NovelToon NovelToon
Loka Pralaya: The Begining

Loka Pralaya: The Begining

Status: tamat
Genre:Tamat / Matabatin / Dunia Lain / Perperangan / Pusaka Ajaib
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: Margiyono

Prita dihantui mimpi-mimpi samar tentang sosok misterius dan sosok asing bernama Tana' Bulan. Di tengah kesehariannya yang tenang di Loka Pralaya bersama sahabat-sahabatnya, Wulan dan Reida, serta bimbingan bijak dari Nyi Lirah, mimpi-mimpi itu terasa lebih dari sekadar bunga tidur.

Sebuah buku kuno berkulit, Bajareng Naso, menjadi kunci misteri ini. Ditulis oleh Antaboga, legenda di dalamnya menyimpan jejak masa lalu Prita yang hilang—ingatan yang terkubur akibat pengembaraannya melintasi berbagai dunia. Nyi Lirah yakin, memahami legenda Bajareng Naso adalah satu-satunya cara untuk memulihkan kepingan-kepingan memori Prita yang berserakan.

Namun, pencarian kebenaran ini tidaklah mudah.

Akankah Prita berhasil memecahkan misteri mimpinya dan memulihkan ingatannya yang hilang? Siapakah tamu tak diundang itu, dan apa hubungannya dengan rahasia yang dijaga oleh Luh Gandaru?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Margiyono, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kabar Dalam Mayaru

Lelaki bernama Bei Tama itu masih bertarung dengan badai petir yang mengerikan di belakang sana.

Sementara kami berempat melesat di atas pepohonan dengan sampan terbang ini. Cahaya redup seperti sihir tertinggal di belakang kami. Aku duduk di bangku belakang, di samping gadis bernama Vyn. Arka dan Carla di depan, mereka seperti pengemudi Lesung Orembai ini.

Angin malam terasa dingin menusuk tulang. Tubuhku masih gemetar, menggigil ketakutan. Kupeluk diriku sendiri, mencoba mengurangi dingin yang semakin terasa karena laju sampan yang semakin cepat menjauhi pondok jaga.

Dari atas sini, aku terus memandang ke bawah. Hamparan pohon Meditrana masih berkilauan, memancarkan cahaya yang menenangkan. Andai saja situasinya tidak genting seperti ini, pemandangan ini pasti sangat indah. Aku hanya bisa menghela napas panjang.

Apa yang sebenarnya terjadi?

“Sebentar lagi kita akan memasuki pusat kota negeri Londata, negeri tempat kami tinggal,” kata Vyn, membuyarkan lamunanku.

“Lihat!” tangan Vyn menunjuk ke depan.

Dari kejauhan, tampak sebuah pemukiman yang memancarkan cahaya terang. Sangat terang hingga dari jauh cahaya itu seolah menembus langit.

“Itu negeri kami,” kata Vyn sambil tersenyum. Aku membalas senyumnya dengan anggukan pelan.

Dari ketinggian ini, pusat kota Klan Lontara yang disebut negeri Londata terlihat memancarkan sinar terang yang menembus langit.

Aku merasakan getaran energi yang menenangkan dari aura pemukiman itu. Semakin dekat, aku bisa melihat hamparan pohon-pohon Meditrana yang bersinar berkilauan.

“Itu pohon Meditrana,” Vyn mencoba menjelaskan setelah melihat kekagumanku.

Aku hanya mengangguk pelan dan terus memandangi pohon-pohon bercahaya di bawah sana.

Kami terus terbang menembus awan malam, melewati beberapa rumah penduduk yang tampak berkilauan dari atas. Jalan-jalan yang membentang di sepanjang perkampungan itu sangat indah. Di kiri dan kanan jalan tumbuh pohon-pohon Meditrana yang daunnya memancarkan cahaya sebagai penerangan jalan.

Setelah terbang cukup lama, Arka dan Carla mulai mengurangi kecepatan Lesung Orembai.

Kami terbang merendah, menyusuri jalan-jalan di tengah perkampungan itu. Beberapa orang tampak berjalan dengan kesibukan masing-masing. Sesekali kami berpapasan dengan Lesung Orembai lain, dan mereka saling menyapa atau melambaikan tangan.

“Sebentar lagi kita akan sampai di Gubuk Manah,” kata Vyn, membuyarkan lamunanku yang terpesona oleh keindahan kota (atau lebih tepatnya, kampung) ini.

“Gubuk Manah?” tanyaku. Aku merasa sudah mulai bisa beradaptasi dengan teman baruku, Vyn.

“Iya, kita akan ke sana, menemui Nyi Lirah,” jawab Vyn singkat.

