"Jika kamu hamil, bawa benih itu dan anggap aku tidak pernah memberikannya!"
Aruna meninggalkan pernikahannya dengan Tuan Muda Pertama dari Keluarga McLane, menjalani kehidupan sendirian, Aruna menemukan takdir baru bersama anak di kandungannya, tapi kenapa sang Tuan Muda malah seperti kehilangan pijakan hidupnya.
-
Aruna sudah melupakan laki-laki ini, tapi kenapa dia malah dihadapkan dengan dia sekali lagi.
"Aruna, anak yang bersamamu, siapakah dia?" —Rowan
"Aku kira kau tidak punya waktu untuk lebih peduli kepada orang lain, Tuan Muda!" —Nuna
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ridz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 12 | Lalu Untuk Siapa, Air Mata Itu Jatuh
"Bertahanlah Nona, sulit bagi Nona untuk melahirkan secara normal sekarang, dokter anestesi saat ini sudah menyiapkan ruang operasi untuk Nona Aruna!" Seorang dokter wanita memegang tangan Aruna yang kesakitan didalam perutnya.
Semua mata perawat menatap iba kepada wanita itu, karena bagaimana bisa seorang wanita tanpa wali, hamil besar datang dalam keadaan hujan sendiri ke rumah sakit dengan kondisi kontraksi, sontak keheningan malam itu membuat semua dokter panik dan untuknya ada Dokter Anestesi yang bertugas malam itu.
"Dokter Anne! Ruang operasinya sudah siap, dokter anestesi juga sudah menunggu disana, kita bisa bawa Nona Aruna sekarang," salah satu perawat berjalan masuk ke ruangan itu.
Dokter Anne mengangguk, ia di bantu beberapa perawat memindahkan Aruna ke brankar kemudian mendorong brankar menuju ruang operasi.
"Ahh! Sakit dokter! Sakit!"
"Tenanglah Nona, perlahan-lahan saja, semuanya akan baik-baik saja," ujar Dokter Anne mengusap peluh yang bercucuran di wajah Aruna.
Lengkingan suara dari seorang ibu yang memperjuangkan hak hidup atas diri dan calon anaknya menggema di koridor rumah sakit, bahkan bumi basah kuyup dengan hujan seolah mengantar tangis diantara keduanya, roda-roda brankar yang berdecit bersentuhan dengan keramik lantai seolah menjadi backsound tangisan yang tidak kunjung reda.
Ada satu anak manusia, tanpa wali, tanpa siapapun dan tanpa orang lain tahu, tengah memperjuangkan kehidupannya, bahkan semua dokter dan perawat yang menatapnya memeluk iba dan sedih, sehingga kedua mata mereka memerah menahan sakit atas penderitaan sesama wanita.
Lampu hijau di pintu depan ruang operasi menyala, menandakan operasi kini tengah berlangsung, Aruna akan melahirkan bayinya secara Caesar malam itu, butuh berjam-jam dan banyak kantong darah terbuang atas perjuangan itu.
Aruna memejamkan mata saat dia benar-benar merasakan kesadarannya hilang dan berharap mimpi itu akan cepat berlalu. Dua Minggu berlalu, Aruna yang koma disaat melahirkan Aiden terbangun dari komanya.
Tanpa seorangpun keluarga disisinya, hanya dirinya dan anaknya yang lahir. Dokter Anne yang mengetahui bahwa kondisi Aruna sudah sadar, berjanji akan mengurus semua kebutuhan Aruna selama dia di rumah sakit.
Beberapa Minggu berlalu, Aiden yang lahir prematur harus bertahan di inkubator selama beberapa Minggu sampai akhirnya dia bisa keluar hari ini.
"Gendonglah anakmu untuk pertama kalinya, Nona Aruna," jelas Dokter Aruna memberikan Aiden kedalam gendongan Aruna.
Aruna meneteskan air mata menatap wajah bayi tanpa dosa itu, dia memeluknya erat membuat Dokter Anne juga ikut bersedih melihatnya.
"Nona, sebenarnya dimana ayah dari anak ini, dan apakah Nona tidak memiliki keluarga lain?"
Mendengar pertanyaan itu, Aruna terdiam sejenak. "Maaf kalau pertanyaan saya menyinggung, tidak usah dijawab, Nona."
Aruna menggeleng. "Tidak apa-apa Dokter, ayah anak ini mungkin tidak menginginkan kehadiran anak ini, dan keluarga saya, sayapun tidak tahu apakah mereka tahu bahwa saya masih hidup atau tidak."
