NovelToon NovelToon
Loka Pralaya: The Begining

Loka Pralaya: The Begining

Status: sedang berlangsung
Genre:Matabatin / Dunia Lain / Perperangan / Pusaka Ajaib
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Margiyono

Dunia ini bernama Loka Pralaya, satu dunia di antara banyak dunia lain di alam semesta ini, sebuah tempat penuh misteri. Di tempat ini, desiran anginnya adalah nafas yang memberi kehidupan bagi penghuninya. Energinya berasal dari beragam emosi dan perasaan segenap makhluk yang ada di dalamnya. Keharmonisan yang mengikat alam ini, mengabadikan keberadaanya di antara banyak dunia lain di alam semesta. Senyum ramah adalah energi yang membangun, menumbuhkan benih-benih yang di tanam di tanahnya, kebaikan kecil yang dilakukan akan memberi dampak besar bagi kelangsungan dunia ini. Pepohonannya adalah mata dan telinga bagi segala peristiwa yang berlangsung di dalamnya. Batu-batu yang berserakan di pantai, menjadi penyimpan memori abadi bagi kejadian-kejadian penting yang terjadi

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Margiyono, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kabar Dalam Mayaru

Lesung Orembai itu melesat cepat di atas pepohonan membelah dinginnya malam, meninggalkan jejak cahaya kuning keemasan dari energi magis menyelimuti sampan terbang itu. Gadis itu duduk di bangku belakang, bersebelahan dengan Vyn, sementara Arka dan Carla berada di bangku depan, mereka berdua nampak bertindak sebagai pengemudi yang mengendalikan laju Lesung Orembai.

Di atas sampan terbang itu, gadis itu merasakan dinginnya angin malam yang menerpa mereka, tubuhnya masih gemetar dan menggigil, ia mendekap tubuhnya dengan kedua tangannya, berharap dapat mengurangi terpaan angin yang semakin kencang akibat laju sampan terbang yang semakin cepat meninggalkan pondok jaga. Dari atas sampan itu, tak henti-hentinya gadis itu memandang ke bawah, hamparan pohon sambutara masih berkilauan memancarkan cahaya yang menenangkan, seandainya saat itu bukan dalam situasi genting, tentu pemandangan itu akan lebih indah dipandang mata. Ia hanya menghela nafas panjang, entah apa yang ada di dalam benaknya.

“Sebentar lagi kita akan memasuki Kampung Londata, negeri tempat kami tinggal,” kata Vyn membuyarkan lamunan gadis itu.

“Lihat!” tangan Vyn menunjuk arah depan mereka, tampak dari kejauhan sebuah pemukiman yang memancarkan cahaya terang, begitu terangnya sehingga dari kejauhan cahaya itu seolah dapat menembus langit dan nampak jelas dari kejauhan.

“Itu Kampung kami,” kata Vyn sambil tersenyum, gadis itu membalas senyum Vyn sembari mengangguk pelan.

“Kampung?” tanya gadis itu keheranan.

“Iya, itulah Kampung Londata, tempat tinggal kami Klan Lontara,” jawab Vyn seperti sedang membanggakan dirinya.

Dari ketinggian itu, pusat kota klan Lontara yang disebut Kampung Londata terlihat mencarkan sinar terang yang menembus langit. Gadis itu merasakan getaran energi yang menenangkan dari aura yang dipancarkan perkampungan itu. Semakin dekat gadis itu dapat melihat hamparan pohon-pohon yang mirip cemara, namun daunya lebih seperti daun kelapa muda yang berwarna kuning keemasan, dan daun-daun itu bersinar.

“Itu pohon Meditrana, “ Vyn mencoba menjelaskan kepada gadis itu setelah menangkap kekaguman gadis itu.

Gadis itu hanya mengangguk pelan dan terus memandangi hamparan pohon-pohon yang bercahaya di bawahnya itu. Mereka terus terbang menembus awan malam itu, melewati beberapa perumahan warga yang nampak berkilauan dilihat dari atas, jalan-jalan yang membentang di sepanjang perkampungan itu memikat siapa saja yang melihatnya, di sisi kiri dan kanan jalan itu berjalan beberapa pohon meditrana dan daunnya memancarkan cahaya yang berfungsi sebagai penerangan jalan.

Setelah sekian lama mereka terbang mengangkasa, perlahan Arka dan Carla tampak mengatur kecepatan Lesung Orembai agak sedikit melambat, mereka kemudian terbang merendah, menyusuri jalan-jalan di tengah perkampungan itu. Beberapa orang nampak hilir mudik dengan kesibukan mereka masing-masing. Sesekali mereka juga berpapasan dengan beberapa Lesung Orembai yang dikendarai oleh penduduk perkampungan itu, kadang mereka saling menyapa atau sekedar melambaikan tangan sebagai tanda ucapan salam.

