NovelToon NovelToon
Wajah Tersembunyi

Wajah Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Identitas Tersembunyi / Pengganti / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / TKP / Mafia
Popularitas:73
Nilai: 5
Nama Author: Pertiwi1208

Dara, seorang detektif yang menangani kasus pembunuhan berantai harus menelan kenyataan pahit. Pasalnya semua bukti dan saksi mengarah padanya. Padahal Dara tidak kenal sama sekali dengan korban maupun pelaku, begitu juga dengan anggota keluarga dan saksi-saksi yang lain.


Dalam keadaan yang terpojok dan tanpa bantuan dari siapapun, Dara harus berusaha membuktikan bahwa dirinya tidak terlibat dalam aksi pembunuhan keji tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pertiwi1208, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12

Bugh.

"Apa kamu yang melakukan semua ini?" tanya Pak Bagas seraya mencengkram kerah baju Pak Krisna.

Setelah melihat video dari link misterius tadi, Pak Bagas pun segera pergi ke pabrik Pak Krisna dan meluapkan amarahnya. Pak Krisna yang sudah tahu dari kabar yang beredar, bukannya menjawab pertanyaan Pak Bagas, tapi justru beliau tertawa dengan suara lantang, sehingga membuat Pak Bagas semakin naik pitam.

"Apa kamu akhirnya merasakan apa yang aku rasakan?" tanya Pak Krisna sembari memicingkan matanya.

Pak Bagas pun segera melepaskan cengkraman tangannya dan melempar tubuh Pak Krisna ke samping. "Kasus kita berdua berbeda, yang menjadi korban sekarang adalah anak kandungku, bukan anak tiri," ucap Pak Bagas dengan penuh penekanan.

Bugh.

"Jaga ucapanmu!" tegas Pak Krisna, seraya balik mencengkram kerah baju Pak Bagas.

"Bukankah yang aku katakan adalah benar, bahwa kamu tidak ada hubungan darah dengan Ana!" ucap Pak Bagas, yang semakin membuat suasana diantara kedua orang tersebut memanas.

Pak Krisna menarik nafas dalam dan menghembuskannya dengan perlahan beberapa kali, lalu mulai melepaskan cengkeramannya. "Meskipun dia anak tiriku, tapi aku sudah mengasuhnya dari bayi, harusnya kamu tahu itu," ucap Pak Krisna dengan membuang muka, membuat Pak Bagas akhirnya menyesal dengan ucapannya dan diam seribu bahasa.

"Memangnya apa keuntunganku jika aku membunuh putrimu?" tanya Pak Krisna, tapi Pak Bagas tidak meresponnya.

Suasana menjadi hening di ruangan tersebut.

"Apa kira-kira pelaku pembunuhan itu sama?" Pertanyaan Pak Bagas pun berhasil memecahkan keheningan diantara mereka berdua

Pak Krisna menarik nafas dalam lagi. "Entahlah, kepolisian sudah menanganinya, jadi kita tunggu saja," jawab Pak Krisna.

"Kenapa kamu malah membuatku kesal!" geram Pak Bagas.

"Bukankah kamu yang menyuruhku untuk terus mengikuti prosedur yang sedang berjalan. Kasus putrimu juga sudah masuk ke ranah kepolisian kan. Jadi tunggulah, mereka akan melakukan investigasi dan penyelidikan lebih lanjut," jelas Pak Krisna yang seakan menyepelekan perasaan Pak Bagas saat ini.

"Kita harus cepat menemukan pelakunya," ucap Pak Bagas.

"Bagaimana caranya?" tanya Pak Krisna.

Pak Bagas melihat ke arah Pak Krisna dengan tatapan tajam, lalu beliau segera keluar dari ruangan Pak Krisna begitu saja. Sementara Pak Krisna segera melihat ke arah jendela kaca, menatap mobil Pak Bagas dengan tatapan tajam juga, hingga mobil Pak Bagas menghilang dari pandangan.

***

Malam hari.

"Apa Kakak sudah melihat berita hari ini?" tanya Dara yang baru saja pulang ke apartemen, dan mendapati Amelia sedang menikmati mie instan di meja makan.

"Sudah," jawab Amelia singkat.

