Setelah kehilangan anaknya dan bertahun-tahun hidup dalam bayang-bayang penghinaan dari suami serta keluarganya, Amira memilih meninggalkan masa lalu yang penuh luka.
Dalam kesendirian yang terlunta-lunta, ia menemukan harapan baru sebagai ibu susu bagi bayi milik bukan orang sembarangan.
Di sana-lah kisah Amira membuang kelemahan di mulai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tamu Agung
"Menjadi ibunya Tuan Kecil? Maksudnya… saya harus menikah dengan Tuan Arga?" Amira terperangah, pikirannya langsung meloncat ke kesimpulan sendiri. "Gimana ya Pak, kalau nikah sama Tuan Arga, saya merasa seperti menjadi pelakor yang menikahi suami teman saya sendiri."
Pak Genta tersenyum tipis, lalu menggeleng pelan.
"Siapa bilang soal menikah? Tuan Arga tidak pernah meminta Nona menjadi istrinya. Beliau hanya ingin Nona menjadi ibu bagi Tuan Kecil. Bukan lagi sekadar pengasuh yang dibayar, tapi juga bukan sebagai istri. Bukankah Nona sendiri yang bilang tidak ingin menerima gaji untuk mengurus Tuan Kecil? Karena seorang ibu, tidak pernah digaji ketika menyusui dan merawat anaknya."
Amira mengangguk-angguk pelan, "Oh… begitu rupanya…"
Pak Genta melanjutkan penjelasannya.
"Selain itu, Tuan Arga juga ingin Nona menjadi kuat, karena menjadi ibu Tuan Kecil haruslah wanita kuat. Kuat di sini, meskipun tidak bisa bela diri, tapi masih bisa melindungi dirinya agar tidak diinjak-injak. Mampu menegakkan kepala di tengah para musuh. Tuan Arga juga ingin merubah status Nona disini. Dari yang status nya pekerja, sekarang Nona akan dinobatkan sebagai nyonya rumah. Kekuasaan Nona di rumah ini sama seperti Tuan Arga. Siapa berani membantah, maka akan habis riwayatnya."
Amira terdiam. Mulutnya menganga, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Bahkan Pak Genta sendiri, dalam hatinya masih belum sepenuhnya percaya pada perintah Tuan Arga.
"Setelah ini, saya akan mengumumkan kepada seluruh staf rumah ini bahwa Nona Amira adalah nyonya di rumah ini. Supaya semua urusan Nona bisa berjalan lancar. Dan juga, anda diperkenankan untuk menggunakan kekuasaan yang diberikan, untuk keperluan pribadi Nona. Satu lagi..." Pak Genta menyerahkan blackcard kepada Amira. "Pegang ini. Ini bukan gaji. Ini adalah bagian dari tugas Nona sebagai nyonya rumah, yaitu menghabiskan uang Tuan Arga."
Makin lama, makin aneh saja permintaan Tuan Arga. Semua ini terasa seperti ciri-ciri untuk seorang istri. Tapi Amira memilih diam. Ya sudahlah, pikirnya. Amira menerima semua itu dengan logika yang lain.
Karena Pak Genta sempat bilang, kekuasaan itu boleh dipakai untuk keperluan pribadi, maka dengan hati-hati, Amira pun iseng-iseng bertanya.
"Pak, tadi saya dengar, saya boleh memakai kekuasaan ini untuk keperluan pribadi. Kalau begitu… Apakah saya boleh memakai ini untuk membuat perhitungan atas apa yang saya alami dulu?
Pak Genta menatap Amira sejenak, lalu tersenyum tipis. Sebuah senyum yang tidak hanya miliknya, karena di seberang sana, Tuan Arga pun turut tersenyum dengan cara yang sama. Ya, itulah tujuannya sejak awal. Memberikan kekuatan pada Amira, salah satunya agar dia membalas perbuatan keluarga Ardi dengan tangannya sendiri. Dan rupanya Amira mengambil sinyal itu.
Soal pernikahan, Arga pun berpikir sama seperti Amira. Jika pernikahan itu sampai terjadi, rasanya ia seperti mengkhianati Gladys, istrinya yang sudah tiada. Dan itu adalah sesuatu yang belum siap ia hadapi.
Tidak lama setelah percakapan itu, seluruh pekerja rumah dikumpulkan di aula tengah. Wajah-wajah penasaran berkumpul, belum tahu untuk apa mereka dipanggil padahal gosip sudah tidak lagi berkumandang di rumah ini. Lalu dengan suara tegas, Pak Genta menyampaikan pengumuman singkat yang membuat jantung beberapa orang tercekat.
"Mulai sekarang, Nona Amira adalah nyonya rumah ini. Kekuasaan beliau setara dengan Tuan Arga. Siapa pun yang mencoba menentang atau mencari masalah, bersiaplah menanggung akibatnya."
Hening. Tidak ada satu pun suara yang terdengar setelah kalimat itu diucapkan. Tidak ada penjelasan lebih lanjut, karena Pak Genta hanya mengutarakan itu saja. Tidak ada ruang tanya jawab.
Namun justru karena minim penjelasan, bisik-bisik dalam hati mulai bermunculan. Rasa penasaran menjalar diam-diam.
