Leona tiba-tiba diculik dan dibunuh oleh orang yang tidak ia kenal. Namun ketika berada di pintu kematian, seorang anak kecil datang dan mengatakan bahwa ia dapat membantu Leona kembali. Akan tetapi ada syarat yang harus Leona lakukan, yaitu menyelamatkan ibu dari sang anak tersebut.
Leona kembali hidup, namun ia harus bersembunyi dari orang-orang yang membunuhnya. Ia menyamarkan diri menjadi seorang pria dan harus berhubungan dengan pria bernama Louis Anderson, pria berbahaya yang terobsesi dengan kemampuan Leona.
Akan tetapi siapa sangka, takdir membawa Leona ke sebuah kenyataan tidak pernah ia sangka. Dimana Leona merupakan puteri asli dari keluarga kaya raya, namun posisinya diambil alih oleh yang palsu. Terlebih Leona menemukan fakta bahwa yang membunuhnya ada hubungan dengan si puteri palsu tersebut.
Bagaimana cara Leona dapat masuk ke dalam keluarganya dan mengambil kembali posisinya sebagai putri asli? Bagaimana jika Louis justru ada hubungannya dengan pembunuhan Leona?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yhunie Arthi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12. YANG PALSU
Seharian Leona berada di rumah keluarga Agustine, ditemani oleh Noah yang mengajaknya berkeliling rumah dan sekitar untuk mengetahui seluk beluk rumah. Dan Leona benar-benar tidak berhenti dibuat kagum dengan betapa kayanya keluarga Agustine. Tidak hanya rumah yang besar tapi juga halaman dan taman sekitar rumah yang luar biasa luas.
Namun yang lebih mengejutkan Leona melihat Rowan ada di sana. Arwah dari bocah kecil yang membawa Leona kembali dari alam kematian. Bocah itu ada di dekat rumah yang lain, rumah yang sesuai kata Noah adalah rumah dari adik perempuan William, yang artinya bibi dari Leona sendiri. Mereka tinggal dalam satu kawasan, namun berbeda rumah.
Hingga malam menjelang, satu persatu sang penghuni rumah mulai pulang dari aktivitas masing-masing.
"Siapa dia Noah?" tanya pria bertubuh tinggi dan tegap, dengan ransel di punggung yang baru saja pulang dan duduk di ruang tengah melihat Leona dengan tatapan penasaran.
"Oh, kau sudah pulang, Ray. Ini adik dari temanku, Leon. Dan dia akan tinggal di sini sementara dengan kita. Ayahmu sudah mengizinkannya. Dan Leon, ini Raymond, putra kedua dari William," jawab Noah seraya memerkenalkan Leona dan pria yang duduk berseberangan dengan mereka.
"Apa kau masih sekolah?" tanya Raymond pada Leona.
"Sudah lulus," jawab Leona berusaha bersikap santai.
"Sudah lulus? Kau pendek," celetuk Raymond.
"Maaf saja kalau aku pendek," dengus Leona. Ingin berpura-pura kesal karena Raymond mengungkit tinggi badannya tapi ia sedikit tersinggung dengan ucapan blak-blakan tersebut.
"Ray, Leon punya masalah dalam keluarganya sehingga dia tidak tumbuh dengan baik. Jangan mem-bully, oke," kata Noah, ingin menepis segala kecurigaan apa pun yang dapat mengarahkan tentang identitas Leona yang merupakan perempuan.
"Aku hanya mengatakan yang kulihat," ujar Raymond yang menyandarkan diri di sofa. "Yang lain belum pulang?" sambungnya.
"Belum, tapi ayahmu ada di ruang kerjanya," jawab Noah.
"Aku lapar. Aku malas keluar, apa pesan makanan saja?" ucap Raymond, berbaring malas di sofa seperti bocah kelaparan.
"Aku juga lapar. Kalau begitu aku akan masak saja," kata Noah yang berdiri dan berjalan ke arah dapur.
"Boleh kubantu?" tanya Leona.
"Tentu."
Leona dan Noah berjalan ke arah dapur, yang ternyata Raymond mengekor di belakang. Gadis itu lagi-lagi terkesima dengan dapur yang luas. Memiliki meja bar yang menghadap ke arah area memasak dan meja makan besar di tengah ruang makan yang berseberangan dengan dapur.
"Kau bisa memasak?" tanya Noah seraya menggulung lengan kemeja hingga ke siku.
