Terpaksa menggantikan sang kakak untuk menikahi pria yang tidak diinginkan kakaknya. Menjalani pernikahan lebih dari 3 tahun, pernikahan yang terasa hambar, tidak pernah disentuh dan selalu mendapatkan perlakuan yang sangat dingin.
Bagaimana mungkin pasangan suami istri yang hidup satu atap dan tidak pernah berkomunikasi satu sama lain. Berbicara hanya sekedar saja dan bahkan tidak saling menyapa
Pada akhirnya Vanisa menyerah dalam pernikahannya yang merasa diabaikan yang membuatnya mengajukan permohonan perceraian.
Tetapi justru menjelang perceraian, keduanya malah semakin dekat.
Apakah setelah bertahun-tahun menikah dan pada akhirnya pasangan itu memutuskan untuk berpisah atau justru saling memperbaiki satu sama lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 23 Tidur Bersama
Vanisa yang berada di dalam kamar mandi yang sudah mengganti pakaian, dia mencuci wajahnya agar terlihat lebih fresh dan menatap dirinya di cermin.
"Hhhhhh,"
"Untung saja dia cepat datang. Aku tidak tahu siapa orang itu," batin Vanisa yang masih jantungan.
Dia tidak akan tahu apa yang akan terjadi pada hidupnya selanjutnya. Jika Arvin tidak datang tepat waktu menyelamatkannya.
Vanisa sampai sekarang belum bisa tenang dengan jantungnya yang masih deg-degan seolah ingin melompat dari tempatnya. Vanisa mengambil tisu yang melap wajahnya.
Vanisa kemudian langsung keluar dari kamar mandi.
Krrekk
Saat membuka pintu kamar mandi. Vanisa dikejutkan dengan Arvin yang terlihat membuka laci. Mata Vanisa melotot dan langsung berlari menghampiri Arvin dengan mendorong Arvin yang membuat Arvin kaget Dan hampir saja jatuh.
"Ada apa?" tanya Arvin.
Vanisa terlihat begitu sangat takut yang berdiri di depan laci tersebut dengan tangan yang mendorong kembali lagi itu yang seperti menyembunyikan sesuatu.
Arvin mengerutkan dahi yang justru mencurigai tingkah Vanisa dan pandangannya tertuju pada laci yang disembunyikan itu.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Arvin.
Vanisa mengambil ponselnya di atas ranjang dan mengetik dengan cepat-cepat jemarinya tampak bergetar dan memperlihatkan kepada suaminya.
"Apa yang ingin kau cari?" tanyanya.
"Aku hanya mencari kotak obat. Kau pikir apa?" Arvin menimpali pertanyaan itu kembali.
"Syukurlah! Itu artinya dia tidak sempat melihatnya," batin Vanisa.
"Hey!" Arvin melambaikan tangannya di depan wajah Vanisa yang malah mendadak melamun dan membuyarkan lamunan itu.
"Kau kenapa buru-buru sekali dari kamar mandi dan hampir saja tersungkur hanya untuk mendorong ku?" ucapnya dengan dahi mengkerut.
Vanisa menggelengkan kepala.
"Lalu kenapa kau bertingkah seperti itu?" tanya Arvin.
Vanisa kembali mengetik di ponselnya dengan cepat-cepat.
"Kau seharusnya tidak membongkar apapun di dalam kamarku atau mencari-cari apapun tanpa izin dulu. Aku memiliki tempat privasi. Jadi jangan lakukan hal itu sekali lagi!" tegas Vanisa.
"Aku rasa kau tidak akan meletakkan hal privasi hanya di dalam laci. Aku hanya mencari kotak obat," jawab Arvin.
Vanisa kembali mengetik, "tidak ada kotak obat di sini. Kemarin aku mengeluarkannya dan sepertinya ada di ruang tamu," tulisnya yang membuat Arvin menghela nafas.
"Baiklah aku akan mengambilnya," ucap Arvin. Vanisa menganggukkan kepala.
Arvin yang tidak mengatakan apa-apa lagi langsung keluar dari kamar. Vanisa membuang nafas begitu lega dan langsung cepat-cepat membuka laci itu mengambil map warna biru dan dengan cepat juga memasukkan ke dalam lemarinya menyembunyikan di bawah beberapa lipatan pakaian.
"Aku berharap dia benar-benar tidak melihat surat perceraian ini," batin Vanisa yang jelas sangat takut.
Dia akan mengajukan perceraian dan sudah dikumpulkan semua bukti agar pengajuannya dapat disetujui pengadilan dan belum sempat melakukan itu dia malah mendapatkan insiden. Vanisa merasa belum saatnya dia kembali melanjutkan rencananya karena situasi yang masih tidak memungkinkan.
Vanisa masih mencoba mengatur nafas setelah berhasil menyembunyikan surat perceraian itu. Vanisa merapikan dirinya dan mencoba untuk tenang dan tidak lama Arvin kembali memasuki kamar.
"Duduklah! Aku akan mengobati lukamu!" titah Arvin yang membuat Vanisa menganggukkan kepala.
Vanisa yang duduk di pinggir ranjang dan Arvin terlihat berlutut, Arvin tidak mengatakan apa-apa yang menarik sedikit deras Vanisa yang memang terdapat luka di lututnya.
