Terlambat menyatakan cinta. Itulah yang terjadi pada Fiona.
ketika cinta mulai terpatri di hati, untuk laki-laki yang selalu ditolaknya. Namun, ia harus menerima kenyataan saat tak bisa lagi menggapainya, melainkan hanya bisa menatapnya dari kejauhan telah bersanding dengan wanita lain.
Ternyata, melupakan lebih sulit daripada menumbuhkan perasaan. Ia harus berusaha keras untuk mengubur rasa yang terlanjur tumbuh.
Ketika ia mencoba membuka hati untuk laki-laki lain. Sebuah insiden justru membawanya masuk dalam kehidupan laki-laki yang ingin ia lupakan. Ia harus menyandang gelar istri kedua, sebatas menjadi rahim pengganti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24. BELANJA PERLENGKAPAN BAYI
"Nak, setiap detik yang kita lalui bersama adalah anugerah yang tak ternilai. Setiap detak jantungmu, dan setiap gerakanmu adalah tanda kehidupan yang berharga dari yang Kuasa. Mama merasa diberkahi karena kamu memilih Mama sebagai ibumu. Mama akan selalu berdoa agar kamu nantinya tumbuh menjadi anak yang baik, hidupmu penuh berkah, dan menjadi sumber kebahagiaan bagi orang-orang yang ada di sekitarmu."
Fiona mengusap-usap perutnya yang sudah membesar sembari tersenyum. Usia kandungannya kini sudah memasuki bulan ke tujuh, beberapa waktu lalu juga telah melakukan USG dan dokter mengatakan bahwa jenis kelamin bayinya adalah perempuan.
"Sehat selalu buah hatiku, dunia ini sudah siap untuk menyambut kedatanganmu. Mama benar-benar sudah tak sabar ingin bertemu denganmu dan menciumi pipi gembilmu yang menggemaskan," ujarnya. Senyumnya semakin mengembang.
Namun, senyumnya seketika pudar seiring gerakan tangannya yang terhenti kala teringat, bahwa bayi yang akan dilahirkannya itu bukanlah miliknya. Ia hanyalah sebuah wadah untuk mengandung dan melahirkan, setelah tugasnya selesai maka ia harus pergi.
Terkadang ia berpikir untuk pergi membawa anak dalam kandungannya sejauh mungkin. Berat rasanya harus berpisah dengan anak yang dikandungnya. Namun, jika teringat Agnes yang tak lagi mempunyai rahim karena dirinya, ia harus menahan diri dan menahan segala perasaan yang berkecamuk.
"Nak, walaupun nanti Mama hanya bisa memelukmu sebentar saja, tapi percayalah, hati Mama akan memelukmu selamanya," gumamnya lirih dengan berderai air mata.
*****
Siang ini, Agnes berencana berbelanja perlengkapan bayi. Sejak beberapa menit lalu wanita itu sudah bersiap dan terlihat begitu antusias untuk berangkat. Ia duduk di sofa sembari memperhatikan suaminya yang tengah bersiap-siap.
Merasa suaminya lambat, ia pun beranjak dari tempat duduknya lalu menghampiri sang suami dan membantu memasangkan kancing kemejanya.
"Mas, kita langsung ke Mall Central Park, ya. Di sana menyediakan berbagai perlengkapan bayi yang berkualitas, brand asal Italia," ujar Agnes setelah selesai memasang kancing kemeja sang suami.
"Kenapa gak beli online aja, sih?" tanya Teddy. Sebenarnya ia enggan untuk pergi, namun Agnes terus memaksa.
"Beda, Mas. Lebih enakan beli langsung, mau pilih warna, model dan ukuran itu bebas. Kalau beli online, belum tentu yang sampai nanti sesuai seperti keinginan kita," ucap Agnes.
"Kan bisa return kalau gak sesuai," kata Teddy.
"Ribet, Mas. Kenapa sih, mau beli perlengkapan bayi aja Mas kayak ogah-ogahan gini? Itu buat calon anak kita, loh, Mas!"
