Kehadiran sosok wanita cantik yang memasuki sebuah rumah mewah, tiba-tiba berubah menjadi teror yang sangat mengerikan bagi penghuninya dan beberapa pria yang tiba-tiba saja mati mengenaskan.
Sosok wanita cantik itu datang dengan membawa dendam kesumat pada pria tampan yang menghuni rumah mewah tersebut.
Siapakah sosok tersebut, ikuti kisah selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Celdam Berenda
Debaran dijantung pria itu memburu saat membawa celana dalam bewarna merah darah dengan bahan seperti berjaring.
Tubuhnya gemetar dan memilih pulang ke rumah dengan wajah yang memucat.
Didalam mobilnya. Ia kembali melihat benda itu dan mengeluarkannya dari saku celana. "Tidak, tidak mungkin," ia menggelengkan kepalanya. Lalu kembali menyimpannya dan meninggalkan tempat peristiwa itu terjadi.
Setibanya dirumah. Ia bergegas masuk dan menapaki anak tangga untuk menuju ke kamar. Saat berada diambang pintu, ia melihat tubuh Sutini terbaring lemah dan tak berdaya.
Wanita itu benar-benar stroke, lalu mengapa benda berenda itu berada disana? Segala pertanyaan memenuhi benaknya.
"Apa mungkin orang lain yang sengaja memakai celana dalam ini untuk memfitnah Sutini?" pria itu terus memperhatikan sang istri yang terbaring dengan tak berdaya, bahkan untuk makan saja ia tidak dapat melakukannya sendiri, bagaimana mungkin ia dapat menghabisi pria yang bertubuh tinggi dan kekar seperti Purnomo?
Mahardika merasa pusing memikirkan semuanya. Belum juga selesai masalah pembunuhan yang terjadi tempo hari, kini harus terjadi lagi.
"Hah!" tiba-tiba pria itu tersentak kaget saat sebuah tangan dingin menyentuh pundaknya. Pria itu menoleh ke arah seseorang yang berada dibelakangnya. "Dayanti!" ucapnya dengan dada bergemuruh.
Wanita hanya menatap dingin. Ia membawa sepiring nasi dengan sambal hati dan jantung yang ia masak pagi tadi.
Aroma Mawar menyeruak dari tubuhnya saat ia melintasi pria tersebut.
Mahardika yang tadinya pusing memikirkan kematian para pekerjanya, kini justru terpikat oleh gerakan melenggang yang ditampilkan oleh Dayanti saat berjalan menuju ranjang dimana tubuh Sutini terbaring lemah.
Baru saja ia merasa bebannya hilang, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu yang membuyarkan segala lamunannya.
Pria itu berbalik badan, lalu menuju ruang depan untuk melihat siapa yang datang, sedangkan Dayanti sudah duduk ditepian ranjang untuk menyuapi wanita tersebut.
Mahardika tiba didepan pintu. Seketika matanya terbeliak saat melihat dua orang petugas kepolisian datang ke rumahnya. Sesaat ia teringat akan celana dalam yang sedari tadi ia kantongi, ia harus melenyapkan barang tersebut.
Pria itu bergegas pergi kelantai tiga dan membuang benda itu ke dalam gudang uang selama ini tidak pernah dibukanya.
Setelah itu ia kembali lagi le ruang depan dan berusaha mengatur nafasnya yang tersengal dan wajahnya dibuat setegar mungkin.
Ia membuka pintu dengan bersikap tenang, ia tidak ingin panik. "Ada apa ya, Pak?" tanyanya dengan setenang mungkin agar tidak menimbulkan kecurigaan pada petugas tersebut.
"Apakah kami boleh masuk?" tanya salah satu petugas dengan sopan. Sedangkan salah satunya memperlihatkan surat perintah penangkapan yang ditujukan kepada Sutini.
Mahardika tercengang. Benar dugaannya, jika polisi mencurigai sang istri. Tetapi mengapa bisa terjadi?
"Em, maaf, Pak. Ini apa ya maksudnya?" tanyanya untuk memastikan. Ia masih ragu dengan surat perintah yang ditujukan pada sang istri.
"Ini sudah jelas tertulis jika istri bapak yang bernama Ayu Sutini binti Agus telah menjadii tersangka pembunuhan Purnomo yang merupakan karyawan diperusahaan Anda." petugas memperlihatkan nama sang istri yang tertulis disurat perintah penangkapan itu.
"Tidak, tidak mungkin terjadi, Pak! Sebab istri saya mengalami stroke dan jangankan untuk membunuh, untuk makan saja ia tidak dapat melakukannya sendiri, ini fitnah!" Mahardika menolak untuk membiarkan Sutini ditahan polisi.