Arvin mengangkat kepala yang melihat Vanisa memejamkan mata yang menahan rasa perih, jika dia memiliki suara pasti suara itu terdengar lirih.
"Ini hanya sakit sebentar saja. Semua akan baik-baik saja," ucap Arvin yang membuat Vanisa menganggukkan kepala.
"Apa kau mengenali orang yang mengikuti mu?" tanya Arvin. Vanisa menggelengkan kepala.
"Apa dia orang yang sama dengan mencelakai waktu itu?" tanya Arvin.
Vanisa mencoba untuk mengingat-ingat, waktu itu dia juga tidak sempat melihat pria yang mengendara melaju dengan kencang kita dan sama dengan saat ini. Vanisa menjawab hanya dengan mengangkat kedua bahunya yang tidak bisa menyimpulkan apapun.
"Aku akan melaporkan semua kejadian ini ke kantor polisi. Ini sudah keterlaluan dan sangat membahayakan kamu. Ini juga pasti berhubungan dengan kejadian yang waktu itu," ucap Arvin. Vanisa hanya menganggukkan kepala.
"Tapi kenapa dia tahu, bahwa Vanisa adalah istriku dan bukankah selama ini tidak ada yang mengetahui sama sekali selain keluarga Vanisa dan juga keluargaku. Tidak mungkin orang yang melakukan ini adalah orang-orang dari bagian kami. Untuk apa dan sementara mereka adalah orang-orang yang sangat menjaga nama baik keluarga," batin Arvin bertanya-tanya yang juga sangat penasaran siapa yang selama ini meneror istrinya.
"Kenapa dia mendadak diam seperti itu. Apa jangan-jangan dia sempat melihat surat perceraian itu," hanya itu yang ada di dalam pikiran Vanisa.
"Sudah selesai!" ucap Arvin.
Vanisa menganggukkan kepala. Setelah itu Arvin yang terlihat berdiri dan menyimpan kembali kotak obat tersebut. Kemudian Arvin tampak membuka jasnya yang membuat Vanisa kaget dengan apa yang dilakukan pria yang sekarang hanya memakai kemeja putih lengan panjang dengan celana hitam.
Bukan hanya itu saja. Arvin juga bahkan membuka sepatunya. Vanisa mengurutkan dahi melihat tingkah suaminya itu dan semakin membuat Vanisa kaget saat melihat Arvin berbaring di ranjangnya yang membuat Vanisa langsung berdiri.
"Apa yang kau lakukan?" pertanyaan itu hanya diucapkan di dalam hatinya dengan ekspresi wajah.
"Aku akan tidur di sini," jawab Arvin seolah tahu apa yang ada di pikiran Vanisa. Mata Vanisa membelalak terbuka lebar sampai bola mata itu ingin jatuh.
"Apa katanya?" batin Vanisa kaget.
"Kenapa?" tanya Arvin.
"Jangan salah paham dulu. Ini adalah rumahku dan aku bisa tidur di manapun. Lagi pula bukankah kau juga saat ini sangat membutuhkanku. Kau sedang tidak aman dan sebaiknya jangan terus sendirian," ucap Arvin dengan santai yang sudah rebahan saja.
Arvin yang tidak peduli dengan ekspresi protes dari wajah Vanisa dan membuat Arvin dengan seenaknya mematikan lampu kamar. Vanisa melotot dan menghidupkan kembali. Arvin mengurutkan dahi dan kembali mematikan.
Pasangan suami istri itu tidak punya pekerjaan saling hidup dan matikan lampu.
"Ada apa denganmu? Kau tidak ingin aku tidur di kamarmu? Kalau begitu tidurlah di tempat lain. Aku hanya mengingatkanmu saja jika kau sendiri bisa saja kau akan mengalami bahaya!" tegas Arvin.
Wajah cantik itu tetap saja menunjukkan protes.
"Kau jangan terlalu berpikiran aneh-aneh. Aku hanya tidur saja dan tidak akan melakukan apapun kepadamu. Kau bukan tipeku," ucap Arvin.
Vanisa memang tidak memegang ponsel dan tidak bisa protes.
"Atau jangan-jangan kau takut tidak bisa mengendalikan diri, justru kau yang akan....." kalimat Arvin tidak dilanjutkan ketika Vanisa yang mau tidak mau menaiki ranjang dengan kekesalan di wajahnya.
Arvin menyunggingkan senyum dengan geleng-geleng kepala dan Arvin yang berbaring miring menghela Vanisa yang berbaring lurus dengan kedua tangan dilipat di dada dan wajah itu tetap saja ditekuk.
"Padahal apa yang aku lakukan hanya demi kebaikanmu," ucap Arvin.
Vanisa dengan kesal yang membalikkan tubuhnya dan membelakangi Arvin.
"Sangat tidak sopan melakukan itu kepada orang yang sudah menolong dan bahkan rela tidur di kamarmu," sindir Arvin.
Vanisa merapatkan giginya dan mau tidak mau membalikan tubuhnya dan menghadap Arvin yang mana mereka berdua sama-sama berbaring dengan saling berhadapan.
Bersambung......
lalu siapa orang yg mengingunkan alvin jatuh ya?
apa motifnya hingga vanisa yg di culik?
jd makin penasaran aku