Mungkin aku membayangkan Gubuk Manah itu bangunan kecil yang sederhana. Tapi bayangan itu langsung berubah ketika Lesung Orembai yang kami naiki tiba-tiba turun di halaman sebuah bangunan yang lebih pantas disebut istana daripada gubuk. Aku semakin heran dan menatap Vyn dengan tatapan bertanya.

“Kenapa kita ke sini?” tanyaku.

“Iya, kita sudah sampai, itulah Gubuk Manah!” jawab Vyn sambil tersenyum dan menunjuk bangunan besar yang mirip istana itu. Aku hanya bisa melongo, mengamati bangunan megah di hadapanku.

Setelah Lesung Orembai benar-benar mendarat, kami berempat turun dan berjalan menuju bangunan besar itu. Beberapa penjaga menghampiri kami. Arka memberikan laporan singkat dan meminta izin bertemu dengan tetua mereka, Nyi Lirah.

Tak lama kemudian, kami diizinkan masuk, diiringi oleh beberapa penjaga di depan kami.

Setelah memasuki halaman pendopo Gubuk Manah, kami dipersilakan duduk untuk menunggu kedatangan Nyi Lirah. Beberapa menit kemudian, dari dalam ruangan muncul seorang wanita yang tampak sudah sangat tua, mungkin sekitar delapan puluh tahunan.

Tubuhnya agak membungkuk saat berjalan dengan tongkat. Rambut putihnya tertutup kerudung besar yang menjulur hingga punggung. Jubahnya panjang dan sederhana, memberikan kesan bahwa wanita itu sangat bersahaja.

Ia melambaikan tangan, memberi isyarat agar kami duduk kembali setelah kami berdiri menyambutnya sebagai tanda hormat. Setelah semua duduk, seorang penjaga memberikan laporan tentang kedatangan kami. Nyi Lirah menyapukan pandangannya pada kami berempat. Tapi saat tatapannya bertemu dengan mataku, ada sedikit perubahan di wajahnya, seperti sedang mencoba menebak atau merasakan sesuatu.

Dengan suara berat dan berwibawa, Nyi Lirah membuka pembicaraan. “Ada hal penting apa yang membuat kalian menghadapku malam-malam begini, Arka?”

Dengan hormat, Arka menjelaskan alasannya datang malam itu bersama teman-temannya – yang seharusnya berada di pos penjagaan utara. Dia menceritakan semua kejadian yang baru saja terjadi, terutama tentang kedatanganku. Nyi Lirah mendengarkan dengan seksama, sesekali mengangguk mengerti. Setelah Arka selesai, Nyi Lirah mendekatiku.

“Namamu siapa, Nak?” tanya Nyi Lirah dengan penuh kehangatan.

Aku tergagap. Pertanyaan itu terlalu tiba-tiba. Aku belum siap. Aku mencoba menenangkan diri, dan setelah merasa lebih baik, aku memberanikan diri menjawab.

“Saya… tidak tahu, Nyi…” Aku menundukkan wajahku, menatap kakiku sendiri.

Nampaknya Nyi Lirah mengerti kebingunganku dan tidak memaksaku dengan pertanyaan lain. Dia tampak sudah cukup mengerti dengan jawabanku yang singkat. Firasatnya yang tajam seolah bisa menangkap kejujuran dari kata-kataku.

“Arka,” panggil Nyi Lirah.

“Aku sudah merasakan firasat yang mencurigakan malam ini,” lanjut Nyi Lirah.

“Sore tadi, sebelum matahari tenggelam, aku merasakan ada getaran energi besar yang memasuki negeri Londata. Aku tidak yakin getaran energi semacam apakah itu.” Nyi Lirah berhenti sejenak.

“Tapi menurutku, getaran energi itu tidak begitu asing. Seingatku, aku pernah merasakan getaran energi seperti itu sebelumnya, tapi aku tidak bisa mengingatnya dengan pasti.”

Semua yang hadir mendengarkan dengan penuh perhatian. Setelah menghela napas beberapa kali, Nyi Lirah melanjutkan,

“Aku merasa yakin bahwa getaran energi itu ada kaitannya dengan gadis ini,” katanya sambil menatapku. Aku menjadi gugup dan tidak tenang. Wajahku mungkin menunjukkan rasa bersalah dan tidak nyaman.

“Aku tidak menyalahkanmu, Nak,” kata Nyi Lirah, mencoba meyakinkanku bahwa ucapannya bukan tuduhan.

“Iya, Nyi, terima kasih,” jawabku dengan hormat.

“Dan malam ini,” Nyi Lirah melanjutkan, “saat awan hitam itu muncul di pondok jaga kalian,” matanya beralih ke Arka, Carla, dan Vyn. “Kami semua di sini menyaksikan dengan jelas perubahan warna yang terjadi pada pohon-pohon Meditrana di sekitar Gubuk Manah.”

