simak dan cermati baik2 seru sakali ceritanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon siv fa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10
Tapi, Kak Merry, beliau memang menunjuk kalung ini lebih dulu," sanggah Shinta. "Diam kau, Shinta! Jangan membantah! Kalau kau tak menyeret dia keluar sekarang juga, akan kulaporkan ke manajer kalau kau membiarkan gembel masuk. Pilih mana?" Gertakan Merry membuat Shinta bingung. Dia baru bekerja satu bulan di Majesty's Jewels, masih dalam masa percobaan. Sebaiknya dia menghindari konflik apa pun dengan pramuniaga senior seperti Merry. Tapi di sisi lain, entah kenapa, dia yakin kalau Martin tak seburuk yang dikatakan Merry. Seperti ada sesuatu istimewa yang disembunyikannya. Kring! Kring! Terdengar dering ponsel. Matthew merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponselnya. Dia menjawab panggilan dan menempelkan ponselnya ke telinga. "Halo?" Seseorang berbicara padanya di seberang sana. Suaranya terlalu pelan untuk didengar oleh Martin maupun kedua pramuniaga itu. "Oke. Aku ke sana sekarang." Matthew memasukkan lagi ponselnya ke saku celana, berkata kepada Merry, "Kalian proses saja pembeliannya, ya. Aku ada rapat sebentar. Nanti sekiatr satu jam lagi aku kembali ke sini. Tak masalah, kan?" "Tentu, Tuan. Tak masalah," jawab Merry. Matthew melirik sebentar dan tersenyum mengolok-olok. Merasa menang, dia berjalan ke pintu keluar dengan langkah-langkah angkuh. Terdengar juga dia bersenandung. Setelah Matthew pergi, Martin kembali mengarahkan matanya ke kalung Flowery incarannya. Merry sedang akan mengambil kalung tersebut, tampak begitu serius dan berhati-hati. "Hey, berikan kalung itu padaku. Aku yang akan membelinya," kata Martin. Merry baru saja menaruh kalung itu di sebuah tempat khusus, bermaksud membawanya ke ruangan lain untuk melakukan pemeriksaan. Dia memberi Martin tatapan jengah. Tatapan serupa diberikannya juga pada Shinta. "Shinta, aku akan benar-benar melaporkanmu ke manajer nanti!" katanya sambil melotot. Dia kemudian menatap Martin lagi, berkata dengan kasarnya, "Kalung ini harganya di atas lima miliar. Kau pikir gembel sepertimu bisa membayarnya? Mimpi kau! Jangankan lima miliar, lima juta saja kau belum tentu punya. Pergi kau sana! Pergi sebelum kupanggil satpam!" Merry sepertinya sudah kehilangan kesabaran. Dia tak lagi peduli kalaupun suaranya barusan sedikit terlalu kencang dan mengganggu klien-klien lain. Toh dia akan mendapatkan komisi mendekati seratus juta dari penjualan kalung ini. Melihat ini, Matthew yang baru saja mau pergi, diam-diam merekam video Martin yang dimaki sang pramuniaga. "Ada apa ini ribut-ribut?"tanya seorang wanita mengenakan blus dan rok merah muda. Kakinya terlihat jenjang dan kulit wajahnya bersih sempurna. Menyadari wanita itu mendekat, Merry dan Shinta langsung mengangguk hormat. Wajah mereka berubah tegang. "Merry, barusan aku lihat kau bicara dengan kasar. Apakah seperti itu cara kita melayani klien?" tanya wanita itu lagi. "Maafkan saya, Bu Dita. Saya sudah berkali-kali meminta orang ini pergi tapi dia terus berulah. Shinta juga tak mau membantu saya padahal saya sudah meminta tolong padanya mengantar orang ini keluar," kata Merry dengan muka tertunduk. Dita menatap Shinta, mendapati si pramuniaga baru itu mukanya pucat. Tentu dia tak punya nyali untuk bicara di