“Sebentar lagi kita akan sampai di Gubuk Manah”, kata Vyn membuyarkan lamunan gadis itu yang tertegun oleh keindahan kota (kampung) itu.

“Gubuk Manah?” tanya gadis itu, ia terlihat sudah mulai bisa beradaptasi dengan teman barunya, Vyn.

“Iya, kita akan ke sana, menemui Nyi Lirah.” Jawab Vyn singkat.

Barangkali gadis itu membayangkan bahwa Gubuk Manah yang disebutkan Vyn adalah sebuah bangunan kecil yang sederhana. Namun bayangan itu segera berubah manakala Lesung Orembai yang mereka naiki, tiba-tiba turun merendah di sebuah halaman bangunan yang lebih pantas disebut istana daripada sebuah gubuk. Gadis itu bertambah heran dan menatap Vyn dengan tatapan penuh pertanyaan.

“Kenapa kita ke sini?” tanya gadis itu.

“Iya, kita sudah sampai, itulah Gubuk  Manah!” jawab Vyn tersenyum sembari menunjuk bangunan besar yang mirip istana itu. Gadis itu hanya bisa melongo, mengamati bangunan besar dan megah yang ada di hadapannya itu.

Setelah Lesung Orembai yang mereka naiki sudah benar-benar mendarat, mereka berempat segera turun berjalan menuju bangunan besar itu, beberapa orang penjaga nampak menghampiri mereka, Arka memberikan laporan singkat kepada penjaga itu dan kemudian meminta ijin untuk bertemu dengan tetua mereka yaitu Nyi Lirah, tak lama kemudian mereka berempat diperbolehkan menghadap diiringi oleh beberapa penjaga yang berjalan di depannya.

Setelah memasuki halaman pendopo Guguk Manah, mereka dipersilakan duduk untuk menunggu kedatangan Nyi Lirah, setelah beberapa menit menunggu, dari dalam ruangan bangunan itu, muncullah seorang wanita yang kira-kira sudah berumur delapan puluh tahunan. Tubuhnya nampak agak membungkuk saat berjalan dengan bertumpu pada sebuah tongkat. Rambutnya yang sudah putih itu tertutupi kerudung besar yang menjulur hingga ke punggungnya, jubahnya yang panjang dan sederhana memberikan kesan bahwa wanita itu adalah seorang yang bersahaja.

Ia melambaikan tangan memberikan isyarat kepada yang hadir untuk kembali duduk, saat mereka berdiri menyambut kehadirannya sebagai tanda pernghormatan.

Setelah semuanya kembali duduk ke kursinya masing-masing, nampak seorang penjaga memberikan laporan mengenai kedatangan Arka dan teman-temannya menghadap kepadanya. Nyi Lirah menyapukan pandangan kepada mereka berempat, namun saat pandangannya beradu dengan gadis itu, nampak sedikit perubahan pada mimik wajahnya, seperti sedang mencoba untuk menebak atau merasakan sesuatu.

Dengan suara berat dan berwibawa, Nyi Lirah membuka pembicaraan:

“Ada hal penting apa yang membuat kalian menghadapku malam-malam begini, Arka?” tanya Nyi Lirah kepada Arka.

Dengan sikap hormat Arka memberikan penjelasan dan alasannya menghadap malam itu bersama tema-temannya - yang seharusnya saat itu berada di pos penjagaan bagian utara Kampung Londata. Ia menceritakan semua kejadian yang baru saja terjadi, terutama mengenai kedatangan gadis tanpa nama itu. Nyi Lirah mendengarkan semua penjelasan Arka dengan seksama dan sesekali mengangguk tanda mengerti, setelah Arka selesai memberikan penjelasannya, Nyi Lirah bertanya kepada gadis tanpa nama itu.

“Namamu siapa nak?” tanya Nyi Lirah penuh kehangatan.

Gadis itu tergagap mendapat pertanyaan mendadak seperti itu, nampaknya ia belum siap dengan jawabannya. Ia mencooba menenangkan diri, dan kemudian setelah merasa sudah dapat menguasai dirinya gadis itu memberanikan memberikan jawaban.

“Saya, tidak tahu Nyi,... “ gadis itu menundukkan wajahnya, memandangi kakinya sendiri.

