dalam genggaman kekuasaan dan kemarahan. Tapi setiap jerit dan tatapan melawan dari gadis itu, justru memecah sisi dirinya yang sudah lama terkubur. Izara ingin membenci. Kael ingin menghancurkan. Tapi takdir punya caranya sendiri.

Pertanyaannya bukan lagi siapa yang akan menang.
Melainkan... siapa yang akan bertahan.
Karena terkadang, musuh terbesarmu bukan orang di hadapanmu—melainkan perasaanmu sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aulia risti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dibawah hujan

Izara menoleh. Terlambat.

Tubuhnya sudah miring ke depan.

Kael mengerahkan seluruh tenaganya, lompat, menjangkau tubuh itu secepat mungkin.

Suara air hujan tertelan teriakan. Tubuh Izara meluncur, tapi Kael berhasil menangkap pergelangan tangannya hanya beberapa detik sebelum ia terjun sepenuhnya ke sungai.

Izara tergantung, satu tangannya dalam genggaman Kael yang menahan sekuat tenaga dari atas pagar jembatan. Hujan menambah licin dan berat, tapi Kael tidak peduli. Urat-urat tangannya mencuat, napasnya memburu.

“Izara! Lihat aku! Pegang tanganku kuat-kuat!” teriaknya, hampir putus asa.

“Tidak... lepaskan … lepaskan…” suara Izara pecah, air matanya bercampur hujan.

“Jangan bilang itu lagi! Aku sudah cukup kehilangan!” Kael menggertakkan giginya.

“Kalau aku harus jatuh bersamamu, aku akan lakukan. Tapi aku tidak akan biarkan kau jatuh sendirian!”

Dengan satu hentakan kuat, ia menarik tubuh Izara ke atas, memeluknya erat ketika gadis itu akhirnya kembali menginjak permukaan jembatan.

Keduanya terhempas ke lantai jembatan yang dingin. Kael masih memeluk Izara yang menggigil, tubuhnya basah kuyup, napasnya tersengal.

“Jangan lakukan itu lagi…” bisik Kael, suaranya pecah. “Kalau kau hilang, aku juga akan ikut hancur…”

Dan untuk pertama kalinya… Izara menangis keras. Tangis yang selama ini tak pernah ia izinkan keluar. Tangis yang memeluk luka bertahun-tahun lamanya.

Dan malam itu, meski hujan masih mengguyur deras, jembatan itu menjadi saksi: dua jiwa yang sama-sama patah… tetap bertahan.

• • •

Kael mengantar Izara pulang ke rumah Kai. Ia tidak mengatakan banyak hal, hanya sesekali melirik ke arah gadis di kursi penumpang yang diam membisu. Tangannya menggenggam jaketnya sendiri yang kini ia selimuti ke tubuh Izara yang basah dan dingin.

Ia tahu, malam ini bukan waktunya untuk bicara lebih. Izara belum siap. Dan Kael pun tidak ingin memaksa.

Mobil melaju pelan melewati jalanan yang sepi, suara hujan masih menetes ringan di atap mobil. Di dalam, keheningan terasa berat, hampir menyakitkan.

Sesekali Kael mencuri pandang. Wajah Izara tertunduk, menatap kosong pada jendela berembun. Tangannya mengepal di pangkuan, gemetar tipis meski tubuhnya terbalut jaket hangat.

Kael bisa melihatnya dengan jelas—gadis itu masih ketakutan. Bukan hanya karena malam ini. Tapi karena semuanya. Luka yang belum kering, bayangan yang belum pergi, dan trauma yang masih mengikatnya erat.

“Aku akan pastikan kau sampai dengan aman,” ucap Kael pelan, hampir seperti gumaman.

Izara tak menjawab.

Mobil berhenti perlahan di depan pagar rumah Kai. Lampu teras menyala samar, memberi sedikit kehangatan di tengah dinginnya udara malam.

Kael turun lebih dulu, lalu membuka pintu penumpang.

Izara menoleh, matanya hanya menatap sesaat, sebelum kembali turun dengan pelan. Ia tak mengucapkan terima kasih, tapi tubuhnya sedikit membungkuk—sebuah isyarat kecil yang tidak terucap, tapi cukup.

Izara hendak melangkah pergi, tangannya sudah menyentuh gagang pintu rumah Kai. Namun, suara Kael menahan langkahnya.

“Aku akan bertanggung jawab.”

Suaranya dalam, tenang, tapi terasa seperti batu yang dilempar ke permukaan danau yang beku—memecah kesunyian dan menggema di dalam dada.

Izara berhenti. Tubuhnya menegang. Pelan-pelan, ia menoleh ke belakang.

Dua pasang mata saling bertemu dalam hening. Mata Izara masih merah, menyimpan ketakutan dan luka yang belum pulih. Sementara mata Kael... penuh rasa bersalah, namun tak bergeming.

"Tidak perlu. aya tidak butuh tanggungjawabmu." kata Izara, ketus. Ucapannya terdengar tegas, tapi tubuhnya menggigil pelan—ketakutan yang berusaha ia sembunyikan di balik nada suaranya.

Tanpa menunggu reaksi dari Kael, Izara berbalik. Dia menarik napas dalam-dalam saat mencapai pintu. Tangannya gemetar saat membuka gagang, tapi ia tetap masuk. Menutup pintu di belakangnya tanpa menoleh. Tak berani.

Begitu berada di dalam, kakinya lemas. Ia bersandar di dinding, memejamkan mata.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!