NovelToon NovelToon
CINTA RAHASIA PAK DOSEN

CINTA RAHASIA PAK DOSEN

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Dosen / CEO / Cinta Beda Dunia / Diam-Diam Cinta / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:5.1k
Nilai: 5
Nama Author: ZIZIPEDI

Dalam keheningan, Nara Wibowo berkembang dari seorang gadis kecil menjadi wanita yang mempesona, yang tak sengaja mencuri hati Gala Wijaya. Gala, yang tak lain adalah sahabat kakak Nara, secara diam-diam telah menaruh cinta yang mendalam terhadap Nara. Selama enam tahun lamanya, dia menyembunyikan rasa itu, sabar menunggu saat Nara mencapai kedewasaan. Namun, ironi memainkan perannya, Nara sama sekali tidak mengingat kedekatannya dengan Gala di masa lalu. Lebih menyakitkan lagi, Gala mengetahui bahwa Nara kini telah memiliki kekasih lain. Rasa cinta yang telah lama terpendam itu kini terasa bagai belenggu yang mengikat perasaannya. Di hadapan cinta yang bertepuk sebelah tangan ini, Gala berdiri di persimpangan jalan. Haruskah dia mengubur dalam-dalam perasaannya yang tak terbalas, atau mempertaruhkan segalanya untuk merebut kembali sang gadis impiannya? Ikuti kisahnya dalam cerita cinta mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZIZIPEDI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

TIGA PULUH TIGA

Nara terpaku, lidahnya seolah ikut terkunci di dalam mulut yang ternganga. Tatapannya kosong, tak percaya, melihat sosok Gala yang tiba-tiba mengatakan sesuatu yang sebelumnya tak pernah terpikir olehnya.

Gilsa menoleh ke arah Gala dengan wajah penuh keheranan.

"Apa maksudnya tiba-tiba membahas soal dirinya? kenapa denganku?" tanya Gilsa dengan mata sedikit menyipit, berusaha menangkap maksud Mas Galanya.

Tanpa ragu Gala menjawab.

"Ada yang mengira kamu istriku, Dek." Pernyataan itu membuat Nara semakin tersudut, bahkan sedikit malu.

"Ooo... sudah kuduga, hubungan kalian bukan cuma dosen dan mahasiswa. Eeemm... apa dia gadis yang kamu ceritakan itu, Mas?" tanya Gilsa, mencoba menggoda mereka dengan nada bercanda.

Nara menyipit semakin penasaran, tapi juga merasa ada sesuatu di balik pertanyaan Gilsa. Dengan tenang, Gala menjawab.

"Ya, dia Nara, istriku."

Hal itu tentu membuat Gilsa tersentak kaget, karena sebagai adik satu satunya, Gala tak memberitahu, hal sebesar itu.

"Apa Mas… istri? Dan kamu nggak pernah cerita sama aku, Mas?" Gilsa benar-benar terkejut mendengar pengakuan Gala, merasa tak percaya bahwa sesuatu sebesar ini bisa disembunyikan darinya.

"Maaf, Dek. Mas tak memberitahumu karena ada hal yang kami sepakati," jelas Gala sambil menatap Nara dengan sedikit canggung.

Gilsa pun lantas memutar pandangannya ke arah Nara, berharap dia mau memberi penjelasan lebih lanjut, tapi yang Gilsa  dapatkan hanya senyuman tipis dan kikuk dari wajah Nara. Dengan suara pelan, akhirnya Nara membuka suara.

"Ya, apa yang Mas Gala katakan itu benar. Ada hal yang menurut kami perlu dipertimbangkan, untuk go public" sahut Nara mencoba menjelaskan. 

Gilsa terdiam, mencoba memahami dan  sedikit merasakan bahwa ada lebih banyak cerita yang mereka simpan, lebih dalam dari sekadar alasan sederhana. Namun, apakah Gilsa berhak untuk bertanya lebih jauh?semua tergantung Gala dan Nara.

"Bisakah Mas Gala atau Mbak Nara, menjelaskan dengan lebih jelas? Aku benar-benar tidak mengerti cara kalian berpikir," desis Gilsa sambil menatap Gala dan Nara bergantian. Matanya menajam, mencoba menangkap sedikit saja rasa bersalah di wajah mereka, tapi yang  Gilsa temukan hanya kecanggungan diantara mereka berdua.

Mobil mewah berhenti dengan lembut di halaman rumah Gilsa. Dari dalam rumah, langkah mantap seorang wanita paruh baya terdengar mendekat. Umi Laila, mertua Gilsa, keluar menyambut dengan senyum yang memancarkan kehangatan.

"Alhamdulillah, kamu sudah pulang Nduk," suaranya penuh kelegaan dan kasih.

"Iya, Umi, alhamdulillah," Gilsa membalas dengan suara yang penuh kerinduan. Dalam kelembutan dialog itu, Gilsa memperkenalkan Nara,sebagai istri Mas Galanya.

