Alana seorang gadis biasa yang sangat suka membaca novel di waktu senggangnya. Hingga ada satu novel yang membuatnya benar-benar sangat kesal.
Tapi siapa sangka ia justru terjebak menjadi pelayan dari penjahat utama dalam novel tersebut.
"Aku benar-benar akan mati jika terus begini." Gumamnya.
"Akh pangeran bajingan !" Umpatnya.
"siapa yang kau sebut bajingan ?"
"Mati aku..."
Dapatkah Melisa terus bertahan hidup dan dapatkah ia merubah akhir dari novel itu ? ayo saksikan kisahnya di "Transmigrasi menjadi pelayan pria jahat."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aif04, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berhenti
"Tanpa bungapun aku tetap akan mencintaimu selamanya tuan putri," ujar pria tersebut lalu memeluk Hazel dengan penuh cinta.
...****************...
Di ruangan yang cukup sederhana, Alana baru saja terbangun dari tidurnya. Kepalanya terasa sedikit pusing tapi Alana masih bisa mengatasinya. Tidak seperti biasa, Alana tidak langsung pergi ke kamar Rion, ia duduk sebentar mencoba mengingat sesuatu yang ia lupakan.
"Perasaan tadi aku mimpiin sesuatu, tapi sekarang aku justru tidak mengingat apapun," gumamnya. Tapi kemudian Alana menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Berhenti memikirkan yang tidak berguna, sekarang lebih baik aku segera pergi ke tempat manusia itu," Alana lalu bangun dan mulai mempersiapkan dirinya.
Hingga akhirnya kini ia telah berada di kamar Rion yang terasa lebih gelap dari biasanya. Bahkan Alana yakin betul jika pria ini tidak menggunakan pencahayaan sedikitpun.
"Apa dia berubah menjadi Vampir," gumamnya,lalu mulai membersihkan tempat itu. Saat tengah berberes, Alana mengernyitkan dahinya saat melihat setangkai bunga yang terletak di lantai begitu saja.
"Bunga ini...bukankah ini bunga abadi?" Alana terus memperhatikan bunga tersebut. Ia juga melihat kelopak bunga yang bersebaran di lantai.
"Kenapa dia menghancurkannya?" tanyanya pada diri sendiri. Alana terus memperhatikan bunga yang ada di tangannya dengan perasaan yang terasa aneh. Alana merasa bahwa ia begitu dekat dengan bunga tersebut.
"Buang itu!" perintah seorang pria yang Alana tidak ketahui kapan sadar dari tidurnya. Walupun masih cukup gelap tapi Alana bisa tau jika pria itu tengah menatap tajam dirinya.
"Baik yang mulia," ujarnya. Alana hanya memilih untuk patuh. Ia juga malas berbicara dengan Rion.
"Saya akan menyiapkan persiapan mandi Anda," tanpa menunggu tanggapan dari Rion, Alana memutuskan untuk segera pergi ke kamar mandi. Sedangkan Rion hanya menutup bibirnya dengan terus memperhatikan Alana.
"Huh..." helaan nafas terdengar dari Rion.
Sedangkan didalam kamar mandi Alana mulai memasukan beberapa aroma yang sering digunakan Rion. Kali ini ia melakukannya dengan terburu-buru karena ingin segera pergi dari kamar tersebut. Hingga tanpa sengaja Alana justru menginjak lantai licin dan terjatuh begitu saja.
"BUGH,"
"Aduh..." gumamnya dengan mengelus bokongnya yang terasa nyeri.
"BRAK," pintu terbuka dengan lebar menampilkan Rion yang berdiri di sana. Matanya menatap kearah Alana dengan begitu tajam seakan-akan Alana telah melakukan kesalahan yang begitu besar.
"Yang mulia sa.." Alana dengan perlahan berdiri dari atas lantai.
"Tidak adakah hal yang bisa kau lakukan kecuali jatuh?" tanyanya dengan nada yang begitu dingin. Mendengar hal tersebut Alana menundukkan kepalanya. Ini karena ia yang kurang berhati-hati sehingga sering terjatuh.
"Itu, maafkan sa..."
"Kau ingin mengatakan apa, sikapmu ceroboh, tidak sopan dan juga tidak berguna. Aku bahkan mulai berpikir memiliki orang sepertimu di sisiku hanya buang-buang waktu saja," ujarnya dengan ekspresi yang benar-benar buruk dengan nada bicara yang begitu kasar. Alana hanya bisa mencengkram erat bajunya menahan emosi yang sudah begitu memuncak.
Rion tampak tidak ingin mengatakan sesuatu lagi, ia dengan cepat membalikkan badan. Tapi ucapkan Alana menghentikan langkahnya.
