“Dikhianati suami, ditikam ibu sendiri… masihkah ada tempat bagi Andin untuk bahagia?”
Andin, seorang wanita sederhana, menikah dengan Raka—pria miskin yang dulu ia tolong di jalan. Hidup mereka memang pas-pasan, namun Andin bahagia.
Namun kebahagiaan itu berubah menjadi neraka saat ibunya, Ratna—mantan wanita malam—datang dan tinggal bersama mereka. Andin menerima ibunya dengan hati terbuka, tak tahu bahwa kehadiran itu adalah awal dari kehancurannya sendiri.
Saat Andin mengandung anak pertamanya, Raka dan Ratna diam-diam berselingkuh.
Mampukah Andin menghadapi kenyataan di depannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rafizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Hujan sudah berhenti ketika Hans membawa Andin ke rumah besar milik keluarganya.
Malam itu udara masih lembab, dan aroma tanah basah menempel di pakaian mereka. Mobil hitam berhenti di depan gerbang besi tinggi yang terbuka perlahan. Dari balik kaca, Andin memandangi bangunan megah bergaya kolonial di hadapannya — tampak kokoh dan hangat dalam cahaya lampu temaram.
Begitu mereka melangkah masuk, beberapa pelayan segera datang menyambut.
“Selamat datang, Tuan Hans,” ucap salah satunya dengan hormat.
“Kami sudah menyiapkan kamar tamu di lantai dua.”
Andin hanya berdiri kaku. Hatinya yang remuk terasa asing di tengah kemewahan ini. Tangannya refleks menggenggam lengan bajunya sendiri, seolah takut jika semua ini hanyalah mimpi singkat sebelum ia kembali terbuang.
Hans menoleh padanya dengan senyum lembut.
“Masuklah, Andin. Ini rumahmu juga, kalau kau mau.”
Tatapan Andin beralih padanya, bingung.
“Rumah…ku?” suaranya nyaris tak terdengar.
Pelayan membukakan mantel basahnya, dan Andin baru sadar—rumah itu bukan sekadar besar, tapi megah. Lantai marmer putih, lukisan mahal di dinding, aroma bunga segar di setiap sudut. Ia memandang Hans penuh tanda tanya.
"Hans.Ini rumah mu?" tanya Andin lagi.
"Iya... sebentar lagi akan menjadi rumah mu juga" jawab Hans. Andin hanya diam membeku tak menjawab. Wajahnya masih menunjukkan kebingungan. Hans yang dia kenal adalah laki-laki sederhana dan tidak kaya. Lalu,,,, dari mana dia bisa mendapatkan rumah sebesar ini?
“Dulu… aku pikir kau tinggal di rumah sederhana di gang kecil belakang sekolah,” ujar Andin lirih.
“Kau… siapa sebenarnya, Hans?” Tanyanya akhirnya.
Hans menghela napas panjang, menatap api di perapian yang menyala lembut.
“Aku tidak pernah berbohong. Hanya saja, aku menyembunyikan siapa keluargaku sebenarnya.” Ia berbalik menatap Andin, matanya hangat namun menyimpan luka lama.
“Aku lahir dari keluarga kaya raya, Andin. Tapi kekayaan itu membuatku kehilangan banyak hal. Teman-teman mendekat hanya karena nama keluargaku. Semua hubungan palsu. Kecuali satu orang— yaitu kamu.”
Andin tertegun. Dadanya bergetar.
Hans melangkah pelan mendekatinya, menatapnya dalam-dalam.
“Kau satu-satunya yang berteman denganku tanpa peduli siapa aku. Kau yang membelaku waktu semua orang menjauhiku." lanjut Hans.
Andin masih tertegun. tak menduga itu, lalu kembali bertanya, "lalu kemana kau selama ini pergi?"
"Aku pergi ke luar negeri karena ayah ingin aku belajar bisnis keluarga.”
Ia berhenti sejenak, suaranya mulai berat.
“Tapi aku menyesal, Andin… karena aku pergi tanpa sempat berpamitan padamu. Dan ketika aku kembali, aku mendapati kau sudah menikah.”
Air mata Andin mulai menggenang. “Kau tahu?”
Hans mengangguk pelan. “Aku tahu. Tapi aku tak berhak mengganggu hidupmu. Aku hanya bisa mendoakanmu bahagia dari jauh.”
Keheningan menyelimuti ruangan. Hanya suara api yang berderak pelan di perapian.
Andin memeluk dirinya sendiri. “Hans… aku kehilangan segalanya. Suamiku, rumahku, bahkan anakku.” Suaranya pecah, penuh duka.
“Aku tidak tahu bagaimana caranya hidup lagi.”
Hans menatapnya lama. Lalu, tanpa berkata apa-apa, ia mendekat, menggenggam kedua tangan Andin dengan lembut. Sentuhan itu hangat—berbeda dengan semua dingin yang baru saja ia lalui.
“Andin,” bisik Hans, suaranya bergetar tapi tegas.
“kau tidak perlu menanggung semuanya sendirian lagi.”
Andin menatapnya bingung. “Apa maksudmu?”
Hans menatapnya dalam, matanya memancarkan ketulusan yang membuat hati Andin kembali bergetar.
“Mulailah hidup baru bersamaku,” katanya lirih.
“Aku tidak peduli masa lalumu. Aku hanya ingin melindungimu mulai sekarang. Mau kah kau menjadi istriku?”
Andin terdiam. Dadanya terasa sesak.
.
.
.
Bersambung.