Hiera seorang gadis yang selalu mendapat perundungunan, baik di kampus maupun di keluarga sendiri.
suatu malam dia disiksa ibu tiri dan keluarganya hingga meregang nyawa, tubuhnya pun dibuang ke sebuah jurang.
Hiera nyaris mati, namun sesuatu yang tak terduga terjadi dan memberinya kesempatan kedua.
apakah Hiera mampu bangkit dan membalas orang orang yang telah menyakitinya?
yuk ikuti kisahnya dalam cerita SANG TERPILIH.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aludra08, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12
Stp12
Vaia menggeliatkan tubuhnya yang sedang bergelung di balik selimut, tatkala sebuah ketukan pintu mengusik pendengarannya.
Kemudian dia bangun dari posisi tidurnya. "Siapa sih yang datang sepagi ini?" Gumamnya dengan mata setengah terpejam. Gadis itu menguap sambil menguletkan tubuhnya, kemudian gegas mendekati pintu.
Valia membuka pintu dan menyembulkan wajahnya yang masih dipenuhi iler itu. Mata ngantuknya yang masih setengah terpejam melihat Hiera yang sedang berdiri di depan pintu.
"Hiera! Gila kemana aja kamu? Beberapa hari gak nongol!" Mata Valia langsung terbuka lebar mengamati Hiera dari atas sampai bawah.
Hiera segera menyeruak masuk ke dalam kontrakan sempit itu.
"Kebiasaan kau, teman datang bukannya disuruh masuk dulu, malah ditanya di ambang pintu!" Omel Hiera.
"Ck, kau juga jadi teman selalu nyelonong tanpa permisi." Decih Valia dengan bibir keriting. Gadis itu kemudian pergi ke dapur, membuat dua cangkir kopi instan kemudian membawanya ke hadapan Hiera.
"Diminum tuh kopinya!" Ucapnya sambil menyeruput kopi miliknya.
"Heh! Cuci muka dulu sana! Main seruput kopi aja. Tuh jigong ikut ke telen lagi." Semprot Hiera.
Valia nyengir kuda, kemudian dia pergi ke luar kontrakan untuk cuci muka. Tak lama kemudian dia kembali ke hadapan Hiera.
"Hiera, serius ya, kamu kemana sih beberapa hari ini? Aku cemas tahu, aku sampai kepikiran yang tidak tidak. jangan jangan kamu dibunuh keluargamu!" Cicit Valia.
"Kalau benar aku sudah dibunuh, kamu percaya?"
Mulut Valia menganga, memandang wajah Hiera tak berkedip.
"Valia, kamu gak lagi mabok kan? Kalau kamu dibunuh, berarti kamu sudah mati dong!" Cicit Valia sambil menyentuh kening Hiera. Valia khawatir kalau kalau temannya ini lagi demam, jadi pikirannya ngaco.
"Tapi aku benar benar dibunuh mereka, aku disiksa, diberi racun, dan dibuang ke jurang!" Ucap Hiera dengan tatapan kosong.
"Hiera kamu salah minum obat apa? Kamu masih hidup kok, buktinya kamu bisa ada di hadapanku. Atau, Astaga!" Gadis itu menutup mulutnya dengan kedua tangannya, matanya terbelalak menatap ketakutan ke arah Hiera.
"Apakah kamu arwah Hiera? Hik hik hik, jadi kamu mati penasaran ya? Dan ingin pamit padaku?" Tanya Valia sambil menatap sedih sahabatnya itu. Air matanya telah berlinang. "Aku doakan kau tenang di alam sana ya". Cicitnya lagi dengan wajah sendu.
Hiera tersenyum geli melihat tingkah Valia, "Aku masih hidup lah! Aku juga heran, aku masih bisa bertahan hidup waktu itu, keajaiban terjadi padaku saat aku terdampar di pulau ajaib itu".