hadapan Dita yang adalah Chief Marketing Officer (CMO) Majesty's Jewel. Kemudian dia menatap Martin. Martin balas menatapnya, dengan dingin. Terlihat sekali kalau dia sudah sangat kesal dengan situasi yang dialaminya ini. Dita memandangi Martin lekat-lekat, kemudian matanya membulat. Dia melangkah maju mendekati Martin. Garis vertikal kembar tampak di antara kedua alisnya. "Maaf, Tuan, boleh tahun nama lengkap Anda?" tanya Dita sopan. "Martin Linardy," jawab Martin malas. Kembali, mata Dita membulat. Tak salah lagi, orang inilah yang tadi disebut-sebut oleh bosnya, CEO Majesty's Jewel. Tadi sang CEO bilang kalau Tuan Muda Keluarga Linardy akan berkunjung ke Majesty's Jewel untuk melihat-lihat perhiasan. Dia meminta Dita menyiapkan kartu membership super platinum untuk diberikan padanya—sebuah tanda penghormatan tertinggi dari Majesty's Jewel untuk pelanggan terbaiknya. Dita tak mengira orang yang dimaksud bosnya itu berpenampilan sederhana. Melihat perubahan drastis di raut muka Dita yang sulit diartikan, Merry mengira sang CMO kesal dengan keberadaan gembel seperti Martin di tokonya. Dia pun menatap Martin dan tersenyum miring. Tapi saat dia melihat Dita mengeluarkan kartu nama dari dompetnya dan menyodorkannya kepada Martin, senyumnya itu hilang. "Perkenalkan, saya Dita, CMO Majesty's Jewel. Saya diperintahkan CEO kami untuk menyerahkan kartu membership super platinum ini kepada Anda, Tuan Martin," ucapnya. Merry terbelalak dan ternganga. Rupanya bukan hanya kartu nama yang barusan ditarik Dita dari dompetnya, melainkan juga kartu membership berlapis emas yang adalah kartu membership denan level tertinggi di Majesty's Jewel. ‘Kenapa kartu itu diberikan kepada si gembel ini?' pikirnya. Martin mengambil kartu itu dengan malas. Tebakannya, ini adalah ulah Ben. Tadi sebelum meninggalkan kantor Wiguna Corp. dia sempat menelepon Ben untuk bertanya di toko perhiasan mana di kota ini dia bisa menemukan perhiasan Flowery. "Kartu ini punyaku?" tanya Martin, membolak-balik kartu hitam berlapis emas itu. "Benar, Tuan. Dengan kartu membership super platinum ini, Anda boleh membeli apa pun di Majesty's Jewel. Itu jaminan dari kami kepada member terbaik kami," jawab Dita. Merry terbelalak untuk ketiga kalinya. Dia harap dia salah dengar. Dia harap apa yang baru saja dikatakan Dita tidak sama dengan apa yang terdengar olehnya. "Begitu, ya? Berarti, aku bisa membeli kalung dari Flowery yang harganya katanya di atas 5 miliar ini?" tanya Martin sambil menunjuk kalung incarannya. "Tentu, Tuan. Anda bahkan tak perlu membelinya. Anda bisa membawanya cuma-cuma sebab itu fasilitas yang kami sediakan untuk Anda di pembelian pertama di toko kami ini," jawab Dita. Deg! Merry merasa degup jantungnya mencepat dan mengeras. Dia semakin berharap kalau ini khayalan belaka. Dia semakin berharap kalau ini sebatas mimpi buruk saja. "Oke. Kalau begitu tolong diproses. Mau kukirim ke istriku hari ini juga," kata Martin. "Baik, Tuan. Segera kami proses," jawab Dita. Martin pun meminta Dita untuk memanggil Shinta bantu melayaninya, sehingga Shinta mendapatkan sejumlah komisi. Sedangkan Merry di samping hanya bisa melihat kesempatan baik itu melayang pergi darinya. ... Di pantri kantor Wiguna Corp, sekitar setengah jam kemudian... Beberapa karyawan tampak mengantre untuk menyeduh teh atau mi instan. Sambil menunggu giliran