Siapa sangka putri tertua perdana menteri yang sangat disayang dan dimanja oleh perdana menteri malah membuat aib bagi keluarga Bai.
Bai Yu Jie, gadis manja yang dibuang oleh ayah kandungnya sendiri atas perbuatan yang tidak dia lakukan. Dalam keadaan kritis, Yu Jie menyimpan dendam.
"Aku akan membalas semua perbuatan kalian. Sabarlah untuk menunggu pembalasanku, ibu dan adikku tersayang."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reinon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 13
Pria itu mencengkram tangan Yu Jie. Membuat tubuh Yu Jie maju ke depan hingga wajahnya sangat dekat dengan wajah pria itu. Matanya terbuka menampilkan dua buah manik hitam sempurna.
"Apa yang kau lakukan?" tanya pria itu.
Yu Jie terdiam. Tubuhnya seketika menegang antara takut dan terpana saat mata mereka beradu.
"Aku ..."
Belum sempat Yu Jie menjawab, mata pria itu kembali tertutup dan tangannya terkulai ke samping.
"Pingsan lagi," ucap Yu Jie tak percaya.
"Nona, dia sudah sadar."
"Pingsan lagi," jawab Yu Jie datar.
Yu Jie menatap wajah pria itu sekali lagi. Wajahnya sangat tampan dengan kulit putih, bibir merah dan hidung mancung. Ketampanannya sangat unik. Seumur hidupnya, Yu Jie belum pernah bertemu dengan pria setampan ini.
"Nuan, kembalilah ke gubuk! Minta bantuan Li Mei untuk menarik gerobak," timpal Yu Jie.
"Baik nona," ucap Nuan.
Gadis muda itu segera bangkit. Baru beberapa langkah dia berjalan, gadis muda itu berbalik dan bertanya, "Hmm, nona. Untuk apa membawa gerobak?"
Yu Jie memutar bola matanya malas. Apa isi kepala Nuan sedang tidak berada di tempatnya?
"Untuk membawa ikan," jawab Yu Jie malas.
Nuan menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, "Hmm, nona! Seingat Nuan, kita tidak menangkap ikan di sungai."
"Tentu saja ada," jawab Yu Jie.
"Di mana ikannya, nona?" tanya Nuan penasaran.
"Itu," jawab Yu Jie sambil menunjuk tubuh yang tergeletak di sampingnya dengan mulutnya.
"Aish, nona! Dia itu manusia bukan ikan," ucap Nuan.
Yu Jie memilih diam malas menanggapi respon Nuan.
"Oh, gerobak itu untuk mengangkut pria itu!"
"Akhirnya, dia sadar juga," ucap Yu Jie.
"Pria itu sudah sadar nona?"
Yu Jie memutar bola matanya lalu menjatuhkan dirinya tepat di samping pria itu. Sedangkan Nuan tertawa tak enak hati menyadari kebodohannya.
Sepeninggal Nuan, Yu Jie kembali membersihkan tubuhnya. Kali ini Yu Jie tidak perlu berendam. Hanya membersihkan sisa keringat agar tidak lengket.
Usai membersihkan diri, Yu Jie berniat untuk mengganti baju mandinya dengan pakaian kering. Namun, saat dia tidak sengaja menginjak kaki pria yang terbaring tadi dan hampir terpeleset, dia baru menyadari bahwa ada orang lain bersamanya, seorang pria.
Yu Jie melihat ke sekeliling. Meski dia tahu tidak ada seorang pun yang melewati jalan ini, Yu Jie tetap harus waspada. Dirasa aman, Yu Jie menendang kaki pria itu beberapa kali untuk memastikan bahwa pria itu masih tidak sadarkan diri.
Tidak sampai disitu. Yu Jie juga berjongkok, mengibaskan tangannya di atas wajah pria itu.
"Aman," ucap Yu Jie.
Dengan cepat Yu Jie berlari kecil. Mengambil pakaian gantinya dan berjalan menuju sebuah batu besar. Tempat yang aman untuk berganti pakaian.
Yu Jie mengelap tubuhnya, lalu mengganti pakaiannya dengan cepat. Usai mengganti pakaian, Yu Jie kembali ke tempat semula. Cukup lama dia menunggu Nuan dan Li Mei di tepi sungai. Sinar matahari mulai beranjak naik. Perutnya juga mulai berbunyi.
Srek!
Suara gerobak dan langkah kaki telah sampai ke telinganya. Meski bentuk dan raganya belum tampak, Yu Jie yakin jika itu adalah Nuan dan Li Mei yang mendorong gerobak.
"Akhirnya, mereka tiba juga."
Suara itu semakin lama semakin mendekat. Bayangan dua orang gadis dan gerobak mulai tampak. Yu Jie yang sudah lelah menunggu langsung bangkit dan berlari ke sumber suara.
