Kalista langsung jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Julio, kakak dari sahabatnya yang merupakan seorang CEO muda. Selain memiliki ketampanan dan kerupawanan, Julio juga memiliki karakter yang sangat baik, penyayang dan tidak suka memandang rendah seseorang. Kalista jatuh hati padanya, terutama pada ketampanannya, maka bagaimanapun jalan yang harus ditempuh, Kalista akan mengejar Julio.
Ketampanan dia tidak boleh disia-siakan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Candradimuka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13
"Maaf, Pak." Kalista cengengesan. "Papa enggak bolehin pergi kalo enggak pake ginian. Maklum yah, Pak, soalnya Papa saya norak terus suka ria. Calon penghuni neraka emang, hehe."
Jadi begitu, yah. Rahadyan membekali Kalista dengan berbagai barang mewah yang bahkan sangat mahal untuk ukuran kaum elitis agar ada hal lain yang bisa diperhatikan selain dari 'histori' anak gundiknya.
"It's okay." Julio tersenyum. "Kamu emang lebih cocok pake beginian."
"Hehe, makasih, Pak. Kalo gitu saya keluar dulu, Pak, permisi."
Kenapa dia bertingkah agak kaku begitu? Biasanya dia berbinar-binar menatap Julio.
Perubahan itu mungkin baik buat perasaan Sergio namun kalau dia berubah tepat setelah kejadian semalam, Julio malah merasa ia telah membuat Kalista sangat tidak nyaman.
"Kalista, you can stay."
Gadis itu mengangkat alis. "Excuse me?"
"Aku butuh asisten pribadi di sini." Julio tidak pernah menyangka ia bakal berdusta seperti ini. "Kamu di sini aja."
Kini ia mengerti kenapa Sergio mau Kalista berhenti bekerja dan kenapa Rahadyan sangat posesif. Memang satu-satunya cara yang terpikir oleh mereka melindungi Kalista dari bisikan menjengkelkan adalah mengurung dia di suatu tempat, di mana dia tidak akan pernah mendengar suara siapa-siapa yang menyebalkan.
"Sini, Kalista." Julio beranjak, mengosongkan kursinya untuk dipinjamkan sejenak pada Kalista. "Duduk sini, aku mau keluar dulu."
"Eh?" Kalista cengo, tapi tetap duduk karena Julio mendorongnya untuk duduk. "Pak Julio mau ke mana?"
"Ngurus sesuatu."
Julio hendak beranjak pergi tapi tiba-tiba berbalik, membungkuk pada Kalista. "Panggil Kak Julio. Aku belum jadi bapak-bapak," tegasnya namun dengan senyum.
Wajah Kalista memerah melihat senyum manis Julio yang meninggalkannya begitu saja tanpa penjelasan.
Sumpah, gumam Kalista tak berdaya. Gantengnya bisa kurang dikit enggak?
*
Julio mendorong pintu ruangan adiknya untuk membicarakan Kalista tapi ternyata sudah keduluan oleh bapaknya. Terlihat Rahadyan dan Sergio tengah berdebat.
"Om, aku juga enggak pengen Kalista dikatain anak gundik sama siapa-siapa. Aku aja enggak ada di sana semalem. Kalo aku tau—"
"Saya enggak peduli kamu mau apa enggak mau apa! Yang penting buat saya itu Kalista!"
Rahadyan tampak begitu murka sampai tidak menyadari kehadiran Julio.
"Sergio, kamu yang janji sama saya bakal jagain Kalista. Kalo ceritanya gini terus, saya nyewa dua pengawal Narendra sekalian buat jagain anak saya!"
"Oke, Om, itu kayaknya masalah." Julio buru-buru datang, menengahi sebelum Rahadyan menbuat keputusan tidak waras lagi. "Kalista udah diomingin satu kantor karena pake lamborghini, pake tas Gucci, LV, dan apa pun mereknya lagi."
Rahadyan malah balik melotot pada Julio. "Makanya dari awal kamu pecat Kalista!"
"Om mau Kalista nangis-nangis karena dipecat tanpa alasan?"
"Bagus buat kamu. Mending Kalista benci sama kalian biar dia enggak sibuk cinta-cintaan." Rahadyan mengembuskan napas kasar, lalu menjatuhkan dirinya ke sofa. "Tapi kalo anak saya kenapa-napa, kantor kamu saya bom."
Sergio menatap kakaknya dengan sorot mata 'itu beneran jadi jangan kira dia becanda'. Julio geleng-geleng kepala, tak habis pikir tapi entah kenapa juga sedikit lega.
Untuk anak seperti Kalista, mungkin memang dia butuh anjing gila macam Rahadyan.