"Betapa banyak beban yang kamu pikul, Nona?"
"Saya hanya berusaha yang terbaik, Dokter."
Dokter Anne mengangguk, dia memberikan sebuah amplop kepada Aruna berisi beberapa jumlah uang. "Biaya rumah sakit sudah dilunaskan oleh beberapa Dokter, dan uang ini dari pemberian beberapa dokter yang menangani Nona, terimalah."
Aruna terdiam. "Saya merasa tidak pantas, menerimanya."
"Tidak apa-apa, jangan biarkan beban yang Nona pikul membesar sendirian, percayalah terhadap ketentuan Tuhan kepada setiap manusia, tetes air mata yang jatuh dari seorang wanita adalah tetes air mata paling murni dari tahta tertinggi terciptanya sebuah peradaban."
Aruna terdiam. "Apakah seajaib itu air mata seorang wanita."
"Terkadang kita perlu menangis Nona, tidak perlu terlihat kuat, karena kita juga harus menangis saat lelah bertahan, seburuk apapun hidup, seorang wanita akan tetap hidup, seburuk apapun pandangan orang lain, seorang wanita tetaplah sosok yang paling penting dalam kehidupan."
"Saya hanya wanita yang diperjual belikan oleh keluarga saya, dipaksa menikah dengan rekan-rekan bisnis Ayah saya, apakah kehormatan sebagai wanita masih saya miliki?" tanya Aruna menangis menatap Dokter Anne.
Dokter Anne menyeka air mata Aruna dan memeluk wanita itu. "Perjalanan hidup itu memang tidak mudah Nona, kadang kita perlu jatuh, kadang kita perlu merasa bahwa kita tidak dibutuhkan lagi, tapi ketahuilah Nona, dari setiap langkah, setiap air mata dan setiap kerja keras, terdapat takdir Tuhan, dan sebaik-baiknya air mata adalah air mata yang jatuh karena kita sudah menjalani rencana Tuhan, Nona."
"Saya merasa—"
"Ragu itu wajar, sesekali ragu, tapi Nona tahu, rencana Tuhan, skenario Tuhan, lebih baik daripada skenario siapapun, tidak akan seorang manusia akan merasa bahagia jika didalam hidupnya tidak ada ujian."
Aruna menangis sesenggukan dihadapan Dokter Anne, dia memeluk Dokter Anne melepaskan segelintir beban dalam hidupnya, hari itu Aruna meninggalkan rumah sakit.
Disambut tangis pelepasan dari Dokter yang menjadi saksi hidupnya, perawat, dokter kandungan hingga dokter anestasinya berdiri di pintu rumah sakit, saat Aruna melangkahkan kakinya meninggalkan rumah sakit.
'Aiden' nama yang diberikan oleh dokter-dokter wanita dan pria disana yang sudah menjadi layaknya orang tua bagi bayinya, nama yang diberikan dengan harapan yang lebih baik.
"Dengarkan Aiden, dunia tidak sekejam itu, kedepannya mari hidup bahagia, dan jika ada yang menganggu kita, maka Mommy berjanji akan menghilangkan gangguan itu, kita tidak butuh apa-apa lagi, kita berdua sudah lebih dari cukup." Aruna berjalan menggendong Aiden ditangan kanan dan membawa tas di tangan kiri dengan setetes air mata di mata kanannya.
— - — - —
"Sudah empat tahun lamanya, ternyata." Aruna tersadar dari lamunannya saat dia duduk di kursi setelah menelepon Daniel. "Aiden adalah segalanya untukku, jika niat Rowan memang hanya untuk mengambil Aiden, aku tidak bisa membiarkan itu, dan Ayah, aku tidak akan pernah bisa membiarkan Ayah mengganggu kehidupanku dan kehidupan anakku lagi, karena aku sudah berjanji dalam hidupku!"
Aruna menaruh ponsel di meja kemudian melanjutkan proses memasaknya hingga dia tidak menyadari ada pesan masuk dari Daniel.
[Nuna, Ayah akan berangkat ke Aussie today, mungkin dia ingin menemuimu] Pesan Daniel.
— <3 —
Adegan diatas kebanyakkan flashback pas Aiden dilahirin yah :)
Ditunggu crazy up'nya thor
up yg banyak dong thorr,
apa itu??????
orang pertama yang mendengar kan Aiden bicara adalah Daddy nya...
mempermainkan pernikahan...padahal dia sudah meniduri Aruna...
semoga hasilnya memuaskan...💗