"Ya udah, tapi kita ajak Fiona juga. Nanti dia juga bisa bantu kamu pilih-pilih," usul Teddy, menatap sang istri penuh harap.
Agnes terdiam sejenak. Menatap suaminya dengan datar, namun dalam hati merasa tak nyaman. Beberapa bulan ini, ia selalu berusaha menyembunyikan rasa cemburu atas perhatian yang diberikan suaminya terhadap Fiona. Meski perhatian itu ditujukan untuk bayi yang dikandung Fiona, ia tetap saja tak suka. Bahkan ia juga merasa cemburu hanya dengan suaminya menyebut nama madunya itu saja.
"Kenapa ngelihatin aku begitu? Kamu keberatan ngajak Fiona juga?" tanya Teddy. Ia menghela nafas. Sepertinya ia harus pintar mensiasati istri pertamanya ini. "Anggap aja sekalian ajak dia jalan biar gak bosan di rumah terus. Takutnya dia stres menjelang persalinan,"
"Ya sudah, sekarang Mas cepetan. Aku panggil Fiona dulu," ujar Agnes akhirnya, lalu segera keluar dari kamarnya dan langsung menuju kamar Fiona. Meski sedikit keberatan, namun benar kata suaminya. Fiona harus sering-sering diajak keluar rumah agar tidak mengalami setres menjelang persalinan. Terlebih, ini adalah pengalaman pertama Fiona dalam mengandung.
Setelah istrinya keluar, Teddy seketika mengembangkan senyum tipis yang menyiratkan sebuah makna.
Fiona sedang duduk di tempat tidur sembari berbalas pesan dengan Damar ketika pintu kamarnya terbuka. Ia segera meletakkan ponselnya di atas nakas begitu Agnes masuk, lalu segera turun dari tempat tidur.
"Aku sama Mas Teddy mau pergi berbelanja perlengkapan bayi. Sekarang kamu siap-siap juga," ujar Agnes setelah berdiri dihadapan madunya itu.
"Maksudnya, aku juga ikut?" tanya Fiona memastikan.
Agnes mengangguk. "Iya, sekarang kamu siap-siap juga."
Fiona tampak enggan, namun ia tidak memiliki keberanian untuk menolak. Lagipula, kesempatan ini juga bisa ia jadikan sebagai momen kenangan-kenangan sekaligus perpisahan untuk bayi dalam kandungannya.
"Iya, tunggu sebentar. Aku ganti baju dulu." Fiona kemudian bergegas mengambil pakaian ganti lengkap dengan hijab lalu segera masuk ke kamar mandi.
Agnes hendak keluar dari kamar itu, namun langkahnya terhenti ketika tatapannya tertuju pada ponsel Fiona yang ada di atas nakas dengan posisi layar menyala. Tatapannya memicing memperhatikan deretan balasan pesan antara Fiona dan Damar.
"Assalamualaikum, Fio."
"Waalaikumsalam , Mas."
"Kamu lagi apa?"
"Lagi nyantai aja, Mas."
"Enak ya Bumil nyantai mulu." 🤭
"☺️☺️☺️ Mas Damar sendiri lagi apa?"
"Ini lagi di kantor baru selesai meeting. Sekarang udah mau balik ke pondok karena udah gak ada kerjaan lagi."
*****
"Mas, bagus yang mana?" Agnes menunjukkan beberapa pakaian bayi dengan model yang berbeda-beda pada suaminya.
Teddy memperhatikan beberapa pakaian bayi itu sembari nampak berpikir. Kemudian ia melirik Fiona yang tampak sibuk memperhatikan berbagai aksesoris bayi perempuan.
"Fio, menurut kamu bagus yang ini atau yang itu?" tanyanya sembari menunjuk pakaian yang dipegang oleh Agnes.
Hal tersebut membuat raut wajah sang istri pertama seketika berubah. Dari tatapannya tersirat kecemburuan yang berusaha ia tutupi.