mereka tiba, mereka asyik menggunjingkan sesuatu yang sedang ramai dibicarakan orang di media sosial. "Lihat, dia ini mirip sekali dengan suaminya Bu Julia, kan?" "Iya, betul. Penampilan mereka juga sama." "Atau jangan-jangan orang yang dikatai gembel dan dibentak-bentak oleh pramuniaga Majesty's Jewel ini memang suaminya Bu Julia?" "Yang benar saja! Memangnya dia berani masuk ke toko perhiasan seberkelas ini? Rumornya kan dia selama ini menggantungkan hidupnya pada keluarganya Bu Julia." "Iya, tak mungkinlah ini suaminya Bu Julia. Tapi memang mirip banget sih." "Terlalu mirip, bahkan." Di titik ini, Julia muncul menghampiri pantri. Karyawan-karyawan itu langsung menghentikan obrolan dan memalingkan muka, berusaha menghindari kontak mata dengan atasan mereka itu. Julia menyadari kalau mereka baru saja menggunjingkan rumah tangganya lagi, meski tak bisa memastikan persisnya tentang apa. Julia pun merasa sangat malu dan canggung. Saat Julia sudah hampir tiba di pantri, sejumlah karyawan berinisiatif memberi jalan bagi Julia untuk menyeduh kopi lebih dulu. Julia menatap mereka semua dengan sinis. Dia seduh kopinya dengan cepat, ingin kembali ke ruangan kerjanya. Baru saja memegang gagang pintu, kiriman pun tiba. "Bu Julia, ini ada kiriman istimewa untuk Ibu," kata si sekretaris sambil menaruh kotak kado itu di meja. Julia mengernyitkan kening. Memang, dari kemasannya saja, kiriman ini terlihat istimewa. Julia jadi penasaran isinya apa. Dibukanya kado tersebut tanpa berkedip. Ketika dia melihat apa yang ada di dalamnya, matanya terbuka lebar dan memantulkan sinar. "Ini... kalung... Flowery...?" gumamnya, tak percaya pada apa yang dilihatnya. Kalung itu berkilauan indah, bukan hanya mata kalungnya melainkan juga rantainya. Semuanya terlihat istimewa! Sedangkan orang-orang yang mengelilinginya membelalak mata tercengang melihatnya. Entah menghening berapa lama, orang-orang itu baru berdiskusi dengan heboh. "B-bukankah ini kalung Flowery?" "Wah, kalung Flowery ini 'kan kalung edisi terbatas, harganya bahkan menyentuh satu miliar lebih, apalagi belum tentu bisa membelinya walau kamu punya uang. Sepertinya ini kalung Flowery satu-satunya di Kota Hagasa..." "Mewah sekali! Ini permata semua loh. Bu Julia beruntung sekali... Kira-kira siapa yang mengirim ini kepada Bu Julia ya?" Ruangan kerja itu seketika menjadi ramai. Para wanita berseru kagum dan para pria menuduk lesu. Ini terlalu mewah! Siapa yang mengirimnya ini? "Ini dari siapa?" tanya Julia setelah berbatin. "Entahlah, Bu. Tak ada nama pengirimnya. Tadi dikirim langsung oleh orang dari Majesty's Jewel," jawab si sekretaris. "Majesty's Jewel?" "Iya, Bu." Pupil Julia semakin melebar. Orang yang mengirim kalung dari Flowery ini, siapa pun dia, pastilah dari keluarga konglomerat di kota ini. Tapi siapa? Lalu Julia teringat apa-apa yang dikatakan Matthew tadi saat dia dan Martin hampir saja adu jotos. Matthew bilang dia akan membelikan perhiasan Flowery untuknya. Martin pun bilang begitu. ‘Apakah kalung ini kiriman Martin?' pikir Julia, namun saat itu juga dia menggelengkan kepala. Tak mungkin Martin bisa membeli kalung semahal dan semewah itu. Bahkan untuk membayar biaya rumah sakit sebesar 200 juta saja dia harus mengandalkan pinjol. ‘Kalau begitu, sepertinya Matthew yang membeli kalung ini dan mengirimkannya ke sini,' simpulnya kemudian. ...