Awalnya aku merasa melayang dan jatuh cinta, tapi setelah tahu alasannya memilihku hanya karena aku mirip cinta pertamanya, membuat hatiku terluka.
Bisakah aku, kabur dari obsesi cinta suamiku🎶
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaSheira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Kartu Nama CEO
Di desa tempat kelahiran orangtua Viola, klinik kesehatan, pasar, sekolah ada di satu tempat. Jaraknya tidak terlalu jauh, mungkin hanya sekitar setengah jam dari rumah Viola. Itu kawasan pusat perekonomian di desa.
Dan entah apa yang dilakukan kakak, tapi mereka berhasil membawa ibu dengan memakai mobil tim keamanan Hexana Group. Salah satu laki-laki berbadan besar itu menurut, ketika kakak memintanya menyopir.
Tapi..
Masalah belum selesai, ketika mereka sudah sampai di klinik kesehatan. Pihak klinik belum mau menangani ibu, karena ternyata kakak masih punya tunggakan pembayaran. Dari perawatan ibu sebelumnya.
"Bibi! Kau tahu aku kan? Memang aku mau kabur kemana? aku juga mencicilnya."
Wajah perawat di depan Venus terlihat pias, dia juga tahu itu.
Tapi..
"Venus, bukan begitu. Tapi ini kebijakan klinik yang baru. Kalau kau mau ibu mu segera ditangani, kau harus melunasi tagihan yang kemarin dulu."
Bibi perawat melihat Viola, dia pun kasihan pada gadis itu. Gadis yang seumuran dengan anak pertamanya.
"Sialan! Sialan! Bibi pikir aku dapat uang sebanyak itu dari mana sekarang!"
Venus menjerit, sampai terduduk lemas. Perawat di depannya serba salah, ragu-ragu menepuk pundak Venus.
Tiba-tiba...
"Berapa hutang kakak?" tanya Viola, airmatanya sudah membasahi pipi. Kartu di tangannya bergetar. "Aku.. aku yang akan melunasinya."
"Heh! itu uang kuliahmu!" Venus bangun dari lantai. "Simpan itu!" Venus sudah menarik tangan Viola.
"Memang itu penting sekarang! yang penting ibu dapat perawatan. Kakak! aku juga nggak akan kuliah, kalau gara-gara ini, aku kehilangan ibu. Seumur hidup aku akan menyesalinya. Jadi aku mohon, turunkan egomu itu! Biarkan aku membayarnya."
Venus benar-benar merasa tercabik-cabik. Selain menjadi anak laki-laki tidak berguna, dia pun menjadi kakak yang menyusahkan untuk adiknya.
"Ah, sialan!"
Viola benar-benar menangis, saat Venus akhirnya melepaskan tangannya untuk menyodorkan kartunya pada bibi perawat.
"Ambil Bi, dan segera beri perawatan pada ibu."
Bibi perawat segera melihat layar komputernya, melihat berapa tunggakan Venus. Dan menggesek kartu yang diberikan Viola. Setelahnya dia memberikan kertas dan berkas untuk diisi keluarga pasien.
"Brengsek! sialan! Aku akan membunuhmu kalau aku bertemu dengan mu. Ba ji ngan gila!"
Di samping Viola yang sedang menulis, Venus berulang kali mengutuk nama temannya. Tangan Viola kembali gemetar, saat Venus menyebut Hexana Group.
Dokter dan perawat sudah memberikan penangan dan obat pada ibu, kejang ibu sudah berhenti. Sekarang ibu sudah tertidur di ruang perawatan, ada dua pasien di ruangan yang sama dengan ibu.
Kakak sepertinya kelelahan, dia duduk dan tertidur di samping ibu.
Viola memilih duduk di kursi tunggu di luar, menghapus airmatanya, berusaha menjaga kewarasan. Dan sedang membuat rencana, mau melakukan apa setelah ini. Viola yakin, sangat yakin. Proyek kakak ada hubungannya dengan Tuan Bastian.
Kalaupun temannya benar-benar kabur, itu memang nasib sial kakak yang terlalu percaya pada orang. Tapi, ahhh, aku tidak tahulah. Semakin mencari benang merahnya, semakin pusing Viola.
Viola menghapus sisa airmata di pipinya. Saat sebotol air dingin di sodorkan di dekat pipinya. Saat Viola mendongak, dan melihat siapa yang datang. Dia langsung menangis.
"Bibi! Ibu.. hiks.. hiks."
Bibi pemilik kebun memeluk Viola, membiarkan gadis itu sesenggukan. Lalu setelah beberapa saat membiarkan Viola menangis, bibi mengusap punggung Viola lembut.
"Sudah.. sudah... ibumu nggak papa. Ini bukan pertama kalinya, setelah mentalnya tenang, ibumu bisa beraktivitas lagi. Tenanglah Vio."
"Hiks.. hiks..."
"Kenapa? gara-gara Venus? apa bisnisnya gagal lagi?"
"Hiks.. hiks.. lebih parah dari itu Bi. Kakak tertipu temannya, temannya itu membawa kabur uang DP dari klien kakak."