Valia melihat sahabatnya itu dengan seksama. Dia perhatikan Hiera memang banyak berubah. Tubuhnya jadi berisi, wajahnya semakin cantik dan segar. Dan yang penting, tidak ada lagi memar memar di tubuhnya. Jadi yang dikatakan temannya itu tidak bohong, dia telah mendapatkan keajaiban.
"Kau jangan khawatir Valia, tak ada yang bisa menyakitiku lagi," ucap Hiera sambil tersenyum. "Ngomong ngomong udah siang nih, aku berangkat kuliah dulu ya!" Hiera bangkit dari duduknya kemudian melenggang pergi.
"Eh tunggu! Tunggu!" Cegah Valia.
Dia mengambil sesuatu dari lemari pakaiannya.
"Ini jaket mu yang kau tinggalkan tempo hari, udah aku cuci".
Hiera mengambil jaket yang disodorkan sahabatnya itu. Dia hampir lupa, itu adalah jaket Ken.
"Terimakasih nona Valia yang cantik, kau memang teman terbaik, aku pergi dulu ya".
Valia mencebik.
"Eh Hiera,,,!
Hiera menoleh lagi.
"Kamu bukan hantu kan?" Tanya Valia sekali lagi, membuat Hiera melototkan matanya gemas.
***
Hiera keluar dari ruangan Dosen pembimbing. Dia memenuhi panggilan Dosen pembimbing itu untuk memberi alasan karena dia tidak kuliah beberapa hari.
Hiera tidak mungkin menjelaskan semua yang terjadi padanya, jadi dia beralasan pergi berobat ke luar kota karena sakit, beruntung orang orang percaya alasan yang diberikannya. Hiera memang terkenal lemah, sehingga semua orang percaya begitu saja alasan yang dia berikan.
Hiera melenggangkan kakinya ke arah jalan kampus. Hari ini dia sudah terlambat memasuki kelas, jadi dia memilih tidak masuk. Dia hanya akan mencari Hugo, ia ingin mengembalikan jaket milik pria itu.
Hiera melangkah santai sambil matanya terus berkeliling mencari cari sosok Hugo.
"BRUUUK!" Seseorang menabraknya ketika tatapannya sedang lengah.
"Hei, hati ha,,, Tuan Hugo!" Cicit Hiera sumringah saat pria yang dicarinya akhirnya ketemu.
"Hiera, kenapa pertemuan kita harus selalu diawali dengan tabrakan ya?" Hugo tertawa jenaka.
"Itu..., Aku juga tak tahu." Hiera meringis.
"Lupakan, apa kabarmu? Kemana aja beberapa hari ini? Eh sebaiknya kita pergi ke taman yuk, ngobrolnya enak di sana kayaknya." Cerocos Hugo. Dan tanpa minta persetujuan Hiera dulu, dia langsung menarik tangan gadis itu. Membuat gadis itu kelabakan mengikuti langkah Hugo dengan wajah memerah.
Mereka akhirnya memilih bangku taman yang menghadap ke danau yang sangat luas di taman kampus itu.
Hugo belum juga melepaskan tangan Hiera, membuat gadis itu merasa risih. Hiera berusaha melepaskan tangannya.
"Maaf, lupa!" Ucap Hugo buru buru melepas tangan halus itu.
"Aku mencari tuan hanya untuk mengembalikan jaket ini". Hiera menyerahkan paper bag yang berisi jaket milik pria itu.
"Hugo menerimanya, kemudian menaruhnya di sampingnya. Sejurus kemudian sepasang mata elang itu menatap wajah cantik di hadapannya.
Hugo menautkan kedua alisnya. Dia perhatikan banyak yang berubah dari gadis itu. Tubuh gadis itu lebih berisi, wajahnya tampak segar dengan pipi sedikit memerah. Dan bibir Semerah buah ceri itu, astaga, kenapa Hugo mendadak ingin menggigitnya. Hugo begitu terpesona dengan paras gadis di depannya itu.
Dipandangi seperti itu oleh Hugo, Hiera merasa jengah.
"Maaf kalau tidak ada keperluan lain, saya permisi dulu". Ucap gadis itu sambil bangkit dari tempat duduknya. Namun langkahnya terhenti ketika Hugo menarik tangannya.