Nampaknya Nyi Lirah memahami kebingungan gadis itu dan tidak memaksanya dengan pertanyaan lain, ia merasa sudah cukup mengerti dengan jawaban singkat dari gadis itu, firasatnya yang tajam dapat menangkap kejujuran dari jawaban yang diberikan oleh gadis itu.

“Arka,” panggil Nyi Lirah kepada Arka.

“Aku sudah merasakan firasat yang mencurigakan malam ini, “ lanjut Nyi Lirah. “Sore tadi, sebelum matahari tenggelam, aku merasakan ada getaran energi besar yang memasuki Kampung Londata, aku tidak yakin getaran energi semacam apakah itu.” Nyi Lirah berhenti sejenak, nampaknya ia belum selesai dan ingin melanjutkan pembicaraanya.

“Tapi menurutku, getaran energi itu tidak begitu asing, seingatku aku pernah merasakan getaran energi seperti itu sebelumnya, tapi aku tidak bisa mengingatnya dengan pasti.” Lanjut Nyi Lirah. Semua yang hadir di ruangan itu mendengarkan dengan penuh perhatian.

Setelah menghela nafas beberapa kali, Nyi Lirah melanjutkan ucapannya:

“Aku merasa yakin bahwa getaran energi itu ada kaitannya dengan gadis ini,” Nyi Lirah menghentikan ucapannya sambil memandang gadis itu. Mengetahui dirinya menjadi topik pembicaraan Nyi Lirah, gadis itu menjadi gugup dan tidak tenang, wajahnya seperti menunjukkan rasa bersalah dan tidak nyaman.

“Aku tidak menyalahkanmu nak,” kata Nyi Lirah kepada gadis itu, mencoba memberikan pengertian bahwa ucapannya bukanlah sebuah tuduhan yang menyudutkan dirinya.

“Iya Nyi, terima kasih.” Jawab gadis itu dengan penuh hormat.

“Dan malam ini, “ Nyi Lirah melanjutkan. “Saat awan hitam itu muncul di pondok jaga kalian,” mata Nyi Lirah memandang kepada Arka dan teman-temannya, Carla dan Vyn. Kami semua yang ada di sini menyaksikan dengan jelas perubahan warna yang terjadi di pohon-pohon meditrana yang ada di sekitar Gubuk Manah,” kata Nyi Lirah.

“Aku yakin semua penduduk kampung ini juga menyaksikannya.” Nyi Lirah berhenti dan kembali memandang jajaran pohon meditrana yang ada di halaman bangunan itu. Arka dan teman-temannya nampak saling pandag, pandangan mereka menyiratkan ketidak tahuan akan hal itu.

“Oleh karena itu, aku segera memerintahkan Bei Tama, pimpinan kalian untuk menyusul kalian ke pondok jaga utara, karena aku khawatir terjadi sesuatu yang membahayakan,” Nyi Lirah mengambil nafas sebentar sebelum akhirnya melanjutkan kalimatnya.

“Untunglah Bei Tama datang tepat waktu, seperti apa yang sudah kau ceritakan padaku Arka.” Pungkas Nyi Lirah.

“Iya Nyi, untung saja Bei Tama datang tepat waktu, jika tidak, ...” Carla menimpali ucapan Nyi lirah. Kemudian ia melanjutkan, “kami tak tahu apa yang akan menimpa kami selanjutnya.” Kata Carla menutup pembicaraanya.

“Benar Nyi, “ Vyn yang sedari tadi duduk tenang mendengarkan ikut menambahi ucapan temannya, Carla.

Nyi Lirah hanya tersenyum mendengar ucapan mereka bertiga, namun ia tidak menanggapi ucapan itu. Ia bangkit dari tempat duduknya, dengan bertelekan pada tongkatnya  kemudian nampak memejamkan mata untuk berkonsentrasi. Tangan kanannya diangkat di depan dadanya, dan sesaat kemudian dari telapak tangan itu muncul sebersit bayangan seperti hologram yang menghasilkan citra gambar, awalnya citra gambar yang dihasilkan dari telapak tangan itu samar-samar, tak berapa lama kemudian citra gambar itu dapat terlihat jelas, sehingga semua yang hadir di situ dapat menyaksikannya.

Citra gambar dari hologram itu adalah tempat di mana Arka dan teman-temannya berjaga, pondok utara. Dari citra itu nampak suasana sekitar pondok yang masih porak-poranda akibat terjangan petir, suara gemuruh petir juga dapat di dengar dari citra gambar itu, dan Bei Tama akhirnya terlihat sedang membentengi dirinya dari serangan badai petir itu.

