NovelToon NovelToon
Tergila-gila Padamu

Tergila-gila Padamu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: dochi_19

Benarkah mereka saling tergila-tergila satu sama lain?

Safira Halim, gadis kaya raya yang selalu mendambakan kehidupan orang biasa. Ia sangat menggilai kekasihnya- Gavin. Pujaan hati semua orang. Dan ia selalu percaya pria itu juga sama sepertinya.

...

Cerita ini murni imajinasiku aja. Kalau ada kesamaan nama, tempat, atau cerita, aku minta maaf. Kalau isinya sangat tidak masuk akal, harap maklum. Nikmati aja ya temen-temen

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dochi_19, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

sisi lain Gavin

"Oh, Maura pulang. Sini aku bantu angkat belanjaannya." Aditya mengambil alih kantong belanjaan Maura lalu pergi ke pantry.

"Dia siapa?" Safira bertanya.

Reza langsung tergagap. "O-oh, ini Maura. Dia kerja di sini, bantu ngurusin apartemen. Maura sini." Maura menghampiri sofa. "Kenalin ini Safira."

Safira menerima uluran tangan Maura. Safira sempat tersenyum tipis.

Maura memikirkan perkataan Aditya. Ia langsung mengetahui kalau Safira tunangan Gavin. Terlihat dari pasangan itu yang duduk berdekatan. Belum tatapan gelisah Gavin yang terbaca olehnya. Maura pun meneliti penampilan Safira, simple and elegant. Semua yang dikenakan gadis itu terlihat mahal, dan berasal dari brand terkenal yang sering ia lihat di Ig. Serasi dengan Gavin yang serupa. Perasaan iri pun menelusup dalam hatinya.

"Kamu mau makan apa?" Gavin bertanya memecah keheningan yang tiba-tiba.

"Iya, nih, aku juga lapar." Lisa yang menanggapi.

"Aku pengen ayam panggang buatan Maura." Reza memberi ide masakan.

Safira menganggukkan kepala. "Aku samain aja."

Gavin langsung berseru, "gak bisa. Kamu makan sandwich aja. Kebetulan ada stok sayuran di kulkas."

"Aduh, kak Gavin perhatian banget sama makanan Safira. Pengen deh, Reza merhatiin juga." Lisa menggoda mereka.

Safira tersenyum lalu melirik Maura yang tengah menatapnya dengan kaku.

"Kalau gitu aku masak dulu." Maura berpamitan.

"Makasih, ya," ucap Gavin.

Maura mengangguk lalu pergi dari sana.

Safira tiba-tiba berkata, "aku mau tahu kamarnya kak Gavin."

"Ayo." Gavin pun membawa Safira ke kamarnya.

"Wow!" Seru Safira begitu memasuki kamar itu.

"Ya, aku tahu." Gavin mengangkat bahu lalu duduk nyaman di ujung kasur. "Seperti kepribadian ganda. Ini yang aku maksud dengan pengalihan diri."

Sangat berbeda dengan Gavin yang Safira kenal. Di sini lelaki itu lebih 'bercahaya' dan 'berkilau'. Bukan hanya soal tempatnya, tapi juga suasana di sini. Terasa jelas semua orang jadi kaku setelah kedatangannya. Apa tempat ini memang bukan untuknya?

Saat itu juga Safira iri pada semuanya. Termasuk pada Gavin dan apartemen.

.

.

Gavin mematikan mesin mobilnya begitu sampai di depan rumah Safira. Tapi gadis itu tak kunjung turun. Seorang pelayan berniat membukakan pintu tapi ditolak oleh Gavin, karna dirasanya Safira tidak ingin keluar sekarang.

Gavin pun bertanya, "ada apa?"

"Kak Gavin mau ngomong apa?" Safira balik bertanya.

"Ketahuan, ya." Gavin tertawa kecil lalu berdeham. "Aku mau kamu jangan datang ke apartemen lagi."

Safira tersenyum getir. "Padahal tadi itu pertama kalinya. Kenapa? Karna Maura?"

Gavin mendesah. Ia sudah tahu akan begini pemikiran Safira. "Maura gak ada hubungannya."

"Terus apa? Apa memang tempat itu khusus anti Safira? Tempat kamu ketika jenuh sama aku?"

"Safira, please, ini bukan tentang kamu."

"Kalau bukan tentang aku, terus kenapa kamu ngusir aku, hah?!"

"Aku gak mau terus dicap gold digger sama semua orang. Kamu gak tahu apa yang mereka omongin di belakang sana. Seolah-olah hubungan kita ini palsu dan aku cuma manfaatin kamu."

"Sekarang gimana? Kamu muak sama hubungan kita?"

"Bukan gitu, sayang."

"Harusnya kamu juga tahu. Memperjuangkan kamu itu sulit. Aku harus berhadapan sama orang-orang yang haus kekuasaan. Cuma cinta aku sama kamu, alasan untuk aku berjuang."

"Nah, kan, kamu selalu berpikir cuma kamu yang berjuang dalam hubungan kita. Kamu juga terkadang menuntut waktu aku yang sebenarnya gak banyak. Kamu pikir apa yang aku lakukan? Semuanya untuk kita." Gavin menarik napas dengan kuat. "Kamu tahu sendiri gimana perjuangan aku untuk memantaskan diri selama ini. Dan sekarang, aku cuma butuh tempat di mana aku cuma remaja biasa. Bukan Gavin tunangan keluarga Halim."