“Aku yakin semua penduduk kampung ini juga menyaksikannya,” kata Nyi Lirah, kembali memandang jajaran pohon Meditrana di halaman. Arka dan teman-temannya saling pandang, tampak tidak tahu menahu tentang hal itu.

“Oleh karena itu, aku segera memerintahkan Bei Tama, pimpinan kalian, untuk menyusul kalian ke pondok jaga utara,” kata Nyi Lirah. “Karena aku khawatir terjadi sesuatu yang membahayakan.” Dia mengambil napas sebentar. “Untunglah Bei Tama datang tepat waktu, seperti yang sudah kau ceritakan padaku, Arka.”

“Iya, Nyi, untung saja Bei Tama datang tepat waktu. Jika tidak…” Carla menimpali. “Kami tak tahu apa yang akan menimpa kami selanjutnya.”

“Benar, Nyi,” Vyn yang sedari tadi diam mendengarkan ikut menambahkan.

Nyi Lirah hanya tersenyum mendengar ucapan mereka, tapi tidak menanggapi. Dia bangkit dari duduknya, bertumpu pada tongkatnya. Sejurus kemudian, dia memejamkan mata, tampak berkonsentrasi. Tangan kanannya diangkat di depan dada, dan sesaat kemudian dari telapak tangannya muncul sebersit bayangan seperti hologram yang menghasilkan citra gambar. Awalnya samar-samar, tapi tak lama kemudian citra itu terlihat jelas.

Citra itu menunjukkan tempat Arka dan teman-temannya berjaga, pondok utara. Suasana di sekitar pondok masih porak-poranda akibat petir. Suara gemuruh petir juga terdengar dari citra itu, dan Bei Tama akhirnya terlihat sedang membentengi dirinya dari serangan badai petir.

“Bagaimana kondisimu, Bei Tama?” suara Nyi Lirah agak keras, berbicara pada Bei Tama di dalam citra itu. Rupanya Bei Tama bisa mendengarnya.

“Tidak perlu khawatir, Nyi, aku dapat mengatasi hal ini!” seru Bei Tama dari sana, masih dalam posisi kuda-kuda penuh menangkis serangan di dalam perisai kubahnya.

“Tetap waspada, Bei Tama, kami mengandalkan dirimu,” kata Nyi Lirah.

“Siap, Nyi, aku akan berusaha yang terbaik,” jawab Bei Tama, tampak berkeringat kelelahan.

“Segera kabari kami jika terjadi sesuatu,” Nyi Lirah berhenti sebentar. “Apakah perlu aku panggilkan bantuan untukmu, Bei Tama?”

“Tidak perlu, Nyi, aku masih sanggup menahannya sendiri di sini!” jawab Bei Tama singkat.

“Jaga dirimu baik-baik, Bei Tama, aku yakin kepadamu,” kata Nyi Lirah.

“Baik, Nyi!” jawab Bei Tama.

Setelah mengetahui keadaan Bei Tama dan berbicara dengannya dalam citra itu, Nyi Lirah menutup telapak tangan kanannya. Seketika, citra itu lenyap.

“Itu namanya Mayaru!…” bisik Vyn yang duduk di dekatku.

“Oh…” Aku hanya melongo melihat keajaiban yang baru saja ditampilkan Nyi Lirah.

“Mari kita berharap agar Bei Tama dapat berhasil mengatasi situasi ini dan kembali dengan selamat,” kata Nyi Lirah.

“Untuk sementara, malam ini biarlah gadis ini menginap di Gubuk Manah. Nanti aku akan menyuruh seseorang menunjukkan kamarnya.”

Kemudian Nyi Lirah menoleh padaku. “Lebih baik kalian temani gadis ini. Aku yakin dia belum makan apa-apa dari tadi sore,” katanya pada Carla.

“Baik, Nyi,” jawab Carla.

Nyi Lirah bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan ruang pertemuan itu, diikuti seorang penjaga. Sementara itu, Carla dan teman-temannya saling pandang, seperti berbicara dalam bahasa isyarat. Arka hanya mengangkat bahunya, sedangkan Vyn diam saja.

Tak lama kemudian, seorang pelayan menghampiri kami. Namanya Wulan. “Ayo, kita ke ruang makan dulu!…” Senyum Wulan sangat ramah, mengisyaratkan agar aku bangkit.

Arka, Carla, dan Vyn ikut bangkit mengikuti Wulan dan aku menuju ruang makan.

Setelah makan malam, Arka, Carla, dan Vyn berpamitan. Wulan hanya tersenyum melihat keakraban kami. Aku merasa sedikit kehangatan dan keakraban dari mereka. Setelah mereka pergi, Wulan mengajakku ke kamar yang sudah disediakan.