“Bagaimana kondisimu Bei Tama, “ suara Nyi Lirah agak keras, berbicara pada Bei Tama di dalam citra gambar itu. Rupanya Bei Tama dapat mendengar apa yang dikatakan Nyi Lirah kepadanya.

“Tidak perlu khawatir Nyi, aku dapat mengatasi hal ini!” seru Bei Tama di sana, posisiya masih dalam kuda-kuda penuh menangkis serangan badai di dalam Perisai Kubah yang dibuatknya.

“Tetap waspada Bei Tama, kami mengandalkan dirimu.” Kata Nyi Lirah.

“Siap Nyi, aku akan berusaha yang terbaik.” Jawab Bei Tama yang nampak berkeringat kelelahan.

“Segera kabari kami jika terjadi sesuatu,” Nyi Lirah berhenti sebentar, lalu katanya: “Apakah perlu aku panggilkan bantuan untukmu Bei Tama?” tanya Nyi Lirah.

“Tidak perlu Nyi, aku masih sanggup menahannya sendiri di sini!” jawab Bei Tama Singkat.

“Jaga dirimu baik-baik Bei Tama, aku yakin kepadamu.” Kata Nyi Lirah

“Baik, Nyi!” jawab Bei Tama

Setelah mengetahui keadan Bei Tama dan berbicara dengannya dalam citra gambar itu, Nyi Lirah kemudian menutup telapak tangan kanannya, seketika citra gambar itu lenyap.

“Itu namanya Mayaru!...” bisik Vyn yang duduk berdekatan dengan gadis itu.

“Oh ...,“ kata gadis itu hanya melongo melihat atraksi hebat yang baru saja ditampilkan oleh Nyi Lirah.

“Mari kita berharap agar Bei Tama dapat berhasil mengatasi situasi ini, dan kembali dengan selamat kepada kita.” Kata Nyi Lirah.

“Untuk sementara, malam ini biarlah gadis ini menginap di Gubuk Manah, nanti aku akan menyuruh seseorang untuk akan menunjukkan kamar untuknya.” Kata Nyi Lirah kemudian.

“Dan sekarang, “ Nyi Lirah menoleh kepada gadis itu, “lebih baik kalian temani gadis ini, aku yakin dia belum makan apa-apa dari tadi sore.” Kata Nyi Lirah kepada pada Carla.

“Baik Nyi.” Jawab Carla

Nyi Lirah bangkit dari tempar duduknya, berdiri dan kemudian pergi meninggalkan ruang pertemuan itu, diikuti seorang penjaga yang berjalan di belakangnya. Sementara itu, Carla dan teman-temannya nampak saling pandang seperti berbicara dalam bahasa isyarat, Arka hanya mengangkat bahunya tanda tak tahu, sedangkan Vyn hanya diam saja.

Selang tak berapa lama, seorang pelayan nampak menghampiri mereka. Namanya Wulan.

“Ayo, kita ke ruang makan dulu!.. “ senyum Wulan begitu ramah mengisyaratkan kepada gadis tanpa nama itu untuk bangkit dari tempat duduknya. Arka, Carla dan Vyn ikut bangkit dari tempat duduk mereka masing-masing mengikuti wulan dan gadis itu menuju ruang makan yang ditunjukkan oleh pelayan tadi, Wulan.

Setelah makan malam itu, Arka, Carla dan Vyn berpamitan kepada gadis itu untuk meninggalkan Gubuk Manah, Wulan hanya tersenyum melihat keakraban mereka, nampaknya gadis itu sudah mulai bisa merasakan kehangatan dan keakraban yang ditunjukkan oleh Arka dan teman-temannya. Setelah mereka bertiga pergi, Wulan segera mengajak gadis itu untuk menuju kamar yang sudah disediakan.

Gadis itu mengikuti Wulan yang berjalan menyusuri setiap lorong dalam bangunan itu, hingga akhirnya mereka sampai di sebuah kamar yang nampaknya memang disediakan bagi tamu yang menginap di situ. Setelah membuka pintu, Wulan masuk ke dalam kamar diikuti gadis itu, ia menuju sebuah lemari besar yang ada di dalam kamar itu.

“Hmm, kayaknya kamu perlu ganti pakaianmu itu, ayo pilih sendiri ya?” kata Wulan dengan senyum sumringah memambah kehangatan dan rasa nyaman pada gadis itu.

“Iya... iya, “ jawab gadis itu merasa tidak enak hati, “tapi, ....” gadis itu tak meneruskan ucapannya.

“Ah,.. jangan sungkan, pilih saja sendiri.” Ucap Wulan sambil menunjukkan koleksi pakaian yang tergantung di dalam lemari besar itu.