"O iya Umi, kenalkan ini Mbak Nara, istri Mas Gala," katanya dengan nada yang dipenuhi rasa hormat. Nara, dengan sedikit gugup, menyentuh lembut tangan Umi Laila sambari memperkenalkan diri.

"Nara.." Ada ketenangan yang tidak terduga melingkupi hati Nara, saat berinteraksi dengan Umi Laila, seolah-olah semua kekhawatirannya menemukan tempat berlindung. Umi Laila menenangkan setiap jiwa yang hadir.

"Monggo duduk, Nak Gala,Nduk Nara" Dia mengarahkan Nara dan Gala untuk duduk berdampingan di kursi yang sama, memberikan kesan bahwa mereka adalah bagian dari keluarga yang sama.

Dengan ramah dan penuh perhatian, Umi Laila kemudian mengajak mereka untuk bergabung dalam jamuan makan siang, di mana tawa dan cerita bercampur menjadi satu, mencairkan setiap kebekuan yang mungkin sempat ada. Rasa kekeluargaan itu kian kuat memenuhi ruangan, memadukan dua dunia yang bertemu dalam satu ikatan keluarga di pondok pesantren Ar-Rahman.

Usai perjamuan makan siang yang tak direncanakan, Nara membantu mencuci piring, tak enak rasanya jika tak ikut membantu 

Sementara Gilsa duduk menemani Gala di ruang tamu.

"Mas, boleh aku bicara?" tanya Gilsa meminta izin sebelum bertanya,pada Mas Galanya.

"Emm.., tanyakan saja," ujar Gala menanggapi dengan santai.

"Maaf sebelumnya Mas, jangan tersinggung, tentang hubungan Mas dan Mbak Nara,Ini pernikahan, Mas, bukan permainan petak umpet!" Nada suara Gilsa sedikit tegas tanpa bisa  ia hindari. Sungguh Gilsa tak habis pikir, apa alasan mereka sampai berpikir seperti itu. Tidak kah mereka sadar, merahasiakan pernikahan seperti itu hanya akan menimbulkan fitnah?.

Gala menatap adiknya dengan tatapan yang serius.

"Dek, tak semua alasan Mas ceritakan padamu, yang jelas, mas merasa bahagia memiliki Mbakmu Nara," ucapnya dengan nada penuh keyakinan.

Cahaya lampu ruang tamu menerangi wajahnya yang tampak bersungguh-sungguh. Gilsa menarik nafas dalam-dalam, keningnya berkerut, deraan kebingungan dan kekhawatiran bercampur menjadi satu.

"Em.. oke, aku mengerti, tapi, kamu sadar tidak,Mas? Ini bisa merusak nama baik kalian berdua. Bayangkan saja, apa jadinya jika orang-orang mulai bergosip? Tinggal bersama tanpa ikatan pernikahan, dugaan-dugaan liar bisa saja bermunculan. Mas Gala seorang dosen terhormat, apakah Mas rela reputasimu hancur hanya karena bisikan-bisikan miring?" Matanya tajam, seolah menembus hati. 

"Orang pasti akan berbisik, menyebut kalian kumpul kebo. Misunderstanding itu hanya soal waktu, Mas. Jangan biarkan kebenaran terkubur terlalu lama. Sekarang ini, semua mata mengira kalian masih lajang dan bisa saja, kehadiran orang ketiga mulai merayap masuk, mengoyak benang yang telah kalian rajut bersama."

Gala menarik napas panjang, matanya terpaku pada jendela yang terbuka, memperlihatkan aliran angin yang menari-nari masuk ke ruangan.

"Memang benar, namun persoalan ini tidak semudah yang kau kira,Dek. Saat ini Mbakmu Nara, belum bisa mengenali Mas. Gangguan pada ingatannya yang diakibatkan trauma dimasa kecilnya itu, membuatnya kehilangan ingatan, jadi saat ini Mbakmu Nara sedang belajar mengenal Mas dari nol. Namun, Mas  yakin suatu hari nanti, dia akan mengingat segalanya tentang kami," ucap Gala, suaranya bergetar.

"Permasalahan Mas Gala,aku rasa lebih kompleks dari sekedar lupa ingatan Mas,kemungkinan terbesar adalah, Mas harus  bersiap jika ada orang lain yang terpikat dengan Mbak Nara. Karena bagi dunia luar, Mbak Nara masih gadis, bukan istri seseorang," timpal adiknya dengan nada serius yang semakin membuat Gala terbenam dalam kecemasan.

Silence fell over the room as the weight of their situation began to sink in.

Diam sejenak, Gala membalikkan badannya menghadap adiknya, menunjukkan ekspresi yang kompleks. "Aku tahu risikonya, Dek.Doakan saja semua membaik," jawabnya, berusaha meyakinkan adiknya sekaligus dirinya sendiri.

"Aku akan doakan yang terbaik untuk kalian. O ya Mas,sering-seringlah ajak Mbak Nara ke sini,barang kali mbak Nara tertarik dengan belajar ilmu agama, biar kita bisa belajar bareng. Hijrah bersama itu lebih mudah, dan menurut pengamatan Gilsa, Mbak Nara memang memerlukan penguatan pada dasar-dasar ilmu religi," ujar Gilsa dengan nada penuh semangat, seolah membakar api motivasi dalam diri sang kakak.

