Pelet Sukmo Kenongo adalah jalan ninja Lisa untuk memperbaiki hubungannya dengan sang kekasih yang sedang tak baik-baik saja.
Sayangnya, air yang menjadi media pelet, yang seharusnya diminum Reza sang kekasih, justru masuk ke perut bos besar yang terkenal dingin, garang dan garing.
Sejak hari itu, hidup Lisa berubah drastis dan semakin tragis. Lisa harus rela dikejar-kejar David, sang direktur utama perusahaan, yang adalah duda beranak satu, dengan usia lebih tua lima belas tahun.
Sial beribu sial bagi Lisa, Ajian Sukmo Kenongo yang salah sasaran, efeknya baru akan hilang dan kadaluarsa setelah seratus hari dari sejak dikidungkan.
Hal itu membuat Lisa harus bekerja ekstra keras agar tidak kehilangan Reza, sekaligus mampu bertahan dari gempuran cinta atasannya.
Di akhir masa kadaluarsa Ajian Sukmo Kenongo, Lisa malah menyadari, siapa sebenarnya yang layak ia perjuangkan!
Karya hanya terbit di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Al Orchida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari Penuh Kejutan
Hari keempat dari seratus hari masa kadaluarsa ajian sukmo kenongo terasa sangat berat untuk Lisa. Ia bangun dengan mata bengkak, dan jiwa raga yang lelah.
Setelah mengobrol via telepon dengan Nina semalam, Lisa bukannya merasa tenang. Ia jadi sangat gundah dan sedih berlebih. Rasa kecewanya pada Reza tumpah dalam bentuk air mata selama berjam-jam.
Lisa baru bisa tidur menjelang pagi, itupun setelah minum obat pereda nyeri dua biji untuk meredam sakit di kepalanya. Akibatnya, Lisa bangun dengan seluruh tubuh remuk redam. Namun, ia akhirnya bisa melanjutkan tidur setelah izin tidak masuk kantor karena sakit.
Surat izin menyusul, itu yang dikatakan Lisa pada HRD. Ia sudah berniat mendapatkan surat keterangan sakit dari dokter agar bisa tidak masuk kantor selama dua hari. Tujuannya, Lisa ingin mengistirahatkan otak dan menenangkan hatinya.
Lisa baru keluar kamar, makan dan bersantai di bagian belakang rumah setelah matahari condong ke barat. Fiuh, rasa-rasanya baru kali ini Lisa tidur sangat lama, lebih dari sepuluh jam.
“Lis, ada tamu cari kamu!”
“Siapa, Bu?”
“Dari butik, mau ketemu kamu. Ada baju pesanan kamu yang harus dicoba hari ini katanya,” jawab Bu Maryam.
Lisa mengernyit hingga kerutan di dahinya menajam. Ia tidak merasa punya janji dengan siapapun, apalagi pesan baju di butik. “Salah alamat kali, Bu!”
“Kamu temui saja dulu, jelaskan kalau memang tidak pesan baju di butik itu. Si mbak butik tadi menyebut nama lengkap kamu, tempat kerja, nomor telepon, dan alamat rumah ini dengan benar, jadi kemungkinan kecil kalau salah alamat!”
“Iya, Bu!” Lisa membenahi rambut seperlunya, dan segera pergi ke ruang tamu.
“Mbak Lisa?” tanya si mbak butik dengan seulas senyum ramah.
“Iya saya sendiri!”
“Saya dari Jasmine Butik, Mbak!” Si mbak butik mengeluarkan beberapa model pakaian wanita yang tampak classy dan mahal dari koper besarnya. “Silahkan dilihat dan pilih-pilih dulu, setelah itu boleh ambil dua atau tiga, atau kalau suka ambil semua juga boleh!”
“Maksudnya gimana ya, Mbak? Saya kan nggak pesan baju dari butiknya mbak. Maaf saya anti penipuan model apapun, mending mbak pergi dari rumah ini sebelum saya telepon polisi!” ancam Lisa tak main-main. Ia menunjukkan ponsel dan nomor polisi yang sudah diketik di layarnya.