Gadis itu memandangi pakaian yang ada di situ, matanya nampak sedang memilih pakaian yang cocok untuknya. Sambil sesekali memandangi dirinya sendiri, sepertinya sedang mengukur badannya dengan pakaian yang akan dipilihnya.

“Kamu tahu tidak?” tanya Wulan membuat gadis tanpa nama itu penasaran.

“Apa?” tanya gadis itu

“Pakaian yang kamu kenakan saat ini,” ucap Wulan

“Kenapa dengan pakaianku?” tanya gadis itu, namun saat ia mencermati kembali gaun yang dipakainya, ia baru sadar bahwa model gaun yang ia kenakan itu sangat berbeda dengan pakaian yang dipakai semua orang yang ada di tempat itu.

“Itu bukan jenis pakaian yang biasa kami kenakan, jika kamu terus terusan memakai gaun itu, pastinya akan menimbulkan perhatian, betul kan?” jawab Wulan sambil tersenyum ramah.

“Eh, iya.” Jawab gadis itu sambil tersipu malu, rona merah di wajahnya memberikan aura hangat yang bisa dirasakan oleh Wulan. Dalam hati Wulan merasa yakin bahwa gadis ini adalah orang baik dan jujur, dan ia merasa perlu untuk membuatnya nyaman.

Setelah memilih pakaian yang cocok, kemudian gadis tanpa nama itu memakainya. Setelah pakaian itu selesai dikenakan, Wulan mempersilakannya untuk bercermin, guna memastikan bahwa pilihannya sudah tepat. Ia menunjukkan sebuah cermin besar yang ada di sudut ruangan itu. Gadis itu berdiri lama di depan cermin, diperhatikan dalam-dalam bayangan dirinya di dalam cermin itu, sesekali ia menghela nafas dalam, entah apa yang ada di dalam pikirannya. Wulan dengan seksama memperhatikan setiap gerak dan detil kecil yang ditunjukkan oleh gadis tanpa nama itu.

“Aku rasa pakaian itu cocok dengan ukuran tubuhmu,” kata Wulan membuyarkan lamunan gadis itu. Dengan tersipu malu gadis itu hanya mengangguk dan sesekali memandangi dirinya kembali di cermin.

“Baiklah, sekarang kamu harus istirahat dulu,” kata Wulan kemudian, seraya beranjak dari tempat itu menuju pintu.

“Terimakasih ya,  .... “ kata gadis itu terhenti, seperti ada kalimat yang hilang dari ucapannya itu.

“Namaku Wulan.” Kata Wulan sambil tersenyum, seperti mengerti apa yang ingin ditanyakan oleh gadis itu.

“Eh,.. iya, terimakasih Wulan.” Kata gadis itu seperti merasa lega karena sudah menemukan lanjutan kalimatnya yang hilang tadi.

“Sama-sama, istirahat yang tenang ya... “. Kata Wulan sambil menutup pintu kamar itu, kemudian suara langkah kakinya terdengar menjauh dari kamar itu.

Setelah Wulan meninggalkannya sendiri di dalam kamar itu, suasana kembali hening, gadis itu merebahkan tubuhnya ke atas tempat tidur, namun matanya tetap tak bisa dipejamkan. Kejadian yang menimpanya hari itu, semakin membuat  ingatannya kembali kepada sore hari di pantai itu. Sampai saat ini ia belum mampu mengingat apapun mengenai dirinya, dan siapa sebenarnya dirinya. Ia mencoba mengingat setiap detik saat yang dilalui semenjak tersadar di pantai itu, pertemuannya dengan Arka dan teman-temannya di pondok jaga, awan hitam yang tiba-tiba muncul, Bei Tama hingga ahirnya semua hal mengesankan yang ia saksikan di Kampung londata, tempat sekarang ia berada.

1
liynne~
semangat, and done ya/Chuckle/
Dewi Ular🐍💆🏻‍♀️
Prita? Nama yang indah/Drool/
Margiyono: he.he.. trmksh kak.. padahal aslinya itu polypropilen.. loka pralaya itu asli ada di dunia nyata.. cuma seting karakter dan tokohnya saja.. alurnya sama dg yg di dunia nyata
total 1 replies
Andressa Maximillian
plis
Andressa Maximillian
menurutku ceritanya bagus, dunia yang dibangun penuh misteri dan kejutan
Margiyono: terimakasih
total 1 replies
Andressa Maximillian
wah.. seru nih. ditunggu kelanjutannya
Margiyono
siap, terimaksih...
Margiyono
oke
Andressa Maximillian
lanjut
Andressa Maximillian: semangat
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!