Larasati Untuk Arjuna

"Bagaimana kabar Laras?" tanya Deri

"Aku tidak tahu, sudah 3 bulan aku tidak bertemu dengannya. Terakhir bertemu saat aku di UGD 3 bulan lalu." jawab Juna.

"Kamu tidak rindu ingin melihatnya?" goda Deri.

"Kenapa aku rindu? Memang dia siapaku?" Bohong Juna, jujur sejak bertemu dengan teman Laras yang membuka perbannya 3 bulan lalu. Juna mengalami pertengkaran batin dengan dirinya sendiri, dengan apa yang dia rasakan terhadap Laras saat ini.

Apa Juna tertarik dengan Laras yang sekarang cuek padanya, atau hanya penasaran dengan kehidupan Laras yang sekarang. Karena itu Juna sengaja tidak berobat lagi ke rumah sakit, supaya tidak bertemu dengan Laras. Ternyata 3 bulan tidak bertemu Laras, membuat Juna tidak tenang, bahkan Juna sampai mimpi bertemu dengan Laras.

"Good, aku boleh dong deketin dia?"

"Silahkan, aja. Oya, sore nanti habis magrib anterin ke bandara aku mau mudik!"

"Siap laksanakan letnan?" Jawab Deri dengan bercanda, membuat Juna menggelengkan kepalanya sambil berlalu pergi.

**

Di Unit Gawat Darurat rumah sakit, yang tercium aroma desinfektan yang menyergap hidung. Terdengar suara dering telepon yang terus menerus berbunyi, sementara dokter dan perawat berlarian kesana kemari menangani pasien yang membutuhkan pertolongan segera. Di tengah kekacauan tersebut Laras seperti tidak terpengaruh oleh keadaan, Laras tetap fokus menangani pasien yang baru saja datang dengan kondisi kritis akibat kecelakaan.

Laras bersama tim bergegas membawa pasien ke ruang operasi. Wajahnya yang serius menunjukkan betapa tingginya tekanan yang dia hadapi, akhir-akhir ini.

"Alhamdulilah, pasien bisa di selamatkan sekarang dokter Arumi bisa temui keluarga pasien!" Ucap Laras sambil melepaskan masker dan sarung tangannya, sambil berjalan keluar dari ruang operasi diikuti Arumi.

"Baik dok! Dokter mau istirahat?"

"Iya," jawab Laras yang belum istirahat dari semalam, karena selain korban kecelakaan UGD kedatangan pasien-pasien yang menunjukkan gejala demam berdarah.

"Dokter Laras!" Panggil seorang perawat, bersamaan dengan selesainya ucapan Laras .

"Iya, ada apa sus?"

"Suruh menemui profesor Bambang, sekarang!"

Laras menarik nafas panjang," baik sus saya cuci tangan, dan ganti baju saya dulu!"

"Sepertinya dokter Laras tidak bisa istirahat," ucap Arumi iba.

"Sudah resiko," jawab Laras, sebelum berpisah dari Arumi.

Dokter Bambang adalah dokter sub spesialis, sekaligus dosen dan pembimbing Laras, dari Laras masih koas. Bahkan beasiswa yang dulu Laras dapatkan juga karena rekomendasi darinya, sayangnya saat di cabut oleh Lusi, dia tidak bisa membantu apa-apa. Karena orang tua Lusi salah satu direksi rumah sakit, dan pemilik terbesar saham ketiga di rumah sakit tersebut.

"Dokter memanggil saya!"

"Iya duduklah! Kamu tentu tahu Operasi Bentall?"

"Operasi pembedahan untuk membantu memperbaiki masalah pada aorta, dok."

"Kamu bisa menjabarkannya untuk saya?"

"Mulanya sebelum dipotong, fungsi jantung dan paru-paru digantikan mesin heart lung (pengganti fungsi jantung dan paru-paru). Bersamaan dengan itu, suhu badan pasien juga mulai diturunkan secara perlahan hingga mencapai titik yang nyaris terendah bagi seorang manusia, yakni 24-26 derajat celsius atau separo temperatur tubuh manusia normal." Jelas Laras dengan mantap, meski dia baru belajar secara materi.

"Apa tujuan penurunan suhu badan?"

"Penurunan suhu badan untuk mengurangi aktivitas otak. Dengan aktivitas yang rendah, otak tak membutuhkan banyak darah," terangnya.

Dokter Bambang tersenyum sambil mendengarkan penjelasan muridnya, " sudah cukup! Tidak perlu di teruskan, saya percaya dari segi materi kamu sudah menguasainya. Jika saya ajak kamu terlibat langsung kamu bersedia?"

Laras langsung tersenyum dengan wajah berbinar, sebelum mengagukkan kepalanya.

"Sore ini kita akan berangkat ke Jogja, kamu jadi asisten saya. Anggap ini sebagai permintaan maaf saya karena setahun lalu tidak bisa menolong mu."

"Terimakasih dok."

"Bersiaplah aku akan urus ijin mu!"

