Dinda, wanita cantik berusia 25 tahun itu sangat menyayangi adik angkatnya yang bernama Rafly yang usianya lebih muda enam tahun darinya. Karena rasa sayangnya yang berlebihan itulah membuat Rafly malah jatuh cinta padanya. Suatu malam Rafly mendatangi kamar Dinda dan merekapun berakhir tidur bersama. Sejak saat itulah Rafly berani terang-terangan menunjukkan rasa cintanya pada Dinda, ia bahkan tak peduli kakak angkatnya itu sudah memiliki tunangan.
"Kamu harus putusin si Bara dan nikah sama aku, Dinda!" ucap Rafly.
"Aku nggak mungkin putusin Bara, aku cinta sama dia!" tolak Dinda.
"Bisa-bisanya kamu nolak aku padahal kamu lagi hamil anakku!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Soufflenur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nayla Anakku Kan?
Bening tampak merasa kasihan pada Viona namun ia tak bisa melakukan apapun jadi ia berlalu pergi tanpa mengatakan apapun.
Viona masih saja menangis dan ia mengumpat kasar mencaci maki Rafly dan juga Bening yang telah membuat hidupnya menderita dari dulu hingga kini.
Sementara itu Dinda kini sudah bangun dari tidurnya lalu ia pun keluar dari kamarnya dengan tertatih karena tubuhnya masih terasa sakit akibat perbuatannya Rafly.
"Ke mana ya dia? Moga aja Rafly lagi nggak ada di rumah sekarang ini, aku males liat dia lagi," ucap Dinda. Karena jika mereka berdua bertemu sudah pasti Rafly akan menidurinya lagi dan terus menerus hingga ia merasa kewalahan menghadapinya.
Namun ketika Dinda pergi ke kamarnya Nayla, ia dibuat terkejut melihat Rafly ada di sana sedang menemani anaknya bermain boneka. Nayla terlihat sangat gembira sekali terdengar dari suara tawanya itu.
"Aku harus lakuin sesuatu nih," gumam Dinda. Ia tak ingin anaknya itu dekat dengan Rafly karena hal itu bisa mengakibatkan Viona marah. Ia tak ingin ibunya itu tahu dan marah lagi padanya.
Dinda pun masuk ke dalam kamarnya Nayla dan menyuruh sang anak untuk tak dekat-dekat dengan Rafly membuat anaknya itu menatapnya dengan bingung.
"Tapi Nayla maunya sama Papa," ucap Nayla sambil cemberut dan ia minta dipeluk oleh Rafly yang langsung saja memeluknya lalu ia pun tersenyum bahagia.
"Tuh kamu denger sendiri kan? Nayla itu anakku makanya dia bilang gitu, dia nggak mau jauh dari Papanya," ujar Rafly sangat bangga dengan anaknya itu.
"Apaan sih kamu tuh nggak usah ikut campur deh, ini kan urusan keluarga aku dan kamu itu bukan ayahnya Nayla," balas Dinda.
Rafly tampak tersinggung dan tak terima dengan sanggahan Dinda tersebut. Itu sangat melukai harga dirinya. Seolah Dinda belum puas juga telah menyakitinya dengan tak mengatakan apapun tentang anak mereka itu.
Akhirnya baby sitter datang lalu membawa Nayla pergi agar Dinda dan Rafly bisa mengobrol berdua saja di kamar itu.
Rafly kemudian berjalan mendekati Dinda, ia menurunkan tubuhnya agar sejajar dengan Dinda membuat wanita cantik itu risih dibuatnya dan menatap ke arah lain.
"Kamu bilang Nayla itu bukan anak aku? Ayolah, sayang. Kamu itu apa nggak sadar ya kalau kamu itu udah keterlaluan banget bohongnya."
"Siapa juga yang bohongin kamu? Aku enggak bohong kok aku tuh cuma ngomong yang sebenarnya," kilah Dinda.
Dinda kemudian menceritakan pada Rafly tentang dirinya yang sudah menikah namun suaminya itu saat ini sedang berada di luar negeri karena urusan pekerjaan. Ia bahkan meyakinkan Rafly agar pemuda itu percaya padanya.
Namun Rafly tetap lah Rafly, ia sama sekali tak percaya pada cerita Dinda yang menurutnya hanya karangan belaka itu. Ia yakin betul bahwa Nayla itu adalah anak kandungnya.