"Mas pikir juga begitu, Dek" sahut Gala.

"Hemm...cocok Mas, kalau Mas Gala ada niat ke sana. Karena seorang istri bukan hanya harus tahu, tapi mesti benar-benar mengerti dan memahami setiap hukum serta kewajibannya. Dengan begitu, insya Allah, ke mana pun ia pergi, ia akan selalu tahu batasan yang harus dipatuhi." Gala, yang turut serta dalam percakapan itu, menimpali dengan semangat.

"Emm... Mas, coba bicara dengan Mbakmu Nara." Ada harapan yang mendalam dalam suaranya, berharap Nara akan mendengar untuk melangkah bersama dalam cahaya keimanan.

Setelah kurang lebih satu jan di kediaman Gilsa, Gala dan Nara pun pamit pulang. Nara duduk di sebelah kursi kemudi.

Di perjalanan pulang Nara terlihat banyak diamnya. Namun Gala tak ingin hanyut dalam kebisuan.

"Kamu capek?" tanya Gala dengan nada tiba-tiba yang mengejutkan. Nara langsung menggeleng, "Tidak,kenapa Prof, tiba tiba peduli, sangat mencurigakan?" tatapannya menerobos ke arah Gala yang tampak gelisah. 

"Emm...sudah merasa rupanya" sindir Gala.

"Maksud Prof..?" Nara meminta penjelasan.

"Telah sampai ke telingaku, ini sudah kali ketiga kamu absen dari kuliah. Ke manakah kamu pergi? Bukankah setiap hari Saya yang mengantarmu ke kampus? Jangan-jangan kamu malah menghabiskan waktu kuliahmu di klub-klub malam, bersenang-senang tanpa sepengetahuanku?" Gala bertanya dengan suara yang tertahan, seolah-olah berusaha meredam kekhawatirannya.

Dengan tatapan yang tajam dan lurus ke depan, Nara menggeleng lagi.

"Apakah Prof akan percaya dengan jawabanku?" tantangnya dengan suara berat. "Tergantung," Gala menjawab singkat, datar, seolah menimbang-nimbang kejujuran yang mungkin akan terucap.

"Ya sudah, jika itu kondisinya, lebih baik aku tidak menjawab," sahut Nara dengan keras kepala yang tak kalah gigih.

"Tidak masalah, aku bisa saja melaporkan ini semua kepada Bara," ancam Gala, tidak mau kalah dalam adu kekuatan.

"Hem... menyebalkan," gerutu Nara, bibirnya mengerucut dalam rasa frustrasi. Gala tersenyum, ada kesenangan tersendiri saat melihat Nara memanyunkan bibirnya.

"Jika ingin menghindari masalah,dari Bara,  lebih baik beri tahu saya, ke mana sebenarnya kamu pergi saat bolos kuliah itu?" Gala mendesak, nada suaranya meningkat menjadi tegas dan serius.

"Aku mengikutimu, Prof," jawab Nara dengan suara kecil, hampir berbisik. Gala nyaris tersedak oleh ludahnya sendiri, terkejut oleh pengakuan yang tidak terduga itu dari istrinya.

"Mengapa kau membuntutiku?" Gala merasa terkejut, tidak percaya.

"Coba Prof pikir aja sendiri, mengapa saya harus membuntuti Anda? Apakah tidak wajar jika saya curiga ketika suami saya selalu pulang tengah malam dan berkunjung ke rumah seorang wanita?apa lagi wanita itu lebih solehah dan tegah hamil, Prof pikir keadaan saya baik baik saja, setelah mengetahui itu" sahut Nara dengan rona malu di wajahnya. Karena Nara salah prasangka, yang ia curigai ternyata malah adik suaminya sendiri.

Di dalam hati, Gala tidak bisa menyembunyikan rasa gembira yang membuncah ketika ia menyadari Nara diam diam, benar-benar peduli padanya.

"Hee... apakah ini berarti istriku cemburu?" goda Gala sambil menatap Nara dengan tatapan penuh kebahagiaan.

"Taubah...," sahut Nara asal, sambil mengerucutkan bibirnya.

Entah kenapa tiap kali Nara berperilaku demikian, jantung Gala berdetak lebih kencang, diiringi dengan gelombang perasaan yang tidak bisa dijelaskan. Dalam sekejap, Gala segera meminggirkan mobil dan dengan cepat menarik kepala Nara mendekat, dalam hitungan detik, bibir Gala telah mencium bibir Nara dengan penuh kerinduan.

Nara terkejut, jantungnya berdebar kencang. "Mas... ini di tempat umum," bisik Nara lirih. Gala langsung melepaskan ciumannya.

"Kamu memanggilku apa?" tanya Gala, seolah mendapatkan hadiah tak terduga, saat Nara memanggilnya 'Mas'.

1
Mira Hastati
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!