"Jelaskan.saja nanti itu dikantor polisi, Pak. Kami hanya menjalankan tugas!" polisi menggertak Mahardika dan hal itu berhasil membuat pria itu menciut sebab salah satunya mengeluarkan sebuah pistol untuk mengancam pria itu.
"Dimana istri, Bapak, sekarang!" polisi itu tetap mengacungkan senjata untuk membuat Mahardika tak berkutik.
"Di-,dikamar atas!" tunjuknya ke lantai dua.
Kedua polisi itu menggiring Mahardika untuk menunjukkan dimana Sutini berada. Dibawah ancaman sebuah pistol, pria itu kini berjalan menuju tangga dan diikuti oleh kedua petugas.
Setibanya didepan pintu, terlihat Sutini sedang terbaring lemah sendirian diatas ranjang. "Itu istri saya! Kalau mau bawa saja sendiri," ucap pria itu dengan sinis.
Kedua mata Mahardika menyapu pandangannya untuk melihat dimana Dayanti berada. Tidak mungkin wanita itu pergi menghilang begitu saja, sebab jalan turun ke bawah hanya ada satu saja, kecuali ia melompat dari jendela atau balkon kamar.
Kedua polisi itu menghampir Sutini, dan memperlihatkan surat penangkapan untuknya dengan bukti jelas jika sidik jari ditubuh Purnomo adalah miliknya.
Wanita itu hanya tercengang. Ia tak mengerti mengapa ia terlibat didalam peristiwa mengerikan itu, sedangkan ia tertidur dirumah.
"Ayo, kita ke kantor polisi!" ajak salah satunya.
"Emmm, emmmm," jawab Sutini dengan bibir yang merot ke samping kiri.
Kedua polisi itu saling pandang. Apakah ada kemungkinan ini hanya alasan saja?
"Sejak kapan istri bapak mengalami kelumpuhan?" tanya salah satunya.
"Sejak dua hari yang lalu!" jawab Mahardika enteng.
"Panggilkan dokter, untuk memeriksa kondisinya, apakah ini benar atau hanya permainan basi belaka!" titah salah satu pimpinan yang dalam tugas penangkapan tersebut.
Polisi satunya mengangguk, lalu menghubungi pihak rumah sakit untuk membawa seorang dokter dan memeriksa kondisi Sutini yang mengalami stroke.
Menit berikutnya, sebuah mobil ambulance datang beserta tenaga medis untuk memeriksa kondisi wanita yang terbaring diatas ranjang tersebut.
Setelah memeriksanya dengan benar, wanita itu benar sedang bermasalah dengan kesehatannya, dan terpaksa dibawa ke ruamh sakit untuk dilakukan perawatan agar nantinya dapat dimintai keterangan.
Sutini dievakuasi dengan tandu dan dipikul beramai-ramai menuju ambulance dan dibawa ke rumah sakit, yang nantinya akan dijaga dengan sangat ketat.
Sedangkan Mahardika dibawa ke kantor polisi untuk kembali dimintai keterangannya.
Setelah semua pergi, Dayanti turun dari kamar dilantai dua dengan sorot mata yang misterius, lalu senyum seringai menghiasi bibirnya.
Dikantor Polisi, Mahardika dicecar oleh berbagai pertanyaan yang mencoba menjebaknya. Karena banyak saksi yang mengatakan jika pria itu berada ditempat yang disebutkan oleh Mahardika, maka pria itu dibebaskan dan kembali pulang ke rumah.
Disepanjang perjalanan menuju pulang, ia berfikir keras mengapa wanita itu ditemukan sidik jarinya ditubuh korban? Apalagi kondisi Purnomo setengah telan-jang dan baru saja selesai bercinta. Apakah itu tandanya jika Sutini melakukan hubungan terlarang saat sebelum membunuh Purnomo? Tapi bagaimana ia bisa tiba disana? Dan mengapa?
Kabar tentang ditahannya istri kedua Mahardika sebagai pemilik perkebunan, maka hal ini menggemparkan daerah tersebut. Apa mungkin juga ia membunuh Darto?
Jojo yang mendengar kabar tersebut bergidik ngeri. Ia memandang sang ibunda untuk meminta pendapatnya, sebab malam itu ia melihat Sutini berjalan ke arah rumah sang manager.
"Bersikaplah biasa saja. Jangan ceritakan apa yang kau lihat ini pada siapapun, karena berurusan dengan polisi itu merepotkan, bisa jadi kamu yang hanya seorang saksi akan dijadikan tersangka, sebab Sutini sendiri mengalami stroke saat kejadian!" Yuli menekankan ucapannya pada puteranya.
Jojo mengangguk dengan mengiyakan apa yang diucapkan oleh ibundanya.