Dara segera berjalan ke arah Amelia dan duduk di hadapannya. "Apa kamu sudah menemukan pelakunya?" tanya Amelia sembari terus makan dan melihat tabletnya.

"Apa Kakak tahu siapa korbannya?" tanya balik Dara.

"Tidak," jawab Amelia acuh.

"Dia adalah Putri dari kepala polisi yang bekerja di kantorku," jelas Dara.

"Pak Bagas?" tanya Amelia. Tentu saja Amelia dan kedua orang tua Dara sangat tahu siapa saja yang bekerja satu kantor dengan Dara. Karena meskipun mereka terlihat acuh, tapi mereka selalu memperhatikan lingkungan kerja anak bungsu itu dari kejauhan.

"Hmb," jawab Dara sembari mengangguk tipis.

Amelia menghentikan aktivitasnya dan melihat ke arah Dara, karena dia menyadari sepertinya Dara sedang membutuhkannya, tidak biasanya Dara akan berbicara lebih dari 3 pertanyaan. "Lalu?" tanya Amelia dengan tatapan menyelidik.

"Sebelum mayat tersebut ditemukan, dia menghadiri acara untuk menjadi juri," jawab Dara.

"Jangan bilang ... "

"Iya, benar, dia menjadi salah satu juri inti di perusahaan Kakak," sahut Dara.

"Benarkah?" Amelia terkejut, tapi Dara tidak menjawabnya lagi.

"Acara juri tidak berlangsung lama, untuk juri inti mereka sepertinya sudah selesai sebelum jam 5 sore." Amelia langsung menjelaskan, karena dia tahu adiknya sedang membutuhkan keterangannya saat ini.

"Benarkah?" tanya Dara.

"Benar, Kakak sendiri yang membagikan hampers pada mereka," ucap Amelia.

"Aku akan memeriksa CCTV di perusahaan Kakak," ucap Dara.

"Hmb, tentu saja, lakukanlah yang kamu butuhkan," ucap Amelia sembari mulai melihat tablet lagi dan mencari data para juri inti.

"Apa kamu sudah makan?" tanya Amelia.

"Belum," jawab Dara dengan suara lesu.

"Nih, makanlah, Kakak baru memakannya beberapa suap saja," ucap Amelia sembari menyodorkan mangkok mienya pada Dara.

"Apa aku boleh makan ini?" tanya Dara dengan ragu.

"Makanlah, kamu harus tetap kenyang agar bisa berpikir dengan jernih," jawab Amelia yang masih terus fokus pada tabletnya. 

Dara mengulas senyum tipis dan segera memakan mie instan bekas kakaknya tersebut. Hal yang sudah sangat lama sekali tidak pernah mereka lakukan setelah dewasa, yaitu makan bersama. Meskipun saat ini Dara hanya memakan makanan sisa, tapi dia merasa sudah sangat cukup menerima perhatian dari kakaknya yang sangat dingin itu. Lebih dingin daripada Antartika.

“Ini lihatlah, yang mana korbannya?" tanya Amelia seraya menyodorkan tabletnya dan menunjukkan 9 foto juri inti pada Dara.

"Yang ini," ucap Dara seraya menunjuk foto Dita di sana. Amelia pun mengambil tabletnya kembali dan membaca profil Dita.

"Dia seorang janda, anak 1, laki-laki," gumam Amelia yang suaranya masih bisa didengar oleh Dara.

"Lalu bagaimana keadaan Putranya sekarang?" tanya Amelia.

"Kami belum tahu, tapi tadi Pak Bagas perintahkan untuk pengawalan yang ketat di rumahnya," jelas Dara.

"Mayatnya baru ditemukan tadi pagi kan?" tanya Amelia yang hanya di jawab anggukan tipis oleh Dara.

"Lalu perkiraan kematiannya kapan?" tanya Amelia.

"Tengah malam, sekitar pukul 12 atau jam 1 malam," jawab Dara dengan mulut penuhnya.

"Lalu... dimana kamu semalam?"

DEGH.

Glek.

Mendengar pertanyaan kakaknya, Dara hanya bisa menelan saliva, tiba-tiba saja jantungnya berdegup dengan tidak beraturan. "Kemana saja kamu semalam? Kamu tidak pulang kan?" tanya Amelia dengan tatapan menyelidik.

"Apa... "

"Apa Kakak mencurigaiku?" tanya Dara.

