Mungkin hal biasa kalo cewek cupu pacaran sama bad boy, namun kali ini kebalikanya gimana peran sicewe yang urak-urakan, suka balap liar, dan tidak mau diatur malah dia jatuh cinta dengan cowo cupu kutu buku yang anti sosial.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon prettyaze, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
menyesal
pagi Hari ini Sera sudah bersiap untuk berangkat ke sekolah. Ia mendengar kabar bahwa teman lamanya pindah ke sekolahnya. Duh, Sera jadi nggak sabar! Setelah memakai sepatu, ia bergegas ke arah motor kesayangannya dan segera melaju ke sekolah dengan perasaan tenang, tanpa sedikit pun memikirkan Gara.
Sesampainya di parkiran, Sera melihat teman-teman gengnya sudah berkumpul bersama seorang murid baru. Wajahnya langsung berbinar ketika mengenali sosok itu.
"David!" serunya sambil merentangkan tangan.
David tersenyum lebar dan segera menghampiri Sera, membalas pelukannya dengan erat.
"Kayak nggak pernah ketemu aja lo," sindir Akram sambil melipat tangan di dada.
"Dih, apa sih lo? Iri ya?" balas Sera santai, membuat teman-temannya tertawa.
"Kita sekelas, kan?" tanyanya pada David, masih dengan senyum penuh semangat.
"Iya, jadi lo nggak usah khawatir," jawab David sambil menggenggam tangan Sera dengan erat.
"Udah, ayo ke kelas," ajak Asa yang mulai bosan melihat drama mereka.
Di sisi lain, Gara menyaksikan semua itu dari kejauhan. Matanya menajam, hatinya mencelos melihat kedekatan Sera dengan murid baru itu. David... siapa dia? Apa hubungannya dengan Sera? Gara merasa cemas. Bagaimana kalau Sera berpaling darinya? Jujur, dia masih sangat mencintai Sera. Ia berharap hubungannya dengan gadis itu bisa segera membaik.
Saat jam istirahat tiba, Gara sudah duduk di meja kantin, menunggu Sera dan gengnya datang. Biasanya, mereka selalu semeja. Ia berharap Sera akan memilih duduk bersamanya seperti dulu.
Beberapa menit kemudian, Sera datang bersama teman-temannya... dan david. Yang lebih menyakitkan, tangan mereka bergandengan. Gara menatap pemandangan itu dengan perasaan campur aduk. Rasanya dadanya sesak.
Melihat meja kantin yang mulai penuh, hanya tersisa meja Gara yang masih kosong. Sera dan gengnya pun berjalan mendekat.
"Gara, kita boleh duduk sini?" tanya Asa dengan nada hati-hati.
Sebelum Gara sempat menjawab, Sera sudah menyela dengan nada sinis.
"Boleh lah. Emang meja ini punya dia?" ucapnya santai, seolah tak peduli dengan keberadaan Gara.
Gara menelan ludah, berusaha menyembunyikan perasaannya.
"Iya... duduk aja," jawabnya pelan.
Sera menarik David untuk duduk di sebelahnya.
"Luna, lo sama Asa yang pesenin makanan kita, ya," katanya santai.
"Iya, bawel. Mau pesen apa lo pada?" tanya Asa.
"Kayak biasa," jawab teman-temannya.
"Gue sama David sama aja," tambah Sera, lalu menatap David dengan senyum kecil.
Gara menundukkan kepala, berusaha menahan rasa sakit di hatinya. Ia mencoba berpikir positif, tapi bayangan Sera yang dulu selalu bersikap manja padanya terus menghantui pikirannya.
Sambil menunggu makanan datang, mereka mulai mengobrol santai. Sera bersandar di lengan David, asyik bermain ponsel tanpa memperdulikan sekitar. Gara hanya bisa memandangi mereka dengan hati yang semakin berat. Dulu, Sera selalu bersandar di pundaknya, selalu menggenggam tangannya, selalu bermanja-manja padanya.
Sekarang?
Sekarang gadis itu bersandar pada orang lain, seolah dirinya tak pernah ada dalam hidupnya.
Gara merindukan Sera. Ia benar-benar merindukannya.
Saat makanan sudah sampai, Sera dan David masih saja bersikap mesra di depan Gara, yang notabene masih menjadi pacarnya. Sera tampak benar-benar mengabaikan keberadaan Gara di sana, seolah laki-laki itu tidak pernah ada dalam hidupnya.
Gara yang mulai merasa kepanasan melihat kelakuan mereka akhirnya memilih berdiri dan berpamitan kepada teman-teman Sera yang lain.
"Lah, dia pergi kenapa?" tanya David heran.
"Cemburu lah! Pakai nanya lagi," jawab Harsa santai sambil melirik ke arah Gara yang berjalan menjauh.
asa menatap Sera dengan serius. "Lo nggak ada niatan baikan sama dia?"
Sera mengangkat bahu, lalu melanjutkan makannya tanpa beban. "Nggak. Biarin aja."
"Ntar putus beneran, lo nangis lho," celetuk Akram sambil mengunyah makanannya.
Sera mendengus. "Dih, jangan putus lah. Enak aja," ucapnya pelan. Jujur saja, dia masih mencintai Gara. Ia nyaman bersamanya, tapi gengsinya terlalu besar untuk mengakui kesalahannya dulu.
David menatap Sera sambil menyodorkan minumnya. "Udah, makan dulu. Nanti baikan sama dia."
"Iya, iya. Ntar juga gue hubungin dia," gumam Sera malas. Dia memang berencana untuk menghubungi Gara malam ini dan mengajaknya bertemu.
"Lagian, lo malah mesra-mesraan sama cowok lain," luna ikut menimpali dengan nada kesal.
Sera mendengus, merasa semua orang terlalu membesar-besarkan masalah. "Emang kenapa? Dia sahabat gue kok."
Litani yang sejak tadi diam akhirnya buka suara. "Masalahnya, Sera, Gara itu belum kenal David. Lo pikir dia tahu kalau david itu sahabat kecil lo? Bisa aja dia nganggep davis itu selingkuhan lo."
Sera terdiam sejenak, lalu mengangkat bahu santai. "Iya juga sih... Tapi ntar lah gue bilang. Gara juga nggak mungkin mikir aneh-aneh."
Asa menghela napas panjang. "Hadeh, terserah lo deh."
Teman-temannya malas menasihati Sera yang keras kepala itu.
Sepulang Sekolah
Saat bel pulang berbunyi, Sera dan david berjalan berdampingan sambil bergandengan tangan. Banyak murid yang melihat mereka, beberapa bahkan mulai berbisik-bisik, mengira bahwa Sera sudah putus dari Gara dan kini berpacaran dengan david.
Padahal, kenyataannya, hubungan mereka hanya sedang retak, bukan berakhir.
Setibanya di rumah, Sera merebahkan diri di kasur dan menatap layar ponselnya. Ia membuka kontak Gara, ragu-ragu sejenak sebelum akhirnya mengetik pesan.
> "Ketemuan yuk? Restoran tempat kita dulu dinner bareng."
Sera menekan tombol kirim dan menunggu dengan sedikit gugup. Ia berharap, malam ini semuanya bisa kembali seperti semula.