"Hiera, bisakah kita saling mengenal lebih dekat?" Ucap Hugo terdengar bergetar. Hugo belum pernah merasa tertarik dengan wanita manapun selama ini. Justru dengan wajah tampan dan jabatannya sebagai rektor, banyak gadis yang tergila gila dan mengejarnya. Hanya Hiera yang tidak menampakkan ketertarikan padanya. Makanya Hugo suka menyebut Hiera gadis aneh.
Hiera menghela nafas panjang, sekilas dia memandang wajah Hugo. Hiera bukan tidak tertarik pada wajah tampan nan maskulin di depannya ini. Ketampanan Hugo bahkan jauh mengungguli Mark si penghianat itu. Tapi Hiera masih trauma. Dikhianati oleh seorang kekasih yang dia cintai itu sungguh menyakitkan. Hiera belum siap membuka hatinya kembali. Apalagi yang dia tahu tuan Hugo adalah seorang rektor, pasti banyak mahasiswi cantik yang mengejarnya. Hiera tak ingin sakit hati untuk kedua kalinya.
Melihat gadis itu terdiam, Hugo jadi tak enak hati. Apa dia terlalu cepat mengutarakan ketertarikannya pada gadis itu ya.
"Setidaknya, bolehkah kita berteman?"
Hiera merasa lega. Gadis itu membuat lengkungan manis di wajahnya, membuat kecantikannya meningkat berlipat lipat di mata Hugo.
"Kita Berteman". Ucap gadis itu sambil menyodorkan tangannya, ramah.
Hugo segera menggenggam hangat tangan Hiera.
Mereka berjabat tangan.
"Oke, aku pamit dulu ya," ucap Hiera.
Hugo tersadar, buru buru dia melepaskan tangan Hiera.
Hiera melenggangkan kakinya, meninggalkan Hugo yang masih terus menatapnya.
"Hiera!"
Hiera membalikkan badannya, menatap pemilik suara yang memanggilnya.
"Bagaimana kalau makan malam? Yah, untuk merayakan pertemanan kita!" Pinta Hugo dengan kedua tangan bertautan di depan dada, seolah memohon.
Hiera tertawa renyah. "Baiklah, besok malam jam tujuh ya!"
"Pukul tujuh di kafe Star ya!" Hugo memastikan. Gadis di depannya itu mengangguk dengan senyum manis di bibirnya. Kemudian dia menghilang dari pandangan Hugo.
Hugo mengusap dadanya yang terasa sesak, "oh begini kah rasanya jatuh cinta". Gumamnya sambil senyum senyum sendiri.
***
Hiera hendak menuju toilet terlebih dahulu sebelum dia memutuskan untuk pulang ke rumah. Di koridor kebetulan dia berpapasan dengan gengnya Hanna.
Mereka bertiga dengan sengaja menabrak tubuh Hiera. Lisa malah dengan sengaja menumpahkan minuman miliknya ke badan Hiera.
Hiera mundur beberapa langkah sambil melihat pakaiannya yang telah basah bernoda. Kemudian dia mendongak, menatap tiga makhluk menjengkelkan di hadapannya.
"Dayang dayang Hanna!" Decih Hiera.
"UPS! Kopi ku tumpah! Nona cupu pakaiannya jadi kotor ya?" Ledek Lisa diikuti tawa cekikikan dua temannya.
"Eh, kata Hanna, kau berani bertingkah di rumahnya! Kita lihat, apa di depan kami kamu masih berani bertingkah?"
"Sharon, Alda! Seret dia ke gedung kosong terbengkalai sana!" Perintah Lisa.
Sharon dan Alda segera menyergap tubuh Hiera, kemudian menyeret gadis itu ke sebuah gedung kosong yang ada di lingkungan kampus itu.
Hiera diseret mereka tanpa perlawanan. Namun seringai dingin menghiasi wajah gadis itu. Kilat mata gadis itu menampakkan kekejaman yang membara.