"Bisa. Ayahku selalu bekerja di bengkel dan payah dalam memasak, jadi itu menjadi urusanku agar aku tidak kelaparan. Dan juga aku bekerja paruh waktu di restoran keluarga tahun saat sekolah," jawab Leona.
Noah menatap Leona dengan pandangan tidak percaya. "Berapa banyak pekerjaan yang sudah kau kerjakan sebenarnya? Tidak hanya mengejutkanku kalau kau bekerja di bidang otomotif dan sekarang kau juga bilang kalau kau pernah bekerja paruh waktu di restoran sebagai juru masak?"
"Aku mencoba banyak pekerjaan, walau diam-diam dari ayahku," jawab Leona dengan cengiran di wajah.
"Kau sulit dalam ekonomi?" Raymond yang duduk di kursi meja bar, melihat Leona dan Noah memasak.
"Tidak bisa dibilang sulit, karena kami masih bisa makan tiga kali sehari dan hidup tanpa hutang. Cukup saja kurasa lebih tepatnya," jawab Leona.
"Apa karena itu kau pendek?" celetuk Raymond lagi.
"Hah?!" Naik pitam kini Leona.
Raymond justru tertawa melihat wajah kesal dari Leona, seakan ia sengaja memancing emosi dari gadis itu.
Noah memutuskan untuk memasak chicken pasta agar lebih cepat, dan meminta Leona untuk memasak menu lain mengingat para pria di rumah ini memiliki napsu makan yang besar. Noah meminta Raymond untuk memanggil William di ruang kerjanya agar turun dan makan bersama. Tahu kalau kepala keluarga itu juga belum makan malam, bahkan tidak yakin kalau sudah makan siang juga.
Leona memutuskan untuk memasak yang sama sederhananya dan juga cepat. Tumis brokoli, jamur dan udang menjadi pilihan Leona ketika ia melihat isi kulkas.
"Apakah di sini tidak ada pembantu atau terutama yang memasak?" tanya Leona, mengingat ia tidak melihat ada orang lain di rumah sebesar ini.
"Tidak. Semua sempat diberhentikan ketika ada beberapa insiden di rumah ini. Dan salah satunya meracuni makanan William dan Herry sekitar setengah tahun lalu. Sejak itu, tidak ada pelayan," jawab Noah.
Gadis itu tidak menyangka akan mendengar hal yang tidak pernah ia duga. Diracuni di rumah sendiri, tidak ada yang lebih buruk dibandingkan itu.
"Sudah kukatakan rumah ini sedikit kacau," kata Noah saat tahu apa yang keponakannya itu pikirkan. "Bahkan sudah lama sejak terakhir aku melihat semua orang berkumpul dalam satu waktu di rumah ini," sambungnya.
Suara langkah kaki yang terdengar memasuki area dapur membuat Noah dan Leona menghentikan obrolan mereka dan melanjutkan memasak.
"Noah, kau menyuruh tamu untuk memasak?" protes William ketika masuk dan melihat Leona sibuk membuatkan masakan di sebelah Noah.
"Dia yang mau. Lihatlah dia bahkan lebih pandai memasak dibandingkan aku," kata Noah dengan senyum di wajah.
"Merendah itu tidak baik," ucap Leona ketika melihat betapa sempurnanya pasta yang pria itu buat untuk ukuran seorang polisi pria yang seharusnya jarang memegang peralatan dapur.
"Abaikan dia. Dia memang suka seperti itu," kata William yang duduk bersebelahan dengan Raymond di kursi bar.
Setelah selesai, mereka dua menghidangkan makan malam yang mereka buat dan memberikannya kepada Raymond dan William.
"Wow, berhenti saja kalian dengan pekerjaan kalian sekarang dan memasak saja di rumah. Bagaimana bisa kalian berdua membuat makanan enak seperti ini," puji Raymond yang makan dengan lahap.
"Itu karena kau sedang kelaparan," sahut Noah tersenyum lebar saat melihat betapa lahap Raymond memakan makan malamnya. "Masih banyak, jangan buru-buru. Kau bisa tambah jika mau," sambungnya.
"Tapi serius, ini enak. Sudah lama aku tidak makan masakan baru matang seperti ini di rumah," kata William yang sama lahapnya dengan Raymond.
"Duduk dan makanlah sebelum mereka menghabiskannya," suruh Noah kepada Leona.