Tangis Safira pun pecah. "K-kenapa bukan aku tempat itu?"

Gavin tidak berusaha mengejar saat Safira keluar dari mobil lalu berlari sambil menangis. Ingin rasanya ia memeluk Safira saat itu juga, tapi ia tahu ini yang terbaik untuk mereka berdua. Mereka butuh ruang kosong sementara waktu. Untuk diisi kembali oleh cinta.

"Gimana bisa kamu jadi tempat itu, sementara kamu yang membuat aku membutuhkannya?" Gavin bergumam.

Gavin menatap kamar Safira yang lampunya masih gelap. Setelah itu ia menyalakan mesin mobil, lalu melaju keluar dari rumah itu.

.

.

"Sepi amat, mana Maura? Lisa gak ke sini lagi?" tanya Aditya begitu duduk di sofa.

Gavin tidak menjawab, mata serta tangannya sibuk pada laptop.

"Satu-satu dong kalau mau nanya." Reza yang menjawab. Ponsel yang sejak tadi dipegang, kini diletakkan di atas meja.

"Oke, Maura ke mana?"

"Pergi kerja part time."

Alis Aditya mengernyit. "Loh, bukannya dia udah gak kerja lagi?"

Reza mengangkat bahu. "Katanya sih, lagi butuh uang tambahan. Tahu sendiri kan, dia menghindar sejak tiga hari ini."

"Iya, sih. Terus Lisa gak pernah kemari lagi?"

"Aku udah larang dia, takut suasana kacau kaya kemarin." Mata Reza melirik Gavin.

"Apa ini ada kaitannya sama Safira yang gak kemari lagi?" Aditya bertanya pada Gavin tapi tak digubris.

Aditya melirik Reza tapi lelaki itu malah menggeleng.

"Saran gue ya Vin, mending lo samperin Safira terus minta maaf, buat kebaikan kalian juga. Kadang cewek itu susah ngerti kebutuhan cowok, jadi harus lo yang gercep.

Kita main game aja, yok. Daripada didiemin kaya baju kotor." Aditya pun pergi ke ruang main diikuti Reza.

Gavin seakan tersadar pada sesuatu. Ia pun meraih ponselnya lalu mengirim pesan pada Maura.

GavinP : kamu di mana?

Maura : di restoran

GavinP : restoran hotel Winter?

Maura : iya

GavinP : kenapa kerja lagi di sana?

Maura : kamu tau kan aku butuh uang

GavinP : apa gaji di sini kurang?

Maura : ya, tapi kamu jangan menambah gajiku. Gaji 5juta itu sudah besar

GavinP : kalau besar, kenapa masih kerja di tempat lain?

Maura : maaf, kamu bisa potong gajiku nanti

GavinP : kamu gak usah kerja di sana lagi. Untuk jelasnya nanti aku jemput kamu pulang

Gavin berdiri lantas memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Ia pun keluar dari apartemen.

.

.

Maura mendatangi Gavin yang duduk di sofa lobby seperti biasanya. Sengaja ia berjalan pelan, selagi mengatur berbagai macam skenario di dalam kepalanya. Gavin pasti akan bertanya tentang tindakannya beberapa hari ini. Tidak mungkin ia mengatakan yang sejujurnya. Apalagi tentang hatinya yang tengah patah.

"Lama banget," keluh Gavin begitu Maura duduk di dekatnya.

"Iya, kamu udah lama nunggu di sini?"

"Lumayan." Gavin memberikan kopi yang langsung diterima Maura. "Udah siap pulang sekarang?"

Maura kaget. "Hah? Maksudnya?"

"Kamu mau pulang, kan?" Tanya Gavin dengan satu alis terangkat.

"Iya, tapi aku bisa naik ojeg."

"Aku udah cape nunggu di sini, kamu malah naik ojeg, apa itu gak keterlaluan?"

Maura menahan tawa dengan ucapan Gavin yang terdengar merajuk.

"Ngapain kamu masang muka kaya gitu?"

"Enggak." Maura menggeleng.

"Ayo!"

Maura pun mengalah dengan mengikuti Gavin.

.

.

Mobil berhenti di pinggir jalan dekat gang rumah Maura.

"Kenapa kamu kerja lagi di sana?"

"Bukannya di chat udah kita bahas?"

"Kalo kamu mikirin tentang Safira, jangan khawatir. Dia bukan tokoh jahat yang bakal celakain kamu cuma gara-gara aku," ujar Gavin to the point.

"Berarti aku yang jahat di sini. Waktu itu, aku pikir kamu gak punya pacar."

Gavin tersenyum kecil. "Tunangan termasuk pacar gak, ya?"

"Kayak nya bukan, deh." Maura melirik Gavin, setelah matanya menatap ke luar jendela cukup lama. "Kamu gak marah?"

Gavin tampak berpikir sebelum menjawab, "marah, sih, tapi aku yakin kamu gak ada maksud lain."

"Kalau aku ada maksud gimana?"

"Hah?"

Wajah Maura memerah kala itu juga. Mulutnya sudah lancang berbicara begitu jujur. Sebelum terjadi kebocoran yang lain, ia buru-buru keluar dari mobil tanpa melirik ataupun berpamitan pada Gavin.

.

.

TBC

1
hayalan indah🍂
bagus
Dochi19_new: makasih kak, pantengin terus ya kak 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!