Seorang gadis remaja yang kini duduk di bangku menengah atas. Ia bernama Rona Rosalie putri bungsu dari Aris Ronaldy seorang presdir di sebuah perusahaan ternama. Rona memiliki seorang kakak lelaki yang kini sedang mengenyam pendidikan S1 nya di Singapore. Dia adalah anak piatu, ibunya bernama Rosalie telah meninggal saat melahirkan dirinya.
Rona terkenal karena kecantikan dan kepintarannya, namun ia juga gadis yang nakal. Karena kenakalan nya, sang ayah sering mendapatkan surat peringatan dari sekolah sang putri. Kenakalan Rona, dikarenakan ia sering merasa kesepian dan kurang figur seorang ibu, hanya ada neneknya yang selalu menemaninya.
Rona hanya memiliki tiga orang teman, dan satu sahabat lelaki somplak bernama Samudra, dan biasa di panggil Sam. Mereka berdua sering bertengkar, namun mudah untuk akur kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosseroo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terungkap yang sebenarnya
Sebenarnya beberapa hari lalu, Erina sempat menyebarkan foto saat ia di gendong Samudra. Membuat seluruh siswi merasa iri. Termasuk Claudia yang merasa kesal dengan Erina.
Mely dan yang lain mengetahuinya, dan langsung merobek foto itu. Erina mengatakan, kalau ia mulai berhubungan dengan Samudra di balik Rona. Hampir saja Rita melayangkan tangannya di pipi Erina, namun di cekal oleh Rona.
Rona menatap Erina jengah, dan melontarkan kata-kata monohok.
" Kayaknya.. profesi sebagai perebut itu booming banget ya, sampai-sampai setiap hari ada aja juniornya."
Erina merasa gerah, ia pergi meninggalkan Rona dan teman-temannya.
****
Siang hari, di kantin sekolah.
Kantin riuh seperti biasa, murid-murid sibuk makan dan bercanda. Rona duduk bersama Mely, Cika, dan Rita juga Lala. Ia mencoba tenang, tapi wajahnya tetap murung. Dari kejauhan, Erina bersama Vina dan Della tertawa keras-keras, sesekali melirik ke arah Rona.
Tiba-tiba, suara Rico menggema. Ia berdiri di kursi, mengetuk gelas plastik dengan sendok.
“Guys! Gue punya sesuatu yang harus kalian lihat. Dan ini penting banget.”
Semua murid langsung menoleh. Suasana jadi hening penuh rasa ingin tahu. Samudra maju ke depan, wajahnya tegas meski jelas penuh tekanan.
Erina berbisik ke Vina, sambil nyengir sinis.
" Apa lagi sih si Rico. Mau cari simpatik anak-anak kah? cih. "
Rico menyalakan pengeras suara portable yang biasa dipakai klub musik, lalu menyambungkan ponselnya.
Rico menatap kerumunan.
“Selama ini ada fitnah ke Samudra. Tapi sekarang waktunya semua orang tahu siapa dalang sebenarnya.”
Beberapa murid saling berbisik, penasaran. Rona menggenggam erat tangan Cika di sampingnya, jantungnya berdegup kencang.
Lalu—rekaman itu diputar.
Suara Vina dan Della terdengar jelas:
Vina dari rekaman.
“Hahaha, gila sih Erina. Lo nekat banget nyium Samudra mana pas dia kaget. Untung kita dapet fotonya. Posisinya pas banget, Erina pura-pura jatuh terus di tangkap Samudra.”
Della dari rekaman, terkekeh.
“Iya, itu foto bakal bikin Rona panas banget. Dia pasti benci Samudra abis-abisan. Mana gendong nya keliatan mesra gitu. Gila, rencana kita jalan!”
Kantin seketika hening. Semua mata menoleh pada Erina dan gengnya. Erina terperanjat, wajahnya memerah.
Mely berbisik " Na, buka hati dan telinga lo. Dia sudah berusaha buat lo yakin. kan? "
Rona menutup mulutnya dengan tangan. Ia menoleh pada Samudra yang berdiri tegak di depan, menatapnya penuh luka tapi juga harapan.
Samudra suara bergetar, tapi tegas.
“Aku nggak pernah berkhianat, Na. Seumur hidupku… cuma kamu yang aku cinta. Bukti ini… biar semua orang tahu, tapi yang paling penting, biar kamu tahu kebenarannya.”