Si mbak butik tercengang, kemudian buru-buru minta maaf. Ia langsung menjelaskan kedatangannya dan siapa yang memesan baju dari Jasmine Butik untuk Lisa.
“Maaf, seharusnya saya menjelaskan dari awal. Saya langsung meminta Mbak Lisa memilih karena berpikir Pak David sudah konfirmasi hal ini. Selain itu saya kira Mbak Lisa istrinya Pak David!”
Lisa hampir mengaminkan kalimat terakhir si mbak butik sebelum akhirnya hanya nyengir dan mengatakan, “It's okay!”
“Jadi yang mana dulu yang mau dicoba, Mbak?”
Sekonyong-konyong lamunan Lisa ambyar. Padahal ia baru saja membayangkan betapa enaknya menjadi istri direktur utama. Ia bahkan tak perlu capek pergi ke mall jika ingin membeli baju.
“Tolong rekomendasiin mana yang paling cocok buat dampingin direktur liat konser vip jazz, Mbak!” jawab Lisa antusias. Daripada harus memilih sendiri dan nantinya terlihat kurang cocok, lebih baik serahkan pada ahlinya. Dari situ jelas sekali Lisa tak ingin mengecewakan bosnya, apalagi membuat malu karena penampilannya.
“Oke, Mbak Lisa mau warna apa?”
“Warna terserah, boleh gelap boleh terang, yang penting nyaman, elegan, classy, dan tidak terlalu terbuka! Saya nggak mau bagian penting tubuh saya terekspos atau terlihat menonjol, karena tujuan datang ke acara itu untuk lihat konser yang masih ada hubungannya dengan pekerjaan, bukan untuk cari sensasi atau sugar daddy hehehe!”
Si mbak butik ikut tertawa mendengar penuturan Lisa yang terkesan naif. Padahal, kebanyakan kliennya suka dengan pakaian yang lebih bisa menarik perhatian sosial dan lawan jenis, atau jenis pakaian yang sedikit menantang untuk acara dengan orang-orang kelas atas.
“Oke, karena warna kulit Mbak Lisa cerah banget plus acaranya malam hari, saya rekomendasikan model ini,” kata si mbak butik sambil mengangkat satu gaun berwarna ungu. “Bisa pakai hijau laut juga kalau suka!”
“Kayaknya itu ungunya bagus, bukan yang pada umumnya!”
“Ini ungu royal, jadi ada unsur birunya. Ungu royal itu warna yang melambangkan kekayaan, kemewahan, keberanian, status sosial, dan kebangsawanan, tapi juga lambang kesedihan atau frustrasi … tergantung pada nuansa dan konteksnya,” terang si mbak butik. Ia belum menjelaskan makna warna hijau laut saat Lisa memutuskan untuk mengenakan warna itu saja.
Lisa menutup pintu dan berdiri di depan si mbak butik untuk mencoba gaun tersebut. Beruntung Lisa memiliki tinggi standar wanita, yakni 165 cm dan berat badan ideal, sehingga tidak terlalu ribet untuk memperbaiki panjang dan ukuran gaunnya.
“Pak David minta Mbak Lisa pilih setidaknya dua. Yang satunya bebas, tapi tetap classy untuk acara dinner!” kata si mbak butik setelah mengambil gambar Lisa dan mengirimkan pada kliennya.
Lisa menaikkan dua alisnya tak percaya. Apa bosnya itu mengira ia tak punya pakaian untuk makan malam di restoran mewah?
Walaupun bukan keluaran butik dan berharga mahal, tapi Lisa masih punya beberapa pakaian yang pantas untuk dipakai kencan ala-ala candle light dinner.
Hah? Kenapa pula ia malah memikirkan kencan romantis dengan Sang Dirut! Alamak….
“Serius ini, Mbak?” tanya Lisa ragu-ragu.
“Ya serius dong, masa saya berani bercanda!” jawab si mbak butik seraya menunjukkan chatnya dengan pria bernama Bos David.
“Oke deh, lagian saya nggak bakal bisa nolak juga! Anggap saja rezeki, ya kan, Mbak?”
