Tiga orang pria bersahabat dengan seorang gadis cantik dari masa bangku SMP hingga mereka dewasa. Persahabatan yang pada akhirnya diwarnai bumbu cinta yang saling terpendam hingga akhirnya sang gadis tersebut hamil dan membuat persahabatan mereka nyaris retak.
Siapa sangka sebenarnya salah satu di antaranya mencintai seorang gadis yang sebenarnya selama ini amat sangat dekat di antara mereka.
Seiring berjalannya waktu, rasa sakit mulai terobati dengan hadirnya si pelipur lara. Hari mulai terasa bermakna namun gangguan tidak terhindarkan. Mampukah mereka meyakinkan hati gadis masing-masing, terutama gadis yang salah satunya memiliki rentang usia bahkan 'dunia' yang berbeda dengan mereka.
SKIP yang tidak suka dengan KONFLIK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Panik.
Bang Arma menguarkan asap rokok usai bercinta dengan Nadia. Istrinya itu tertidur pulas usai 'kalah perang'. Tiada hal yang lebih membuat pria merasa lega kecuali sang istri merasa puas dengan permainannya. Tangannya terus mengusap puncak kepala Nadia.
Sempat terbayang sekelebat wajah Riris. Kini dirinya baru menyadari pernah ada kalanya hati kecilnya berperang menempatkan kedua gadis itu di dalam hatinya namun setelah semua terjadi, Bang Arma mengakui bahwa saat ini Nadia adalah satu-satunya pemilik hatinya.
"Mudah-mudahan rumah tangga kita aman, damai, langgeng sampai akhir nanti ya ndhuk..!!"
\=\=\=
Hari ini Bang Angger tiba di Borneo. Pengajuan kepindahan dinas nya di setujui pihak pusat. Dengan hati-hati sekali Bang Angger membantu Tria untuk berjalan.
Bang Arma pun turut membantu mengangkat barang bawaan Abang iparnya.
Bang Angger celingukan mencari adiknya. "Nadia nggak ikut?"
"Katanya tadi pusing. Sejak semalam adikmu itu rewel sekali, nggak bisa tidur." Kata Bang Arma sembari sesekali memercing mengusap dadanya. Ia pun segera menghisap batang rokoknya berharap rasa mualnya mereda.
Tak lama obrolan mereka terputus. Bang Aryo dan Riris pun tiba di bandara militer. Ekor mata Bang Arma sempat melirik perut Riris yang sudah membesar.
Meskipun di dalam hatinya masih ada rasa sakit tapi Bang Arma harus bersikap dewasa menyikapi keadaan, lagipula saat ini Riris sudah menjadi pasangan Bang Aryo dan dirinya sudah menikah dengan Nadia.
"Apa kabar bro?" Sapa Bang Aryo.
"Alhamdulillah, ya begini saja.. seperti yang kamu lihat." Jawab Bang Arma santai.
"Dimana Nadia? Apa kamu malu bawa dia kesini?" Tanya Riris.
Hati Bang Angger yang panas ingin menjawabnya tapi Bang Arma segera mencegahnya.
"Saya minta Nadia istirahat di rumah."
"Oiya ya, bukannya dari kecil kamu sering cerita kalau Nadia sering sakit. Kamu sampai rela panggilkan aku ojeg untuk pulang demi mencari obatnya Nadia." Celetuk Riris lembut namun penuh dengan sindiran.
"Kalau kamu sudah merasa ya syukur. Saya tidak perlu menjelaskan perasaan saya sejak awal." Jawab Bang Arma.
"Berarti selama ini kamu hanya terpaksa dekat dan ada perasaan denganku, Ar??" Riris mulai emosi tanpa memperdulikan perasaan Bang Aryo yang sedang berdiri di sampingnya.
Bang Arma menyentil rokok di sela jarinya. Ia tidak ingin menanggapi apapun tentang ocehan Riris ataupun masa lalunya.
"Barangmu segera di bawa di truk..!!" Kata Bang Arma pada Bang Aryo lalu menghindar.
