Sudah tahu tak akan pernah bisa bersatu, tapi masih menjalin kisah yang salah. Itulah yang dilakukan oleh Rafandra Ardana Wiguna dengan Lyora Angelica.
Di tengah rasa yang belum menemukan jalan keluar karena sebuah perbedaan yang tak bisa disatukan, yakni iman. Sebuah kejutan Rafandra Ardana Wiguna dapatkan. Dia menyaksikan perempuan yang amat dia kenal berdiri di altar pernikahan. Padahal, baru tadi pagi mereka berpelukan.
Di tengah kepedihan yang menyelimuti, air mata tak terasa meniti. Tetiba sapu tangan karakter lucu disodori. Senyum dari seorang perempuan yang tak Rafandra kenali menyapanya dengan penuh arti.
"Air mata adalah deskripsi kesakitan luar biasa yang tak bisa diucapkan dengan kata."
Siapakah perempuan itu? Apakah dia yang nantinya akan bisa menghapus air mata Rafandra? Atau Lyora akan kembali kepada Rafandra dengan iman serta amin yang sama.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Menjaga Saksi Kunci
Sudah mengakhiri hubungan yang memang dianggap telah berakhir ketika perempuan yang membuatnya nyaman berdiri di altar pernikahan. Walaupun sakit juga kecewa harus bisa dia hadapi dengan lapang dada. Senyum yang kini terukir masih menyimpan luka.
Sebuah keputusan sudah dia ambil. Di mana lelaki itu akan meninggalkan ibukota untuk menjernihkan hati serta pikiran. Di tengah perjalan mobil yang dia kendarai harus berhenti karena ponselnya berbunyi. Seketika dahi berkerut melihat nama yang tertera di layar.
"Iya, Uncle."
Siapa lagi jika bukan Gavin Agha Wiguna. Tetiba kedua alis Rafandra menukik mendengar ucapan dari balik sambungan telepon. Sayangnya, dia tak berani menolak dan mau tidak mau dia kembali ke kantor. Beberapa kali lelaki itu membuang napas kasar.
Langsung menuju ke ruang sang paman. Tak dia pedulikan semua pandangan tertuju padanya. Juga banyak bisik-bisik tetangga yang membuat telinga berdengung. Semuanya dia anggap angin lalu. Sekarang hanya ada sebuah tanya di hati. Ada apa dan kenapa? Setelah mengetuk pintu, gagang pintu dia tekan.
"A--"
Kalimatnya terhenti karena melihat siapa yang ada di dalam ruangan singa muda. Seorang perempuan duduk dengan wajah takut.
"Talia," panggilnya.
Respon Talia begitu datar. Raut cemas begitu kentara. Rafandra segera menghampiri bawahannya itu.
"Kenapa kamu ada di sini?" Mulai melupakan sang pemilik ruangan yang juga ada bersamanya.
"Uncle yang nyuruhnya ke sini."
Pandangan Rafandra beralih pada pria yang sudah berdiri dan hendak menghampiri. Sorot matanya meminta penjelasan mendalam. Sebuah bungkus obat Mas Agha berikan kepada sang keponakan. Kedua alisnya pun menukik tajam.
"Jelaskan!" titah Mas Agha pada Talia yang sedikit terlonjak mendengar suara tegas nan dingin.
Talia tak lantas membuka suara. Dia menatap Rafandra seolah meminta persetujuan. Anggukan kecil yang diberikan membuat Talia menghembuskan napas berat sebelum berbicara.
"Saya melihat Kak Lily meminum obat ini tiga hari berturut-turut."
Atensi Rafandra mulai tertuju pada bungkus obat yang sang paman beri. Dibacanya merk obat yang tertera di sana. Sayangnya dia bukan ahli medis dan tak tahu obat apa yang Lily Konsumsi.
"Disinyalir obat itu adalah obat penggugur kandungan."
Ekspresi terkejut Rafandra terlihat begitu jelas. Mulutnya pun menganga seakan menunjukkan ketidakpercyaaan atas apa yang dikatakan sang paman.
"Bang Khai sudah membenarkannya." Rafandra semakin terdiam.
"Tapi, kalau kamu tidak percaya kita bisa datang ke tempat di mana obat itu diperjual belikan secara ilegal."
Sang paman dapat membaca isi hati sang keponakan. Dia juga sangat tahu jika Rafandra tidak akan mudah percaya begitu saja.
"Maafkan saya sudah menjadi tukang adu."