"Baik dok, terimakasih."

Setelah keluar dari ruangan dokter Bambang, Laras langsung masuk ke ruangannya untuk membereskan perlengkapannya.

"Mau kemana?"

"Mau ke Jogja, aku diijinkan untuk melihat langsung proses operasi Bentall, oleh profesor Bambang."

Ninik langsung menjerit histeris dan memeluk Laras, sedang Lusi dan Aris yang baru masuk di buat bengong dengan keberuntungan Laras .

**

"Tiket saya sudah di pesan jauh-jauh hari, kalau punyamu baru saya pesan saat kamu setuju berangkat. Jadi kita duduk di tempat yang berbeda," jelas dokter Bambang sambil menyerahkan tiket pada Laras .

"Tidak masalah prof."

"Ayoo masuk!"

Buat Laras tidak masalah duduk di kelas ekonomi dan profesornya di kelas bisnis, kapan lagi bisa liburan gratis sambil menimba ilmu, pikir Laras .

Laras duduk di bangku tengah, di mana 3 kursi berjajar, 2 di pinggir sudah diisi laki-laki saat Laras hendak duduk. Ingin sekali Laras meminta untuk bertukar tempat dengan salah satunya, supaya bisa duduk di pinggir, tapi Laras tidak enak hati dan memilih untuk diam. Toh ke dua lelaki itu juga sibuk dengan ponsel mereka, bahkan saat Laras duduk tidak ada yang menggubrisnya.

Mungkin mereka mengira Laras seorang lelaki juga, karena celana jeans sobek yang ketat dan jaket bomber. Baru setelah pramugari memberikan informasi siap landas, baru mereka berdua menyimpan ponsel mereka, giliran Laras yang pura-pura tidur dengan menutup telinganya menggunakan headset.

Juna yang baru menyimpan ponselnya di buat terkejut dengan seorang perempuan yang duduk di sampingnya, yang sempat dia kira laki-laki karena penampilannya menggunakan celana sobek di bagian lutut.

"Ras!" Panggil Juna sambil memegang tangan Laras, yang langsung di tepis Laras .

"Ini aku Juna." cengir Juna.

"Ah sialan kamu Jun? Aku kira siapa?"

"Haha sorry. Tadi aku kira kamu laki-laki," cengir Juna .

"Mau mudik?"

"Iya, sudah lama tidak mudik, kebetulan besok ulang tahun bunda. Jadi mau sedikit memberikan kejutan gitu."

"Pasti menyenangkan bisa merayakan ulang tahun, orang yang kita sayangi."

Juna yang melihat ekspresi wajah Laras, hanya bisa tersenyum.

"Mbak sabuk pengaman belum di pakai," ucap lelaki di samping Laras .

"Oh, iya terima kasih mas sudah di ingatkan." jawab Laras sambil melihat sebagai formalitas.

"Sama-sama mbak, boleh tahu namanya gak?"

"Ohh nama saya Larasati, bisa di panggil Rasti atau Laras."

"Saya Primus."

"Ras, tuker tempat duduk yuuk! Masak cewek di tengah, di apit cowok." usul Juna setelah Laras berkenalan dengan Primus.

Laras tersenyum, dan merasa senang dengan tawaran Juna, meski cara penyampaian Juna sedikit ketus.

"Boleh Jun, sebentar ya mas!" Ucap Laras sambil bergeser, setelah Juna berdiri. "Padahal aku mau mengenal lebih jauh Lo Jun, siapa tahu bisa jadi gebetan," bisik Laras, ditelinga Juna saat Juna bergeser dengan bercanda.

"Tidak usah genit, fokus spesialis mu biar cepat selesai dan wisuda spesialismu."

"Ngapain juga buru-buru wisuda Jun?"

" Supaya cepat nikah," ceplos Juna sambil memakai sabuk pengaman.

"Mau nikah sama siapa? Sama monyet, calon saja gak ada kok." Ujar Laras sambil terkekeh.

"Sama aku mau?"

"Jangan deh, nanti kamu nyesel nikah sama aku. kamu dulu kan alergi sama aku," ujar Laras sambil memakai headset dan penutup mata.

"Kamu mau tidur?"

"Iya, lumayan Jun meski sebentar. 2 hari aku kurang tidur."

"Memang berapa jam kamu tidur?"

"2 hari, aku cuma tidur tidak sampai 10 jam. Jadi bangunkan aku kalau sudah sampai Jogja!"

Juna mengamati wajah Laras yang tertidur, bahkan Laras tidak bergerak saat Juna menarik kepalanya supaya bersandar pada bahunya. Nampak sekali kalau Laras sangat kelelahan, bahkan Juna mengusap kepala Laras tetap tidak bangun. Juna yakin jika Laras sadar pasti marah dengan kelakuannya.

"Kenapa aku senang bisa bertemu dengan mu, dan jantung ini juga menjadi berdebar kencang? Apa aku sudah jatuh cinta padamu ya, Ras?"