Bang Aryo pun menahan diri, ia tidak ingin ada keributan di antara mereka.
//
Nadia bersandar di samping pintu kamar mandi. Kakinya gemetar lemas, perutnya terasa di aduk kuat. Hatinya merasa bimbang tapi sekaligus tidak memiliki pilihan.
Ia pun akhirnya memilih duduk meskipun harus dengan susah payah menggapainya lalu mengambil ponsel. Tak lama panggilan telepon tersebut tersambung.
"Kenapa ndhuk?" Respon Bang Arma di seberang sana.
"Abaang, pulaaang..!!"
...
Bang Arma membuka pintu rumah dan melihat Nadia sedang merebahkan diri di atas sofa.
"Kenapa? Pusing lagi?"
"Nadia mau teh, tapi pakai kecap." Pinta Nadia. Wajahnya sudah pucat dan lemas.
"Kecap? Kenapa belakangan ini kamu minta yang aneh-aneh. Kemarin minta makan nasi sama pasta coklat. Abang ngenes, sakit hati sekali mikirnya, ndhuk? Andaikan kamu minta nasi Padang setiap hari juga Abang sanggup belikan." Kata Bang Arma.
"Nadia mau minum teh sama kecap." Nadia kembali mengulang permintaannya.
Bang Arma masih diam, enggan bergerak menuruti permintaan sang istri.
"Mintalah yang lain. Jangan yang aneh begitu. Sumpah Abang malu, apa kata orang..!!"
Nadia pun meminta Bang Arma memunggunginya.
"Tebak Nadia tulis apa."
Nadia menggerakan jemarinya di punggung Bang Arma.
"A" "K" "U" "J" "A" "D" "I" "P" "A" "P" "A"
"Aku jadi Papa?" Kata Bang Arma mengulang apa yang di tulis Nadia di punggungnya. "Aku jadi Papa??????" Bang Arma tertegun namun terkejut bukan main dan segera berbalik badan dan duduk menghadap ke arah Nadia. "Serius????"
Nadia mengangguk takut. Apalagi wajah Bang Arma terlihat tegang namun minum ekspresi setelahnya.
"Abang, mau tanggung jawab kan?" Tanya Nadia ragu. "Abaang..!!!!"
Bang Arma mengambil ponselnya. "Warto.. tolong ke rumah dinas saya sekarang juga. Bawa peralatan lengkap dan modifikasi mobil saya sekarang juga. Nanti sekalian bawa rekanmu yang biasa mengatur interior rumah. Nanti saya kirim detailnya di pesan singkat..!! Oiya, bawa kursi roda yang busanya benar-benar nyaman, yang anti goncangan..!!" Perintahnya kemudian menutup panggilan telepon tersebut.
Sejenak berpikir, Bang Arma memijat keningnya. Nadia pun beranjak dari duduknya karena Bang Arma tidak menanggapi nya.
"Sayaaang.. mau kemana?? Jalan pelan-pelaan..!!" Bang Arma sampai terpekik kaget.
Nadia menepis tangan Bang Arma yang berusaha meraihnya. "Bilang saja kalau Abang nggak suka Nadia hamil. Abang nggak semangat dengar hamilnya Nadia. Abang cuek saja, nggak perhatian sama Nadia, nggak seperti suami yang lain."
"Apanya yang nggak perhatian, Abang masih usahakan kursi roda buat kamu, dek..!!" Jawab Bang Arma.
"Untuk apa?? Memangnya Nadia lumpuh????" Nadia semakin berjalan cepat. Tak sengaja Nadia menendang sisi meja. "Aaaawwh.. sakit."
"Astaghfirullah.." Bang Arma segera mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang sambil membantu Nadia. "Tolong ganti meja ruang tamu saya dengan meja yang baru..!! Mejanya sudah buat celaka istri saya." Perintah Bang Arma melalui sambungan telepon.
"Tadi kursi roda, sekarang meja. Abang benar-benar nggak suka Nadia hamil."
"Allahu Akbar, sakit kepala Abang mikir kamu." Bang Arma sampai stress memikirkan Nadia.
.
.
.
.