Ditipu tidak membuat kadar cintanya berkurang malah semakin bertambah, apalagi setelah tau kejadian yang sebenarnya semakin menggunung rasa cintanya untuk Nathan, satu-satunya lelaki yang pernah memilikinya secara utuh.
Berharap cintanya terbalas? mengangankan saja Joana Sharoon tidak pernah, walaupun telah hadir buah cinta.. yang merupakan kelemahan mereka berdua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Base Fams, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
◉ 12
"I'm sorry... "
Joana menghentikan langkahnya, begitu juga dengan Nathan. "Apa aku tidak salah dengar?" Joana cukup terkejut mendengar permintaan maaf dari Nathan. "Barusan anda meminta maaf? Apa anda baik-baik saja, Tuan?" Tanpa sadar Joana berjinjit, menyentuh kening Nathan. Memastikan, apakah atasannya dalam keadaan sehat atau tidak. "Tidak demam."
Nathan menangkap pergelangan tangan Joana yang menyentuh keningnya. "Aku sedang serius, Joana." Nathan menatapnya dengan teduh, tersirat rasa penyesalan yang mendalam. "Aku sadar, seharusnya aku tidak berkata seperti itu padamu. Ucapan dan tindakanku sangat keterlaluan. Aku minta maaf akan hal itu."
Joana terdiam. Ia bisa merasakan dan melihat ketulusan dari dalam manik biru pria itu. Bukan hanya sekedar ucapan, tapi Nathan melakukannya karena dia benar-benar menyadari kesalahannya.
"Aku sudah memaafkan anda, Tuan."
"Benarkah?"
"Tentu saja. Apa anda masih tidak percaya?"
Keduanya kompak melemparkan senyuman indah satu sama lain.
"Sekarang lepaskan tanganku, Tuan Klemens."
Nathan memenuhi permintaan Joana. Pria itu melepaskan genggamannya. "Panggil aku Nathan, please."
"Itu terdengar tidak sopan." Joana menolak permintaan Nathan. Ia sadar akan posisinya. Ia hanya sekretaris, dan Nathan adalah pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Apa yang dikatakan orang-orang apabila ia memanggil atasannya dengan menyebut namanya saja. Bisa-bisa ia diburu karyawan berjenis wanita yang menggilai seorang Nathan Klemens.
Keduanya melanjutkan langkah mereka. Berjalan tanpa ada tujuan sambil menikmati udara laut yang menerpa wajah mereka. Keduanya tidak terusik, justru sangat menikmati.
"Lalu, kenapa kau bisa memanggil Victor tanpa ada kata Tuan?" Nyatanya jawaban gadis itu tidak bisa diterima oleh Nathan. "Bukankah itu tidak adil?"
"Aku, dan Victor. Kami berteman. Sedangkan anda, anda adalah boss. Perbedaan kita sangat jauh, Tuan. Seperti langit dan bumi."
"Baiklah, mari kita berteman. Aku rasa itu tidak akan menjadi masalah, bukan? tidak ada lagi perbedaan seperti langit dan bumi, seperti yang kau katakan tadi. Mulai sekarang kau harus memanggilku dengan menyebut namaku."
"Aku belum menyetujuinya. Kenapa anda memutuskan secara sepihak. Akh.. Kakiku," Reflek Joana memegangi tangan Nathan, merasakan sakit yang sangat di telapak kakinya.
"Kakimu terluka, Joana." Ucapnya terlihat panik. Nathan menuntun Joana, mendudukkan gadis itu di kursi santai yang tidak jauh dari posisi mereka. "Luruskan kakimu dan tunggulah sebentar, aku akan mencari air."
Tak lama Nathan sudah kembali dengan membawa botol berisi air. "Aku akan membersihkan lukamu dulu." Joana mengangguk, pun Nathan membuka penutup botol, lalu memulai membersihkan luka Joana.
Darah Joana masih mengalir. Nathan segera melepaskan kemejanya, meninggalkan T-shirt tanpa lengan yang memperlihatkan otot di bagian tangannya.
Srekk... Nathan merobek kemejanya, lalu menutupi luka Joana, dan membalutnya. Sontak apa yang dilakukan Nathan mendapatkan perhatian dari Joana. Gadis itu terkesiap, terkesima, terperangah, entah... ter__ apalagi? Ia seolah terhipnotis dan tidak bisa berpaling barang sedetik pun.
"Setelah ini aku akan membawamu ke klinik." Kata Nathan seraya menyelesaikan pekerjaannya.
"Se-sepertinya itu tidak perlu Tuan."
Nathan mengangkat kepalanya dengan tiba-tiba, membuat Joana tersentak. "Lukamu harus segera di obati, Joana. Agar tidak terkena infeksi."
"Tapi, Tuan."
Dengan tiba-tiba, Nathan mengangkat tubuh Joana membuat gadis itu tersentak. Reflek, Joana mengalungkan tangannya di leher Nathan. "Kenapa anda menggendongku? turunkan aku, Tuan." Joana memberontak seperti cacing kepanasan.