"Kenapa nona menyusul?" tanya Nuan.
"Aku sudah tidak tahan menunggu kalian," jawab Yu Jie.
Gadis cantik itu membantu kedua pelayannya mendorong gerobak agar urusan mereka cepat selesai.
"Li Mei, cari batu yang berukuran sedang untuk menahan roda gerobak!" perintah Yu Jie saat mereka tiba di samping tubuh pria yang masih setia dengan pingsannya.
"Baik nona."
"Nuan, bantu aku mengangkat tubuh pria ini!" seru Yu Jie.
"Nona, bukannya Nuan tidak ingin membantu, tapi sebaiknya kita menunggu Li Mei setelah mengambil batu baru mengangkatnya bertiga," jawab Nuan sopan.
Yu Jie diam mendengar jawaban Nuan hingga gadis itu bersuara lagi barulah dia mengerti maksud gadis itu.
"Tubuhnya sangat berat," timpal Nuan.
"Oh! Baiklah kita tunggu Li Mei saja."
Beberapa saat kemudian Li Mei sudah menemukan dua buah batu berukuran sedang yang pas untuk mengganjal roda gerobak lalu segera meletakkan kedua batu itu di belakang masing-masing roda agar tidak mudah bergerak.
"Nona aku sudah mengganjal rodanya," lapor Li Mei.
"Bagus. Sekarang bantu aku dan Nuan mengangkat tubuh pria ini!"
Di antara mereka bertiga memang Li Mei yang memiliki tenaga yang cukup kuat. Meski kesulitan, akhirnya mereka berhasil mengangkat tubuh pria itu ke gerobak.
Sebelum mereka kembali ke pondok, Yu Jie melihat ke sekeliling. Dia baru teringat untuk mengecek keadaan sekitar. Siapa tahu ada pembunuh yang mengejar pria ini. Yu Jie menajamkan indra pendengarannya dan tidak menemukan apapun.
"Nona, ada apa?" tanya Nuan bingung.
"Tidak ada apa-apa."
"Oh, iya. Di mana pakaian basah nona?" tanya Nuan yang melihat Yu Jie telah berganti pakaian kering.
"Di sana," jawab Yu Jie sambil menunjuk ke tumpukan baju basah di atas batu.
Nuan berjalan ke arah baru besar lalu mengambil pakaian basah Yu Jie. Saat Nuan hendak berbalik, sesuatu yang menyilaukan mengenai matanya.
Merasa terusik, Nuan melangkah menuju benda yang membuat matanya silau. Ujung pakaian kembali basah karena air sungai. Untung tadi dia tidak sempat ganti baju.
Nuan berjongkok di tepi sungai. Benda itu terselip di antara bebatuan kecil di tepi dasar sungai. Nuan mengambil benda itu perlahan lalu mengangkatnya setinggi mata.
"Nuan! Ayo kita pulang! Apa yang kau lakukan di situ?" teriak Yu Jie.
Gadis cantik itu sudah tidak sabar untuk segera pulang ke gubuk. Selain lapar, ada pekerjaan lain yang sudah menanti.
"Baik nona," ucap Nuan lalu memasukkan benda itu ke dalam kantung bajunya.
Sementara itu di kediaman Bai, di waktu yang sama.
"Ibu, bagaimana dengan kondisimu? Apa masih sakit?" tanya Mei Yin khawatir.
Fang Yin menggeleng, "Ibu tidak apa-apa."
Fang Yin berusaha untuk duduk. Melihat itu Mei Yin langsung membantunya.
"Untung saja ada tabib Lim," timpal Fang Yin.
"Ibu tidak tahu saja. Tadi malam aku harus menyeret tabib tua itu untuk mengobati ibu," kesal Mei Yin.
"Apa maksudmu?"
"Setelah keluar dari kediaman keluarga Song, pria tua itu menolak untuk ikut dengan dua pengawal yang aku kirim. Mau tidak mau, pengawalku membawa paksa tabib Lim ke sini untuk mengobati ibu," jelas Mei Yin.
Mendengar itu, Fang Yin meremas selimutnya dengan erat.
"Kurang ajar. Berani sekali dia mengabaikan aku!" geram Fang Yin.
"Baik. Karena dia sudah begitu berani maka jangan salahkan aku memberinya peringatan," timpal Fang Yin.
Fang Yin meminta Mei Yin untuk mendekatinya lalu berbisik.
"Aku mengerti ibu," ucap Mei Yin.
"Bagus. Pergilah sekarang!" titah Fang Yin.
Mei Yin mengangguk lalu berlalu pergi dari hadapan ibunya.
lanjut up lagi thor
lanjut up lagi thor