“Betul, kalau saya yang jadi Mbak Lisa mungkin udah kalap ambil semua baju-baju ini, kan pake ajian mumpung dibeliin hehehe!”
Lisa hanya nyengir malu sekaligus merasa bersalah mengingat ia mendapatkan baju-baju mahal itu juga karena sebuah ajian pengasihan.
Setelah mix and match dengan alas kaki dan hiasan untuk rambutnya, akhirnya si mbak butik pamit. “Saya akan mengirim pakaian yang ungu dan semua kelengkapannya paling lambat besok sore!”
“Oke terima kasih ya, Mbak!” tukas Lisa seraya menerima kartu nama si mbak butik.
“Kalau Mbak Lisa butuh baju, sepatu, accesories untuk acara-acara istimewa bisa call nomorku.” Si mbak butik menunjuk gaun warna biru terang yang ia tinggalkan di atas meja. Gaun yang dipilih Lisa untuk acara dinner.
“Siap!”
Selepas si mbak butik pergi, Lisa duduk santai di sofa ruang tamu. Ingin sekali ia menghubungi pak bos untuk mengucapkan terima kasih, tapi lewat apa? Sedangkan Lisa tidak memiliki nomor pribadi bosnya.
Selain itu ia tidak cukup punya keberanian untuk mengganggu sang dirut yang pastinya masih sibuk bekerja pada jam pulang kantor. Haruskah Lisa menggunakan aplikasi slack untuk mengirim pesan pribadinya?
Lisa masih memikirkan kalimat yang tepat untuk menunjukkan rasa terima kasihnya lewat chat saat sebuah motor berhenti di depan pagar rumahnya. Tak lama, sang kurir paket meneriakkan namanya.
Lisa buru-buru keluar untuk menerima paket atas nama dirinya, dan tak lupa mengucapkan terima kasih setelah kurir menjelaskan dari mana paket tersebut berasal.
“Ngapain Reza kirim paket segala? Apa karena aku nggak masuk kantor?” gumam Lisa seraya membuka amplop coklat besar yang membungkus sebuah kotak.
Lisa mengeluarkan kotak itu dan segera membukanya. Sebuah jam tangan wanita, dan kartu ucapan selamat ulang tahun.
Apa dia tidak bisa datang dan memberikan sendiri hadiahnya? Harus lewat kurir? Sudah tak mau menginjakkan kaki di rumah ini lagi? Terlalu sibuk?
Pertanyaan-pertanyaan serupa muncul di benak Lisa. Akan tetapi, ia tak lagi antusias dengan kejutan ulang tahun atau permintaan maaf Reza untuk kejadian semalam.
Satu notifikasi pesan masuk ke dalam ponsel. Lisa tertarik untuk segera membukanya karena mengira itu dari Reza.
[Hola Cinderella, kereta kuda akan menjemput pukul 18.30 tepat! Bersiaplah dengan gaun indahmu, karena kita akan kulineran dan berdansa sampai tengah malam. -Pangeran Dave-]
Lisa tersenyum geli setelah membalas ‘oke’ dan meletakkan ponselnya ke atas meja. Ternyata membaca pesan singkat dari pak bos membuat moodnya membaik.
“Terima kasih untuk pelajaran berharganya, Mas! Setidaknya aku sekarang mengerti berapa value diriku di mata kamu!” Lisa bermonolog sambil memasukkan jam tangan pemberian Reza ke dalam kotak, tanpa berniat sedikitpun untuk memakainya.
Bersambung,
temen yg super konyol masabiya mau dipelet yg pke seumur hidup hadeh
lama kelamaan juga reza pasti nyesel lis apalagi kalo kualitas kamu makin bagus..
jd selama ajian belum berakhir pepet trroos mas dave nya jd pas ajian itu kadaluarsa mas dave udh ngerasa nyaman ama kamu lisa..dan kalaupun reza kembali hushus hempas jauh2 mantan bastard mu itu😆😆😆
salah soal masa expired tuh pelett. bener tak sih...
seratus juta little kiss hemm, gimna klo......
meledak lis🤣🤣🙈🙈