"Sst kau diamlah. Jika tidak, kita bisa terjatuh bersama. "
Sorot matanya begitu tajam dari balik bulu mata panjangnya membuat tubuh Joana membeku seketika. "Pintar, aku menyukai gadis yang penurut." Setelah mengucapkan kalimat itu, Nathan tersenyum.
Sadarkah Nathan bahwa tindakan dan ucapannya sangat berbahaya untuk gadis yang berstatus singel?
Joana menengadahkan wajahnya, memerhatikan lagi wajah Nathan. Garis rahang Nathan sangat tegas, janggutnya terlihat rapi sepertinya pria itu rajin merapikan janggutnya. Hidungnya juga mancung. Hingga dari posisinya, ia bisa mengukur seberapa mancung hidung pria itu, dan dia juga sangat wangi.
"Apa yang kau lihat dari wajahku?" tanya Nathan.
Joana terkejut, aksinya yang mencuri pandang ternyata dapat dirasakan pria itu. "A-aku tidak melihat apapun." Gadis itu merasa malu, kedua pipinya memancarkan semburat merah.
Nathan sedikit menundukkan kepala, "benarkah?" Joana mengangguk, dengan ekspresi polos. "Lalu, kenapa wajahmu memerah?"
Ditatap seperti itu, membuat Joana mati gaya. Jantung tidak aman, melompat-lompat nyaris keluar. "Itu.. itu karena matahari yang berada di atas sana." Jawab Joana menunjuk jari telunjuknya ke langit. "Hais kenapa jadi mendung?"
Nathan terkekeh geli melihat tingkah polos Joana, membuatnya berkeinginan menggoda gadis itu. "Itu artinya alam tidak mendukung kebohonganmu, Nona. Kau mengatakan tidak sedang melihatku, padahal sejak tadi kau memperhatikanku."
"Ck, anda percaya diri sekali, Tuan. Omong-omong kapan kita akan sampai?"
"Sebentar lagi."
Dan yang di ucapkan Nathan benar, kini mereka sudah di klinik, dan Joana langsung ditangani.
.
.
.
"Kenapa harus memakai kursi roda?" Manik Joana membeliak melayangkan protes tatkala melihat Nathan masuk lagi ke ruangan pemeriksaan dengan mendorong kursi roda, "aku hanya terluka kecil, Tuan. Bukan habis operasi besar atau habis melahirkan."
Nathan berusaha menahan kedutan di bibirnya, ada aja ucapan Joana yang menggelitiknya, "karena kau tidak mau di gendong, " jawabnya enteng. "Maka dari itu kursi roda adalah alternatifnya."
"Aku masih bisa berjalan." Sahut Joana dengan ketus.
"Ya, jalan seperti siput sedangkan di luar, langit sudah sangat gelap. Apa kau ingin kita kehujanan saat di jalan?" Joana menggeleng dengan cepat. "Pintar.. aku akan membantumu." Nathan merangkul pundak Joana, membantu Joana turun dari brankar kemudian mendudukkan gadis itu diatas kursi roda yang di sewanya.
Nathan mendorong kursi roda menuju hotel. Seperti yang dikatakan Nathan, langit di Riau mulai menghitam, bahkan angin berhembus dengan sangat kencang.
"Besok kau tidak perlu ikut ke pabrik kayu. Beristirahatlah di dalam kamar."
"Tapi... "
"Tidak ada bantahan, " Nathan memotong ucapan Joana, memberi ultimatum. "Ingat... kau harus menuruti ucapan atasanmu." Tindakannya sudah benar. Nathan mengetahui jika Joana akan membantah perintahnya.
Joana memutar bola matanya dengan jengah, bibirnya mengerucut. Membayangkan, seharian berada di kamar hotel dan tidak melakukan apapun, pasti itu sangat membosankan.
"Apa yang harus aku lakukan besok?" Gerutunya dapat di dengar Nathan.
"Kau bisa membaca novel online yang berjudul Reckless, menonton TV, atau kau juga bisa menghubungi Ibumu dan mengatakan jika kau memiliki boss yang sangat baik, karena telah memberimu izin untuk berlibur."
"Itu namanya pembohongan, Tuan. Aku tidak ingin di cap anak durhaka karena telah membohongi ibuku."
"Anak yang sangat baik."
" Seperti itulah yang Ibuku katakan, aku anak yang baik, mandiri, cantik, dan juga pintar." Sahut Joana penuh percaya diri disertai cengiran yang menjadi kombinasi pas yang ditujukkan gadis itu. "Astaga gerimis. Sebaiknya kita meneduh dulu, Tuan."
coba kita liat kehidupan Joana & Nathan setelah menikah gimana yaa,,apa akan happy teruss,atau malah sebaliknya...🚴♂🚴♂
Jo yang di kecup Q seng mesem" deweeeee