"Terserah kalau kamu nggak mau percaya nggak masalah kok!" ucap Dinda lalu ia berniat pergi namun langkahnya terhenti dan ia terkejut ketika tubuhnya dipeluk dari belakang oleh Rafly.
"Apa lagi sih?" tanya Dinda kesal.
Rafly tak menjawab ia malah membalikkan tubuh Dinda lalu ia cium dengan brutal dan seperti biasa Dinda hanya pasrah saja dicium olehnya.
Rafly mengajak Dinda ke kamarnya yang dulu itu lalu mereka meneruskan ciuman hingga buka pakaian dan berakhir tidur bersama lagi di atas ranjang.
"Udah ah aku capek," tolak Dinda ketika Rafly memeluknya lagi mengajaknya untuk melanjutkan kegiatan mereka lagi.
"Biar Nayla punya adek," ujar Rafly tetap berusaha untuk merayu Dinda agar mau melayaninya lagi.
"Nggak ah enak aja, Nayla aja masih kecil gitu udah mau dikasih Adek!" tolak Dinda mentah-mentah lalu ia cemberut kesal.
Rafly pun mengalah meski ia terpaksa, ia kemudian mengantarkan Dinda ke kamarnya Dinda. Ia membaringkan Dinda di atas ranjang lalu ia tersenyum tipis.
"Kenapa kamu senyam senyum gitu?"
"Itu karena aku lagi seneng banget, akhirnya aku bisa ketemu lagi sama kamu dan juga Nayla anak kita."
"Apaan sih orang Nayla bukan anak kamu kok! Nggak usah ngaku ngaku gitu akunya yang nggak nyaman tau nggak!"
Namun Rafly tampak tak peduli dengan larangan Dinda tersebut dan ia pun berlalu pergi.
Saat waktunya makan malam Dinda mengajak Viona untuk makan namun ibunya itu menolaknya dengan alasan ia tak mau satu meja dekat Rafly dan Bening karena ia muak melihat mereka berdua.
Dinda pun paham dengan alasan ibunya itu, karena itulah ia berinisiatif membawakan makanan untuk ke kamar ibunya dan ia juga menyuapi ibunya dengan telaten agar menghabiskan makanannya itu karena ia tak ingin ibunya sakit.
"Makasih, Nak. Mama bisa hidup sampai sekarang itu karena demi kamu dan Nayla," ujar Viona.
"Mama jangan bilang gitu dong, harusnya aku yang berterima kasih ke Mama karena Mama udah merawat aku dari dulu sampai sekarang," balas Dinda.
Viona kembali teringat masa lalu di mana ia mengadopsi Dinda karena cukup lama ia menikah namun belum juga dikaruniai seorang anak. Sekarang ini hanyalah Dinda dan Nayla yang berharga dalam hidupnya. Dulu ia pernah hamil saat Dinda sudah bersekolah di sekolah dasar namun malah anak itu hilang saat di rumah sakit. Ia dan suaminya dulu sudah mencari kemana pun namun tak pernah ditemukan. Jika anak itu masih hidup ia berharap anak laki-lakinya itu selamat dan hidup bahagia meski ia belum pernah melihatnya.
"Udah dong Mama nggak usah sedih lagi, Mama kan punya aku dan Nayla," ucap Dinda dan Viona mengangguk.
"Iya." Viona menghapus air matanya itu.
Besoknya ada rapat di kantor jadi pagi pagi sekali Dinda harus sampai di kantor. Ia tampak buru-buru sekali masuk ke dalam mobilnya itu.
"Biar aku yang nyetir ya?" Rafly tiba-tiba saja datang menawarkan diri.
"Apa sih kamu bikin kaget aja deh! Pergi sana! Aku bisa nyetir sendiri kok!"
Namun Rafly nyengir lalu ia pun masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi kemudi.
Meski Dinda kesal pada Rafly namun ia membiarkan saja Rafly mengemudikan mobilnya itu.
Setelah mereka sampai di perusahaan, Rafly pun pamit pulang namun sebelum itu ia mencuri ciuman di bibir Dinda membuatnya diteriaki oleh wanita itu namun ia tak peduli dan menjalankan mobilnya pergi dari tempat itu.
"Dasar bocah kebangetan banget dia tuh," ujar Dinda kesal.
Saat akan masuk ke dalam ruangan kerjanya Dinda malah melongo melihat ada seorang pria yang duduk santai di sofa dan memberinya senyum menawannya itu.
"Loh Mas Reyhan?" Dinda menyapa dengan senyuman juga.