Aku mengikuti Wulan menyusuri lorong-lorong bangunan itu hingga kami sampai di sebuah kamar yang tampak memang disiapkan untuk tamu. Setelah membuka pintu, aku masuk mengikuti Wulan.

Dia menuju lemari besar di dalam kamar.

“Hmm, kayaknya kamu perlu ganti pakaianmu itu. Ayo pilih sendiri ya?” kata Wulan dengan senyum cerah.

“Iya… iya,” jawabku merasa tidak enak hati, “tapi….” Aku tidak meneruskan ucapanku.

“Ah, jangan sungkan, pilih saja sendiri,” ucap Wulan sambil menunjukkan koleksi pakaian di dalam lemari.

Aku memandangi pakaian-pakaian itu, mencoba memilih yang cocok. Sesekali aku melihat diriku sendiri, seolah mengukur badanku dengan pakaian yang akan kupilih.

“Kamu tahu tidak?” tanya Wulan, membuatku penasaran.

“Apa?” tanyaku.

“Pakaian yang kamu kenakan saat ini,” ucap Wulan.

“Kenapa dengan pakaianku?” tanyaku. Tapi saat aku mencermati gaun yang kupakai, aku baru sadar bahwa modelnya sangat berbeda dengan pakaian semua orang di sini.

“Itu bukan jenis pakaian yang biasa kami kenakan. Kalau kamu terus memakainya, pasti akan menimbulkan perhatian, betul kan?” jawab Wulan sambil tersenyum ramah.

“Eh, iya,” jawabku sambil tersipu malu.

Setelah memilih pakaian yang cocok, aku memakainya. Wulan mempersilakanku bercermin.

Ada cermin besar di sudut ruangan. Aku berdiri lama di depan cermin, memperhatikan bayanganku. Aku menghela napas dalam, entah apa yang ada di pikiranku.

Sementara Wulan dengan seksama memperhatikan setiap gerakanku.

“Aku rasa pakaian itu cocok dengan ukuran tubuhmu,” kata Wulan, membuyarkan lamunanku.

Dengan tersipu malu, aku hanya mengangguk dan kembali melihat diriku di cermin.

“Baiklah, sekarang kamu harus istirahat dulu,” kata Wulan, beranjak menuju pintu.

“Terima kasih ya…,” kataku terhenti. Ada kata yang hilang.

“Namaku Wulan,” kata Wulan sambil tersenyum, seolah mengerti pertanyaanku yang belum selesai.

“Eh… iya, terima kasih, Wulan,” kataku merasa lega.

“Sama-sama, istirahat yang tenang ya…” kata Wulan sambil menutup pintu kamar.

Suara langkah kakinya terdengar menjauh.

Setelah Wulan pergi, suasana kembali hening.

Aku merebahkan diri di tempat tidur, tapi mataku tetap terbuka. Kejadian hari ini terus berputar di kepalaku. Ingatanku kembali pada sore hari di pantai itu.

Sampai sekarang, aku belum bisa mengingat apapun tentang diriku. Aku mencoba mengingat setiap detik sejak tersadar di pantai, pertemuanku dengan Arka dan teman-temannya, awan hitam, Bei Tama, hingga semua hal mengesankan yang kulihat di kampung Londata ini.

Tapi semuanya terasa seperti mimpi yang kabur.

Siapa sebenarnya aku?

1
Abu Yub
lanjut thor semangat/Pray/
Abu Yub
lanjut thor
Abu Yub
lanjut
Selvy
Semangat
Abu Yub
Aku mampir lagi thor/Pray//Ok//Good/
Abu Yub
terimakasih
Abu Yub
carla dan vyn
Abu Yub
nyi
Abu Yub
lanjut/Pray/
Abu Yub
aku mampir thor. jng lupa mampir juga novel aku
Margiyono: ok otw ...
total 1 replies
Abu Yub
berempat
Abu Yub
Aneh
Abu Yub
tiba tiba
Hye Kyoe
Halo aku mampir nih....🤩
Margiyono: thaks..kak..
/Drool//Pray/
total 1 replies
liynne~
semangat, and done ya/Chuckle/
Dewi Ular🐍💆🏻‍♀️
Prita? Nama yang indah/Drool/
Margiyono: he.he.. trmksh kak.. padahal aslinya itu polypropilen.. loka pralaya itu asli ada di dunia nyata.. cuma seting karakter dan tokohnya saja.. alurnya sama dg yg di dunia nyata
total 1 replies
Andressa Maximillian
plis
Andressa Maximillian
menurutku ceritanya bagus, dunia yang dibangun penuh misteri dan kejutan
Margiyono: terimakasih
total 1 replies
Andressa Maximillian
wah.. seru nih. ditunggu kelanjutannya
Margiyono
siap, terimaksih...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!