Sementara itu, murid-murid lain mulai bersuara.
Salah satu murid laki-laki.
“Parah banget, Erina! Lo tega banget ngerusak hubungan orang.”
Murid lain:
“Mana mereka udah tunangan lagi. "
Erina bangkit, wajahnya merah padam.
Dia panik, mencoba membela diri.
“Bukan gue! Itu cuma bercanda—itu… itu di-edit!”
Tapi Vina dan Della langsung saling pandang ketakutan, lalu menunduk. Tekanan dari murid-murid lain membuat mereka goyah.
Della pelan, gemetar
“Er… udah, berhenti bohong. Mereka udah tahu semua…”
Erina membeku, lidahnya kelu. Sorot mata semua orang menghujamnya.
Sementara itu, Samudra melangkah mendekati Rona. Ia jongkok sejajar dengan kursinya, menatap mata Rona penuh ketulusan.
Samudra dengan suara lirih, hanya untuk Rona.
“Aku nggak minta kamu langsung maafin aku… tapi tolong percaya, aku nggak pernah sekalipun berpaling.”
Rona tak sanggup menahan lagi. Ia langsung memeluk Samudra erat-erat, membuat kantin bergemuruh oleh sorakan dan tepuk tangan.
Mely dan yang lain menatap haru.
“Akhirnya…”
Suasana sekolah mendadak gempar setelah rekaman itu diputar. Bisik-bisik murid menyebar ke seluruh lorong, nama Erina, Vina, dan Della jadi bahan pembicaraan panas.
Tak butuh waktu lama, guru BK dan kepala sekolah turun tangan.
Di ruang BK
Erina duduk dengan wajah pucat, tangan terkepal di pangkuan. Vina dan Della di sisi lain saling melirik, wajah mereka sama-sama ketakutan.
Guru BK tegas “Kalian sadar apa yang sudah kalian lakukan? Fitnah, manipulasi, menyakiti orang lain… ini bukan hal kecil.”
Erina terbata “Saya… saya hanya—”
“Tidak ada alasan yang bisa membenarkan. Kalian akan mendapat sanksi sesuai aturan. Dan lebih dari itu… kalian harus meminta maaf, bukan hanya pada Samudra, tapi juga pada Rona dan seluruh siswa yang kalian tipu.”
Erina terdiam. Air matanya jatuh, tapi bukan karena penyesalan tulus, lebih karena ia tahu citranya runtuh. Sementara Vina dan Della tampak benar-benar menyesal, wajah mereka menunduk dalam-dalam.
Di luar ruangan, bisik-bisik murid makin keras:
“Pantesan aja…”
“Gila, tega banget mereka fitnah kayak gitu.”
“Udah, jangan deketin Erina lagi.”
Satu per satu teman yang dulu selalu menempel Erina kini menjauh. Status sosialnya runtuh sekejap mata.
Sisi Samudra & Rona
****
Sore hari, setelah semua keributan reda, Samudra menunggu Rona di taman sekolah. Wajahnya lelah, tapi ada kelegaan yang sulit disembunyikan.
Rona datang perlahan, langkahnya ragu. Ia menunduk sebelum akhirnya berani bicara.
“Aku… aku minta maaf, Sam. Aku salah udah meragukan kamu. Aku… terlalu gampang terpengaruh.”
Samudra menatapnya lembut. “Hei…” ia menggeleng “Jangan minta maaf. Aku yang harusnya lebih kuat. Aku cuma takut banget kehilangan kamu, Ron.”
“Tapi aku nyakitin kamu.”
Samudra menyentuh pundaknya, tegas tapi hangat “Denger ya… kita udah ngelewatin badai nggak cuma sekali. Aku nggak peduli seberapa sakitnya kemarin. Yang penting sekarang aku tahu… kamu tetap di sini. Sama aku.”
Rona akhirnya tak bisa menahan air matanya. Ia memeluk Samudra erat, seolah takut melepaskannya lagi.
“Jangan pergi, Sam…” lirihnya di pelukan Sam.
Samudra membalas pelukan, matanya basah “Aku nggak akan pernah pergi.”
Mereka berdua diam lama dalam pelukan itu. Kali ini bukan sekadar pasangan remaja yang dimabuk cinta, tapi dua hati yang sudah diuji, lalu memilih untuk saling percaya lagi.
ciyeee yang murahan cium cium cowok orang