"jika Anda merasa saya tidak berguna, itu memang benar," ujar Alana. Ia lalu tersenyum sinis saat menyadari jika yang dikatakan oleh Rion memang benar apa adanya.
"Saya memang orang yang tidak berguna, ceroboh, dan menyusahkan. Jadi karena itu, saya ingin berhenti menjadi pelayan pribadi Anda," Alana benar-benar begitu kesal dan marah kali ini. Ia telah berjuang mati-matian selama ini untuk pria itu tapi pria itu justru menghina dirinya.
Rion terdiam sejenak hingga satu kalimat keluar dari mulutnya yang akan sangat disesalinya di kemudian hari. "Bagus berhentilah dan jangan pernah muncul lagi dihadapanku," ujarnya dengan begitu tegas lalu pergi meninggalkan tempat tersebut meninggalkan Alana yang hanya terdiam di tempat.
Alana hanya bisa menghela nafas dengan kasar, ia benar-benar tidak tau lagi bagaimana kedepannya. Kehancuran dunia? Dunia novel? Kutukan? Ia benar-benar tidak memiliki waktu untuk memikirkannya.
Setelah beberapa saat terdiam, Alana melihat pekerjaannya yang belum selesai. Kemudian wanita itu menyelesaikan pekerjaannya sebelum benar-benar pergi dari tempat itu. 'Ini yang terakhir Alana,' batinnya.
Selanjutnya ia benar-benar pergi dari kamar Rion tanpa mengatakan satu katapun. Menelusuri lorong yang sudah cukup ramai dengan pelayan yang berlalu lalang dengan pekerjaan masing-masing.
"Mungkin menjadi pelayan biasa akan lebih baik," gumamnya lalu tersenyum.
Seorang wanita dengan baju pelayan datang menghampirinya dengan tumpukkan baju yang ia bawa. "Wah betapa menyenangkan memiliki waktu luang yang banyak..." ujar Mona dengan tersenyum pada Alana.
"Hmm, begitulah," jawab Alana. Suara terdengar pelan.
"Apa kau sakit?" tanya Mona saat melihat raut wajah Alana yang tidak seceria biasanya.
"Aku tidak apa-apa," Alana tersenyum menutupi pikirannya.
"Hmm syukurlah, aku senang kau baik-baik saja. Ingat ya, Alana walau kita tidak begitu lama mengenal tapi kita sahabat baik," ujarnya. Alana bisa melihat bahwa Mona begitu serius dengan apa yang dikatakannya.
"Terimakasih Mona..." balasnya, ada perasaan hangat yang Alana rasakan dihatinya.
"Ya sudah aku pergi dulu ya, nanti kita bisa mengobrol lagi dah..." ujarnya lalu pergi meninggalkan Alana seorang diri. Alana hanya bisa menatap kepergian Mona.
'Setidaknya ada orang yang menganggapku ada di dunia ini,' pikirnya lalu berjalan dengan langkah yang sedikit lebih ringan dari sebelumnya.
Sedangkan di ruangan lainnya, Rion di sibukkan dengan berkas-berkas yang baru saja dikirim oleh Robin. Kaisar saat ini benar-benar tidak kompeten dalam pekerjaannya hingga sebagai putra mahkota, Rion harus menyelesaikan begitu banyak pekerjaan.
Saat ini yang terdengar hanya suara kertas yang diambil satu persatu. Setelah membaca beberapa tampak Rion terdiam dengan memijit pangkal hidungnya.
"Robin, buatkan aku kopi," pintanya pada Robin yang duduk tepat di hadapannya.
"Baik yang mulia, saya akan meminta Apanan un..." Robin telah beranjak dari duduknya tapi ketika Rion membuka mulutnya Robin langsung menghentikan pergerakannya.
"Berhenti Robin," ujar Rion dengan masih begitu fokus pada dokumen di tangannya.
"Kenapa yang mulia, saya akan kembali hanya dalam beberapa menit. Setelah itu Alana yang akan mengantar kopi pada.."
"Dia sudah kupindah tugaskan," ujar Rion dengan masih fokus pada dokumen-dokumen tersebut. Sedangkan Robin membulatkan matanya tidak percaya. Karena selama beberapa minggu ini Alana dan juga Rion terlihat cukup akur.
"Ba-bagaimana bisa? Bukankah Alana termasuk pelayan yang sangat baik yang mulia," tanyanya dengan terbata-bata.
Rion meletakkan kertas tersebut dengan begitu kasar ke atas meja lalu menatap kearah Robin dengan tatapan begitu tajam.
"Apa kau meragukan keputusanku sekarang?" tanyanya dengan suasana hati yang terlihat begitu buruk.
semangat terus ya buat ceritanya Thor 💪😊👍
semangat terus ya buat ceritanya Thor
semangat terus ya buat ceritanya Thor
semangat terus ya buat ceritanya Thor