Ada yang mikir, jangan-jangan Amira itu sebenarnya calon istri Tuan Arga yang sedang menyamar dan menyusup ke rumah ini. Ada juga yang mikir kalau Amira hoki banget, yang tadinya hanya pengasuh langsung naik pangkat jadi istri bos.
Spekulasi bermunculan, tapi hanya tersimpan di dalam kepala. Tidak satu pun berani mengutarakan, apalagi setelah beberapa waktu lalu ada peringatan keras soal bahaya bergosip. Mereka tahu risikonya. Salah spasi saja bisa berakibat fatal.
Perkumpulan pun bubar. Tapi suasananya berubah drastis. Kini semua orang memperlakukan Amira dengan canggung. Tatapan mereka bukan lagi kepada seorang rekan kerja, melainkan kepada sosok yang sudah jauh di atas mereka, seseorang yang kini berhak memberi perintah.
Amira hanya bisa menatap kepergian mereka satu per satu. Ia merasa lucu sendiri, tidak menyangka bisa ada di posisi ini dalam hidupnya. Sebisa mungkin dia harus bisa membawakannya.
...*****...
Di sisi lain, di rumah Ardi.
Keluarga Ardi kini hidup dalam tekanan. Lisa yang sejak awal hadir membawa badai, kini membuat seluruh anggota keluarga terpaksa mengurus hidup mereka sendiri. Tidak ada lagi yang bisa diandalkan.
Mereka sibuk dengan kegiatan rumah tangga masing-masing, sesuatu yang sebelumnya mungkin dianggap remeh. Baru kali ini mereka benar-benar merasakan capeknya mengurus kebutuhan sehari-hari. Kalau mereka tidak mencuci baju sendiri, ya tidak akan ada baju bersih. Kalau lantai tidak mereka pel, ya harus rela menginjak kotoran. Semua serba mandiri dan menyiksa.
Shinta yang sempat terusir karena konflik dengan Lisa, kini ia kembali menumpang tinggal di rumah yang sama. Rumah miliknya terpaksa dijual demi menutup hutang suaminya yang ternyata kecanduan judi online. Satu per satu masalah datang silih berganti.
Lingkungan itu pun kembali ramai dengan beban yang menumpuk di satu atap.
Ardi sendiri sedang berada di titik terendah hidupnya. Pekerjaannya hilang, ia terkena PHK tanpa peringatan. Sudah mencoba melamar ke mana-mana, bahkan untuk posisi office boy sekalipun, tapi hasilnya nihil. Seperti ada kutukan yang melekat.
Setiap hari ia hanya bisa duduk termenung, menyalahkan nasib.
Hidupku hancur sejak menikah sama Lisa. Itulah kalimat yang selalu berkumandang di setiap saat. Belum lagi, pikirannya masih terus dihantui malam pertama yang mengecewakan. Lisa yang selama ini begitu menjaga image sebagai wanita suci, ternyata tidak seperti yang ia klaim.
Ia merasa tertipu.
Dan setelah itu, Ardi pun tidak bisa melawan Lisa karena terikat sebuah perjanjian yang ternyata merugikannya. Sudah patuh pada Lisa pun--karena dia pernah setuju mengusir Shinta demi Lisa-- tetap saja Ardi kena sial. Tiba-tiba dia pecat dari pekerjaan. Ayahnya pun sama, tiba-tiba diberhentikan bekerja.
Lalu,
Di tengah aktivitas mereka sekarang, Lisa tiba-tiba memberi kabar kepada seluruh penghuni rumah. Tidak terkecuali Ardi.
"Semuanya, tolong dengarkan princess Lisa ngomong yeeaaa. Dengar baik-baik, hari ini kita akan kedatangan tamu agung. Dia orang kaya, yang duitnya banyak tak terhingga. So, kalian harus menyambut dan menjamunya dengan baik. Jangan sampai kalian membuatnya tidak nyaman. Karena bukan aku saja nanti yang kena susah, kalian pun akan mendapatkan hal yang sama. Dia bos tempat aku kerja, yang sedang ingin berkunjung kesini. Paham, kan?"
Tidak ada yang jawab Lisa. Mereka malah sibuk dengan isi kepala masing-masing. Sebagian ada yang merasa ini sebuah jalan keluar, siapa tahu dengan pintar-pintar jadi penjilaat, mereka akan keluar dari ekonomi yang terpuruk ini. Jadinya mereka tidak akan bergantung pada Lisa yang tidak tahu diri itu.
Tapi bagi ibunya Ardi, beliau malah kepikiran bencana apalagi ini? Selama Lisa jadi menantunya, kesengsaraan membuat otak duitnya jadi konslet. Dia sudah mulai berfikir, kesusahannya sekarang adalah sebuah hukuman karena sudah berani menindas sesamanya. Beliau banyak termenung.
Sedangkan Ardi, setelah mendengar kata tamu agung, bos, dia kepikiran bahwa Lisa tengah berselingkuh hingga beraninya membawa laki-laki itu kemari. Dia tidak bisa marah karena sesuap makan pun ditopang oleh Lisa. Ardi hanya bisa mengepalkan tangan.
Bersambung.