Perjanjian antara sang Daddy dan Queena, jika dia sudah berusia 18 tahun dia diperbolehkan berpacaran.
"Daddy! Aku sudah mempunyai pacar! Aku sangat menyukainya."
Saat Queena mengatakannya, seakan dunia menjadi gelap. Vard Ramberd seketika emosi. Ia tak rela pria lain memiliki Queena, gadis itu adalah miliknya!
Dengan kasar Vard memanggul tubuh Queena di pundaknya, menjatuhkan gadis itu ke atas ranjang menindihnya. "Queena, kau selamanya adalah milikku!"
Setelah Vard menodai paksa Queena, gadis itu memandang penuh benci pada sang Daddy. "Aku membencimu, Vard Ramberd! AKU MEMBENCIMU!!!"
---Kuy ikuti kisahnya, lovers ♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pewaris.
Queena membawa pria asing itu ke belakang kediaman, pengurus rumah mengatakan jika Kakek Bernard sedang menikmati kopi pagi di taman belakang.
"Pagi, kakek."
Tuan besar Bernard berbalik, merasa aneh pagi begini Queena datang dengan pakaian sekolah malah datang kesana bukan ke sekolah, "Kenapa tidak sekolah, sayang? Apa masih sakit?" cemas sang kakek.
Queena menggeleng, "Ada yang ingin bertemu dengan kakek." ia berbalik ke belakang, "Tuan, silahkan."
Si pria asing itu mendekati Tuan Bernard, "Tuan, Anda masih mengenaliku?"
Tuan besar membenarkan kacamatanya, ia menggeleng. "Siapa?"
"Ini saya teman Carlotte, Darish."
"Darish! Ahh, ayo kita bicara di dalam kamar, jangan disini. Queena ikut kakek masuk."
Gadis itu mengikuti sang kakek masuk, diikuti pria asing tadi.
Setelah masuk ke dalam ruang santainya, Tuan Bernard mengunci pintu.
Di Perusahaan Vard menatap foto-foto Queena sejak meninggalkan rumah, orang suruhannya mengirim foto Queena dari sejak meninggalkan kediaman pribadinya sampai masuk ke kediaman utama keluarganya. "Hm, siapa orang itu?"
"Presdir, pertemuan dengan pihak Reiner Company 20 menit lagi. Anda harus segera berangkat." Sekertarisnya mengingatkan.
"Hm," Vard mengangguk.
***
Si pria asing yang bernama Darish itu keluar dari kediaman Tuan besar Bernard, Queena menggenggam kartu nama orang itu dengan erat seakan kartu itu adalah seutas tali yang akan menyelamatkan nya dari kungkungan sang Daddy.
"Sayang, ada apa?" tanya sang kakek saat mereka berdua masuk ke dalam rumah setelah mengantar kepergian Darish. "Kenapa kamu tidak sekolah dan malah pergi ke mall?"
"Aku hanya ingin bolos, kakek. Umm, apa yang tadi kakek bicarakan dan Paman itu benar? Aku adalah putri dari Mama Carlotte, Ibuku adalah pewaris sebenarnya tapi selalu dikejar-kejar oleh para sepupunya dan akhirnya terbunuh. Jadi, jika aku kembali dan mengakui aku adalah putri Ibuku, aku akan berada dalam bahaya?"
Tuan besar Bernard menghela nafas berat, "Kamu aman disini jadi tidak perlu kembali ke tempatmu, sayang."
"Tapi jika aku kembali apa aku akan mendapatkan semua harta yang di wariskan pada Ibuku dan bisa menjalani kehidupanku sendiri dengan bebas dan dengan identitas asliku aku bisa menjadi pewaris?"
Kening sang kakek berkerut menatap cucu angkat kesayangan nya itu, "Kenapa kamu bicara seperti itu, nak? Apa disini kamu terkekang? Bukankah Daddy-mu dan kakek sangat menyayangimu? Apa terjadi sesuatu?"
Queena memandang kakeknya dengan mata berkaca-kaca, ingin menumpahkan semua rasa sakitnya tapi ia tidak tega. "Tidak ada apa-apa. Ah, kakek. Apa Daddy juga tau identitas asliku?"
"Ya, dia tau."
Queena mengangguk, jika ia ingin terlepas dari Daddy-nya sepertinya bukan ide yang bagus jika langsung kembali ke tempat aslinya sekarang. Sepertinya ia harus meminta bantuan pada orang-orang yang tidak menyukai keberadaan nya.
"Kakek, aku akan ke kamar Rossi sebentar. Sepertinya aku tadi mendengar suaranya."
"Pergilah, kakek juga harus mengerjakan sesuatu. Ah, Queena sebentar." Dia baru ingat benda yang bisa menyatakan Queena adalah seorang pewaris sebenarnya. Sebuah stempel di dalam sebuah kalung, saat menemukan Queena kecil kalung itu sudah ia simpan. "Ini adalah kalung baru, pakailah. Jika suatu saat kamu benar-benar siap ingin kembali ke tempat aslimu, benda di dalamnya akan memperjelas statusmu. Jaga kalung itu baik-baik."
"Kenapa kakek memberikan nya? Kakek tidak takut aku pergi?"
Tuan besar tersenyum, "Nak, kakek memang tidak tau kamu sedang mengalami apa. Tapi beberapa hari ini kakek bisa merasakan kamu seperti sedang gelisah. Takdir seseorang tidak ada yang tau, begitu juga dengan takdirmu. Entah kamu akan selalu bersama kami atau kamu akan mendapatkan jalan mu sendiri."
"Kakek..." Queena memeluk kakeknya dengan banyak rasa terima kasih yang bahkan tidak bisa diucapkan.