"Aku hanya bertanya saja," jawab Amelia.

"Kakak juga tahu kan bahwa Pak Tama kabur saat dipindahkan?" tanya Dara.

"Tahu, semua ada di internet," jawab Amelia.

"Jika kamu tidak ahli dalam pekerjaanmu, lebih baik kamu berhenti saja bermain detektif-detektifan itu," ucap Amelia dengan frontal.

"Kenapa Kakak berkata seperti itu?" tanya Dara yang sangat terpukul dengan ucapan kakaknya.

"Selesaikan kasus ini dengan cepat, jangan pernah menyeretku karena ketidak becusanmu dalam bekerja!"

"Aku tidak mau membuat orang tua kita kecewa, karena aku harus terus berurusan dengan polisi terkait kasus ini," tegas Amelia.

"Kakak kan hanya dimintai keterangan sebagai saksi saja," ucap Dara.

Amelia segera beranjak dari kursi dan pergi ke kamarnya begitu saja tanpa menghiraukan Dara yang saat ini sedang tertekan.

"Hais," gerutu Dara sembari mendorong mangkuk mie menjauh darinya. Dara pun juga segera beranjak dari kursi dengan kesal, dia menyambar mangkuk mie dan membuang sisanya, lalu mencuci mangkuk tersebut, serta segera masuk ke kamarnya juga.

***

Keesokan harinya.

"Apa kamu yang melakukannya?" tanya Pak Bagas pada seseorang yang saat ini ada di hadapannya. Namun sama seperti respon Pak Krisna pertama kali. Pria itu juga menyeringai dan tertawa tatkala melihat Pak Bagas yang sangat kalut dan juga emosional.

"Bagaimana aku bisa melakukannya, kamu sendiri yang menjebloskanku ke penjara yang sangat mengerikan ini," ucap Pria tersebut.

Brak!

Pria tersebut menggebrak meja dan melihat Pak Bagas dengan tatapan tajam. "Hingga bertahun-tahun aku tidak bisa melihat anak dan istriku!"

"Tenanglah, mereka baik-baik saja," ucap Pak Bagas santai, pria itu pun segera membuang muka.

"Bagaimana kalau aku memberimu penawaran?"

"Aku akan mengeluarkanmu, jika kamu berjanji mencari pelakunya dengan cepat," ucap Pak Bagas.

"Aku tidak akan tertipu lagi denganmu!"

"Terakhir kamu juga memberiku penawaran yang fantastis, mengajakku bekerja sama, tapi malah aku yang kamu jebak, dan kamu jebloskan aku ke penjara!"

"Lalu akhirnya kamu menduduki posisiku hingga saat ini." Rupanya orang yang ada di hadapan Pak Bagas, dulunya adalah seorang kepala Polisi, tapi di jebak oleh Pak Bagas dan Pak Bagas menggantikan posisinya.

"CK, kenapa kamu masih terus mengungkit masa lalu, pendendam sekali kamu jadi orang," ucap Pak Bagas.

"Pikirkan sendiri! Siapa saja orang yang sudah kamu bodohi di masa lalu!" geram pria tersebut yang kemudian beranjak dari duduknya dan meninggalkan Pak Bagas begitu saja, padahal waktu jenguk belum berakhir, tapi rupanya pria tersebut sudah sangat muak melihat wajah Pak Bagas yang tepat berada di hadapannya.

BRAAAK!!!

Pak Bagas pun menggebrak meja dengan sangat keras, wajahnya jelas menunjukkan amarah, matanya merah dan tangannya bergetar.

***

Di sisi lain.

Sayup-sayup Pak Tama membuka mata. Dengan kepala yang terasa sangat berat, beliau berusaha bangun sembari mengusap mata. Beliau melihat ke sekeliling dan mendapati bahwa dirinya saat ini ada di sebuah gubuk. Melihat di dekatnya ada botol air, Pak Tama pun segera membuka satu botol dan menenggaknya hingga tandas, lalu beliau mencoba melihat ke arah luar jendela kecil dan hanya mendapati pepohonan yang sangat lebat. 

"Dimana aku sekarang?" gumam Pak Tama dengan kepala yang masih sedikit pusing. Entah sudah berapa hari beliau pingsan.