"Ya Tuhan. Bego banget si Venus itu! Sudah-sudah kita pikirkan bareng-bareng nanti setelah ibumu sehat. Memang berapa uang DP, 10 juta? 20 juta?"
Tangis Viola semakin keras.
"Heh, kenapa?"
"Kakak bilang 500 juta."
Bahkan bagi bibi pemilik kebun, itu angka diluar jangkauannya. Separuh nyawanya hampir terbang saking kagetnya.
"500 juga?" bibi bergumam pada dirinya sendiri, sambil menggenggam tangan Viola. "Apa yang dilakukan kakakmu Vio! Ya Tuhan, pengen tak keplak kepala kakakmu itu Vio."
Baik Vio maupun bibi pemilik kebun, tidak ada yang bicara lagi. Pikiran mereka tertuju di satu arah. Darimana mencari 500 juta. Menjual rumah dan tanah yang sekarang ditinggali keluarga Viola tidak akan tercukupi, apalagi keluarga Viola sudah tidak punya kebun lagi.
"Oh ya, bibi ketemu Burhan tadi."
"Ah paman ya? ah, aku harus membuat jus nanas ya. Ya ampun, bagaimana ini Bi? kalau majikan paman marah bagaimana, pelanggan pertamaku, apa akan jadi pelanggan terakhir ku juga."
Bibi merogoh tasnya. Mengeluarkan kartu nama.
"Tadi Burhan ngasih ini, kartu nama majikannya. Mungkin kamu disuruh menghubungi majikannya, bilang saja, kamu sedang kena musibah dan hari ini libur dulu. Mungkin beliau akan mengerti Vio."
Benar juga, kalau orangtua pasti akan memahami kan, kalau seorang anak khawatir karena ibunya sakit. Viola mengangguk, lalu meraih kartu nama di tangan bibi.
Deg...
Tangan Viola gemetar, saat bibirnya membaca kartu nama itu.
CEO Hexana Group
Bastian Verano.
Kartu nama itu jatuh ke lantai.
"Vio, kenapa? kok kamu jadi pucet gitu mukanya? Viola!"
"Hah!" Viola tersentak kaget. "Bi.. Bi ini benar dari Paman Burhan?"
"Ia, dia yang kasih tadi waktu aku bilang mau ke klinik."
Viola bangun dari duduk.
"Bi, bisa anter aku sekarang."
"Hah? kamu mau kemana? membuat jus nanas?"
"Aku mau bertemu majikan paman," suara Viola bergetar. Dia bisa merasakan seluruh tubuhnya merasakan takut. "Antar aku ke rumah vila, Bibi."
Menjauhlah Viola, kabur, lari, begitu akal sehatnya memberi nasehat. Namun, bagaimana dia mau lari, kalau hidup kakaknya sudah terjerat dengan dalam dengan Hexana Group. 500 juta, angka yang mustahil seumur hidup akan bisa mereka lunasi.
Walaupun bibi tidak tahu kenapa Viola memintanya diantar ke tempat ini, namun mobil yang dibawa bibi berhenti di depan gerbang vila megah itu. Gerbang tinggi yang tertutup, seperti memisahkan dua dunia.
Paman Burhan terlihat terkejut melihat mobil bibi, dia segera keluar dari pos jaganya, membuka gerbang dan keluar.
"Vio, kenapa kemari?"
"Paman, aku mau bertemu dengan majikan paman, apa bisa paman mengantar ke dalam?"
"Hah? masuk ke dalam?"
Paman Burhan bingung dan serba salah, dia saja belum pernah melihat majikannya langsung, mendekati rumah utama vila pun tidak pernah.
"Vio memang kenapa? kalau masalah jus nanas, lebih baik kirim pesan saja ke nomor yang ada di kartu nama. Beliau bukan orang yang bisa kita temui sembarangan."
Viola mengigit bibir, sudah hampir menangis. Paman memang benar, siapa dia yang mau meminta bertemu CEO Hexana Group.
Tapi...
Hidup kakak dipertaruhkan. Viola meraih tangan paman.
"Aku mohon paman, izinkan saja aku masuk. Setelah aku bicara dengan majikan paman, aku akan pergi."
Viola menggoyangkan genggaman tangannya, memohon. Bola matanya yang jernih mengerjap, siapapun yang melihat pasti akan iba dan luluh.
Tapi... bisa gawat kalau aku membawa Viola masuk tanpa izin kan?
"Vio.. Paman..."
"Biarkan dia masuk, dan lepaskan tanganmu darinya."
Suara dingin yang seperti merobek dedaunan, menembus gerbang Vila. Semua orang menoleh, laki-laki berbalik kemeja warna hitam, menatap tajam ke arah Viola. Gadis itu segera menarik tangannya.
"Tuan Sekretaris!"
Pintu gerbang vila terbuka, dan saatnya datang juga. Pertemuan Viola dengan pelanggan jus nanasnya, yang ternyata adalah CEO gila yang mengajaknya menikah.
Aaaaa!
Deg.. deg..
"Tuan Bastian sedang mandi, apa Anda mau menunggu?"
Tidak! Kenapa juga aku nungguin orang mandi!
"Aku akan menunggu."
"Kalau begitu, silahkan ikuti saya."
Bersambung