"Gini aja, Om." Julio ikut duduk, berbicara baik-baik karena menyadari dirinya adalah orang super waras. "Kalista aku kasih tempat di ruangan aku."
Rahadyan mendadak mau membunuh Julio. "Sekarang kamu ganjen juga sama anak saya?! Emang kalian bersaudara enggak ada yang bisa dipercaya! Hah, udahlah! Saya telfon Al sekarang!"
"Om, Om, dengerin dulu." Julio mencegahnya sebelum Rahadyan sungguhan jadi sinting.
Anak magang macam apa yang punya pengawal kelas internasional?! Itu cuma bikin Kalista jadi bahan gunjingan tanpa ampun!
"Enggak ada! Saya enggak mau dengerin kamu!" tolak Rahadyan mentah-mentah.
"Om, aku enggak godain anak Om, oke? Sergio yang suka sama dia, bukan aku."
Rahadyan melotot horor. "Terus kamu mau ngomong anak saya kurang cantik?! Ngajak gelut saya kamu?!"
Di mejanya, Sergio memilih pura-pura tuli daripada ikutan gila. Sumpah, kayaknya semakin lama Rahadyan dan Kalista menjadi orang tua-anak, malah semakin gila otak mereka berdua.
"Om, please." Julio menghela napas capek. "Aku bakal bantuin Om ngeluarin Kalista dari sini, tapi atas kemauan dia sendiri. Biar dia enggak sakit hati."
"Halah, bacot!" Rahadyan benar-benar keras kepala. "Bilang aja kamu mau godain anak saya!"
"Oke, terserah." Julio menyerah karena mendadak rasanya ia jadi tidak waras juga. "Terserah Om kalo gitu. Bawa pulang anak Om sekalian."
Rahadyan membuang muka. Tahu betul bahwa dia tidak bisa menyeret pulang anaknya karena anak itu bisa mengamuk lebih besar dari amukan Rahadyan sendiri.
"Om." Melihat Rahadyan lebih tenang, Julio kembali berbicara. "Soal pesta kemarin, soal Astrid, itu salah aku. Aku yang kurang protektif. Aku enggak tau kalo Astrid bisa sampe segitunya."
Rahadyan mendelik pada Sergio seketika. Membuat Sergio jelas tidak terima.
"Jangan ngelampiasin sama kita dong, Om!" protes Sergio.
"Terus apa? Kamu mau saya ngirim misil ke rumah bapak pacarmu?"
"Bapak pacar aku ya Om," jawab Sergio.
Mengundang sebuah lemparan sepatu dari Rahadyan.
"Om, ayolah." Julio menghentikan perdebatan tidak penting itu. "Om enggak mau maksa Kalista, Om juga enggak mau Kalista diomongin orang. Kalo kayak gitu satu-satunya cara ya bikin Kalista nyerah sendiri. Aku bakal jadiin dia asisten, ngasih dia kerjaan berat banget biar dia sadar dia mestinya pulang."
Rahadyan menarik kerah pakaian Julio. "Kamu mau nyiksa anak saya?!"
"Terus Om mau apa?!" Julio mendadak histeris. "Om sebenernya mau apa?"
Rahadyan melepaskan kerah Julio, mendadak bersandar pada sofa lagi. Dia tidak punya jawaban karena sebenarnya tidak tahu. Dia mau menyeret Kalista pulang karena tempat ini membuatnya jengkel, tapi itu pasti akan membuat Kalista marah juga sedih.
"Aku tau Om nih rada gila," ucap Sergio baik-baik dan penuh ketulusan. "Tapi plis, Om, seenggaknya percaya dikit kalo kita enggak nyakitin Kalista."
"Halah!"
"Om, kita tuh bukan Om. Kita enggak pernah hamilin cewek pas masih SMP."
"Ngomong apa kamu?!"
Julio mendadak gatal akibat stres. Demi Tuhan, sebenarnya segila apa Rahadyan kepada anaknya?
"Oke, ini keputusan aku." Julio beranjak, batal berdiskusi sebab kayaknya tidak akan selesai. "Kalista kerja sama aku, yah seenggaknya mencegah kalo-kalo Sergio khilaf."
"Kenapa jadi aku?!" Sergio protes tapi Julio tak mau dengar, bergegas pergi saja dari sana daripada gila sungguhan.
Teruntuk siapa pun nanti jodoh Kalista, termasuk Sergio, Julio dengan tulus berbela sungkawa.
*
aaaahhhh sedihnya akuu
knpa harus yg terakhir ini😥😥😪😪
gmna nanti klanjutannya
ganas juga julio kalau dikasurrrr ya
biar uppp😊😃😁😂
plissssss up lagiiii
gmna reaksi sergiooooo😭😭😭😢