Pak Tama berusaha mencari petunjuk, dia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan dan mendapati ada sebuah ponsel di atas meja dekat botol air mineral tadi. Pak Tama segera mendekat dan membaca tulisan yang ada di bawah ponsel tersebut. "Gunakan ini untuk berkomunikasi." Dengan tergesa, Pak Tama pun segera menyalakan ponsel itu.

Namun naasnya, setelah ponsel tersebut menyala, di tempat itu ternyata tidak ada jaringan.

Braaak!

"SIAL!!" umpat Pak Tama dengan nafas yang memburu.

Pak Tama menarik nafas dalam beberapa kali, beliau berusaha menenangkan dirinya.

Setelah dirasa jantungnya berdegup normal kembali, Pak Tama pun membuka pintu dan hanya ada pohon saja di sekitar gubuk tersebut. Pak Tama berusaha memanjat satu pohon sembari membawa ponsel tadi.

Beruntung di atas pohon, Pak Tama bisa menemukan jaringan, sehingga beliau pun bisa mengulas senyum dan bernafas dengan lega. Pak Tama segera menekan nomor telepon dan menghubungi seseorang dari atas pohon tersebut. 

"Kamu menempatkanku dimana ini!" geram Pak Tama setelah panggilan tersebut terhubung.

"Kenapa kamu marah-marah? Bukankah lebih baik kamu gunakan ponsel itu untuk menghubungi istrimu?" ucap orang di seberang telepon, dengan suara menggema yang disamarkan.

"Awas saja jika sampai terjadi sesuatu pada istri dan anakku. Aku tidak akan melepaskanmu!" ancam Pak Tama yang membuat orang di seberang telepon menyunggingkan sudut bibirnya ke atas.

"Aku akan memberikan rute keluar dari sana besok siang, jadi bertahanlah dulu hingga malam ini," ucap orang di seberang telepon, yang juga segera mematikan panggilan telepon tersebut tanpa menunggu jawaban dari Pak Tama.

"BRENGSEK!" umpat Pak Tama. Beliau pun segera menghubungi istrinya, seperti yang diperintahkan orang di seberang telepon tadi.

"Ini aku," ucap Pak Tama yang seketika membuat air mata istrinya pecah.

"Apa kamu masih hidup?" tanya sang istri sembari terisak.

"Tentu saja aku masih hidup," jawab Pak Tama.

"Bagaimana? Apa orang itu menepati janjinya?" tanya Pak Tama.

"Iya, anak kita sudah menjalani operasi pertama dan operasinya juga sukses," jawab istri Pak Tama seraya air matanya terus terjatuh.

"Benarkah?" Pak Tama pun tidak bisa membendung air matanya lagi.

"Jadi semua yang aku lakukan ini tidak sia-sia?" gumam Pak Tama sembari terisak, suaranya pun masih bisa didengar oleh istrinya di seberang telepon.

"Iya, semua terbayarkan. Masih kurang 2 kali operasi lagi," ucap istri Pak Tama.

Pak Tama segera menyeka air matanya. "Baiklah, kalau begitu aku akan tetap menuruti perintah orang itu."

"Apa kamu pernah bertemu dengannya? Bagaimana rupanya?" tanya Pak Tama.

"Tidak, aku tidak pernah bertemu dengannya. Kami hanya berkomunikasi melalui telepon sekali pakai," jelas istri Pak Tama.

"Sama saja, dia juga seperti itu denganku," ucap Pak Tama.

"Jagalah dirimu baik-baik. Setelah operasi anak kita selesai, kita harus berkumpul lagi seperti dulu," ucap istri Pak Tama.

"Tentu saja, kamu juga harus menjadi ibu yang kuat untuk anak kita. Jangan hiraukan berita, percayalah bahwa aku tidak melakukan semua hal itu," ucap Pak Tama.

"Hmb, tentu saja aku percaya padamu," jawab istri Pak Tama sembari mengulas senyum.

"Baiklah, kamu istirahat dan makanlah yang cukup, serta kirimkan lokasimu padaku, selagi aku masih bisa mendapatkan jaringan," ucap Pak Tama.

"Baiklah," jawab istri Pak Tama.

Obrolan pun berakhir di sana. Tampak istri Pak Tama yang bisa bernafas dengan lega, tatkala sudah mendapatkan kabar dari suaminya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!