Gadis itu mengangguk, mengambil makanannya dan duduk di samping William untuk makan bersama di meja konter bar di sana. Ia mengobrol dengan mereka semua dengan suasana akrab. Rata-rata membicarakan tentang pekerjaan yang sedang mereka kerjakan.
"Aku pulang!"
Suara yang terdengar di ruangan lain membuat Noah mengubah ekspresinya dalam hitungan detik. Seolah ia kesal dengan momen hangat antar keluarga akan kehadiran seseorang yang amat tidak ingin Noah lihat.
"Kau sudah pulang, Luna?" William memutar badan ke arah pintu untuk melihat sang empunya suara.
Dan saat itulah seorang gadis berambut pirang dengan pakaian mini dress berjalan masuk ke area dapur. Ia berlari kecil ke arah William dan Raymond dengan senyum lebar terkesan polos.
"Bagaimana kuliahmu?" tanya William pada Luna.
"Baik," jawab Luna yang kemudian matanya melihat ke arah Leona. "Dia siapa? Apakah tamu?" tanyanya.
"Ah, dia adik teman Noah yang akan tinggal di sini sementara. Dia juga akan bekerja di bengkel showroom mulai besok," jawab Wiliam.
"Hai!" Luna menyapa dengan riang.
Leona hanya menundukkan sedikit kepala untuk menjawab sapaan dari Luna, memerhatikan gadis itu dengan perasaan tidak nyaman.
"Kau baik-baik saja?" tanya Noah kepada Leona ketika mendapati gadis itu berubah pucat.
"K-kurasa aku sedikit tidak enak badan," jawab Leona.
"Kau pucat seperti hantu. Kau sakit?" Raymond memegang dahi Leona untuk mengecek keadaan gadis itu, panik saat mendapati perubahan drastis pada diri Leona yang sebelumnya baik-baik saja.
"Aku akan membawanya ke kamar untuk istirahat. Dia mungkin kelelahan setelah seharian ke sana-sini," kata Noah yang langsung berlari ke samping Leona dan membantunya berjalan pergi dari dapur.
"Pastikan untuk memberikannya obat, Noah," kata William, seketika khawatir ketika melihat Leona yang tiba-tiba memucat seperti itu.
Noah membawa Leona ke kamar gadis itu, dan terkejut ketika mendapati Leona berlari ke kamar mandi dan muntah-muntah. Ia berlari ke lantai bawah untuk mengambil sebotol air mineral, tahu kalau Leona pasti membutuhkannya.
Leona seperti kehilangan seluruh kekuatan di tubuhnya untuk beberapa saat. Tidak menyangka kalau ia akan menghadapi sesuatu yang gelap dan berbahaya dalam paras yang terlihat polos.
"Kau baik-baik saja?" tanya Noah ketika mendapati Leona telah duduk di tempat tidur ketika ia kembali.
Gadis itu mengangguk.
"Kenapa tiba-tiba seperti ini? Kau seharusnya bilang padaku kalau kau sedang tidak enak badan," kata Noah seraya memberikan botol air mineral kepada Leona.
Leona menghela napas panjang setelah ia minum, merasa lebih baik. Kemudian menatap Noah dengan pandangan serius.
"Kenapa?" tanya Noah.
"Gadis itu ... berbahaya. Aku hanya sekali pernah melihat kabut hitam pekat seperti itu pada seseorang," ucap Leona, masih tidak percaya dengan yang ia lihat.
Noah paham maksud ucapan Leona, ini tentang kemampuan sang gadis yang melihat yang tak orang lain dapat lihat. "Siapa?" tanyanya.
"Pembunuh berantai. Gadis itu seorang psikopat," jawab Leona.
Noah terkejut ketika mendengar pernyataan dari keponakannya itu. Merasa tidak percaya kalau Luna yang terlihat polos seperti itu justru di mata Leona merupakan seseorang berbahaya. Tapi Noah yakin kalau Leona tidak mungkin berbohong. Lihatlah bagaimana pucatnya gadis itu sekarang, mengingatkannya pada hari dimana mereka berada di rumah Gerry.
Leona mengerti sekarang, kenapa rumah ini bisa begitu kacau. Tahu kenapa Noah dan Louis tidak menyukai Luna, karena secara tidak langsung mereka berdua yang selalu berurusan dengan manusia secara mendalam di pekerjaannya, merasa kalau Luna memang tidak beres.