Fiona melirik kakak madunya yang terlihat tidak suka atas pertanyaan Teddy terhadapnya. Inilah kenapa ia enggan untuk ikut, beberapa bulan ini ia mulai menyadari jika Agnes kerap mencemburuinya.
"Aku ikut pilihan Agnes saja, Mas," Jawa Fiona memilih amannya saja, padahal ia ingin sekali membelikan pilihannya sendiri untuk bayinya.
Teddy hanya merespon dengan anggukan. Ia merasa udara di sekitar terasa tak nyaman, terlebih saat menyadari tatapan tak suka yang ditujukan Agnes pada Fiona. Ia pikir, idenya untuk mengajak Fiona serta berbelanja perlengkapan bayi, bisa memberinya ruang untuk leluasa berbicara dengan istri ke-duanya, tapi ia salah. Seperti biasa, Agnes selalu membatasi ruang geraknya, dan bodohnya ia selalu saja tak bisa berbuat apa-apa.
"Yang ini kayaknya bagus," ucap Teddy akhirnya sembari menunjuk pakaian di tangan kanan istri pertamanya.
Agnes tersenyum. "Aku juga sukanya yang ini dan ternyata pilihan kita sama, Mas."
Mereka pun lanjut membeli yang lainnya. Jika Agnes begitu antusias memilih berbagai perlengkapan bayi, Fiona hanya mengikuti dari belakang dan sesekali melirik beberapa aksesoris bayi perempuan yang begitu menggemaskan, membayangkan betapa lucunya anaknya jika memakai aksesoris tersebut.
"Ini cantik deh." Damar yang baru saja datang, mengambil bando pita berwarna pink yang sejak tadi menjadi pusat perhatian Fiona. Ia sudah melihat itu dari kejauhan tadi.
"Mas Damar?" Fiona cukup terkejut dengan kedatangan lelaki itu yang tiba-tiba. Perasaan ia tidak memberitahu Damar jika ia akan ikut bersama Agnes dan Teddy ke pusat perbelanjaan. Tapi bagaimana bisa lelaki itu menyusulnya kemari.
Tatapan tak suka tersirat di mata Teddy melihat kedatangan Damar. Terlebih lelaki itu terus tersenyum pada istri ke-duanya. Dalam hati bertanya-tanya, apakah Fiona yang meminta Damar untuk menyusulnya kesini?
"Maaf ya, aku agak lama, soalnya tadi ban mobilku sempat kempes," ujar Damar sembari memberikan bando tersebut pada Fiona. "Aku perhatikan kamu terus melihat bando itu. Kalau kamu suka ambil saja, biar aku yang bayar," ujarnya.
Fiona mengerutkan keningnya. Ia seolah tak tertarik lagi pada bando yang kini ia pegang. Ucapan Damar barusan, seakan ia yang meminta lelaki itu datang menyusulnya.
"Mas, ayo kita pilih yang lainnnya." Agnes mengalihkan perhatian sang suami dengan menarik lengannya.
"Fio, kalau kamu mau belanja ambil saja. Nanti biar sekalian aku yang bayar," ucapnya menatap Fiona, lalu segera menarik suaminya menjauh dari sana.
buat damar berusahalah karena bukan hanya maaf Fiona yang bakalan susah kamu dapat nantinya tapi jga keluarga besarnya karena fio itu putri kesayangan jadi selamat berjuang semoga semesta menjodohkan kamu sama fio
🤭🤭🤭 eh salah semoga Mak nur menjodohkan kamu ama fio
Ngak usah ngimpi mau punya dua istri kalau belum bisa bersikap adil bijak dan tegas kamu ,
jangan cuma mikirin perasaan kamu pikirkan juga perasaan Fio ... Fio itu manusia bukan boneka Fio punya hati nurani
ayo Damar tetap semangat jgn kendor terus perjuangkan cinta mu lewat jalur langit selalu langit kan doa"mu rayu tuhanmu, dan jangan lupa kamu harus jujur dgn masa lalu mu,, belajar jadi imam baik untuk calon bidadari surga mu ❤️🥰