Talia menyimpan curiga karena tiga hari berturut-turut Lily selalu meminum obat tersebut. Dan akan menunggu Rafandra sampai keluar ruangan walaupun sampai malam. Padahal, pekerjaannya sudah berakhir sedari sore tadi.
Ada harap lelaki itu menyapanya. Sayangnya, Rafandra selalu acuh dah tak menganggap dia ada. Hingga di hari ketiga, dosis obat yang dikonsumsi lebih banyak. Talia melihat dengan mata kepalanya sendiri.
Awalnya Talia tak berani untuk mengungkap apa yang dia lihat. Namun, di satu sisi dia tak taga jika atasannya akan terus difitnah dan disalahkan atas apa yang tidak dia lakukan. Rafandra terlalu baik untuk disakiti.
Laporannya pun tak langsung dipercaya oleh Mas Agha. Pria itu harus mengecek cctv terlebih dahulu untuk memastikan. Banyak karyawan tipe penjilat di Wiguna Grup. Jadi, dia harus sangat hati-hati dalam segala hal. Setelah cctv dia lihat, Talia ditahan di ruangannya untuk mempertanggungjawabkan ucapannya kepada Rafandra.
Seketika Rafandra menoleh ke arah Talia. Perempuan itu menatap Rafandra sebentar. Lalu, menunduk dalam.
"Saya hanya tidak ingin melihat Pak Rafandra selalu difitnah." Lemah sekali kalimat yang terucap dari bibir Talia.
Terenyuh hati Rafandra ketika mendengar kalimat yang begitu tulus. Mas Agha tersenyum teramat tipis.
"Terimakasih sudah mengkhawatirkan saya."
Perlahan Talia menegakkan kepala. Manik matanya mulai bertemu dengan manik mata sang atasan. Sebuah senyum pun Rafandra berikan kepada Talia.
Cukup lama mereka saling pandang hingga sebuah deheman membuat mereka memutus kontak mata. Mas Agha sudah bersiap.
"Kita ke tempat di mana Lily membeli obat itu."
Mas Agha sudah sangat bersemangat, tapi Rafandra menolak.
"Abang sudah menutup semua tentang dia, Uncle. Abang sudah tak ingin tahu apapun lagi."
Tatapan tajam sang paman berikan. Terdengar Rafandra menghela napas kasar.
"Kamulah alasan kenapa dia mengkonsumsi obat penggugur kandungan." Suara papa Khairan terdengar.
Tak ada keterkejutan yang mimik Rafandra tunjukkan. Dia sudah menduga itu semua.
"Dia ingin kembali kepada kamu."
Rafandra tersenyum mendengarnya. Sedangkan Talia terus memperhatikan wajah Rafandra yang masih menyimpan luka.
"Masih memaksakan sebuah ketidakmungkinan," balasnya sinis.
.
Jam pulang kantor sudah tiba. Tapi, Rafandra juga Mas Agha masih berada di sana.
"Jaga Talia, Bang."
Sebuah kalimat membuyarkan lamunan. Rafandra mulai menatap sang paman yang sudah menunjukkan wajah serius.
"Lily pasti sudah mencari tahu siapa yang membongkar rahasianya. Terlebih, akhir-akhir ini kamu dan Talia sering kerja bareng."
"Iya, Uncle. Abang juga dari tadi memikirkan itu. Abang takutnya ayah Lily yang turun dan itu sangat bahaya untuk Talia."
Paman dan keponakan itu satu pemikiran. Getaran ponsel milik Rafandra mulai mengalihkan pandangan. Hembusan napas penuh kelegaan keluar dari bibirnya.
"Kenapa?"
"Talia sudah sampai rumah. Beberapa orang kompeten sudah Abang tugaskan di beberapa tutup dekat kosan Talia untuk menjaga Talia juga adiknya."
Senyum penuh kebanggaan terukir di wajah Mas Agha. Diam-diam sebuah keputusan yang sangat benar sudah Rafandra ambil.
"Gunakanlah waktu cutimu dengan baik. Mereka pasti akan menjaga Talia di sini."
Sebuah gelengan membuat Mas Agha menukikkan alis.
"Di masa cuti ini Abang akan tetap stay di sini."
"Why?" Tanda tanya besar terpancar dari mata Mas Agha.
"Talia sedang dalam bahaya. Abang tak bisa meninggalkannya," ucapnya dengan sangat serius.
Mas Agha tak menyangka jika Rafandra akan memiliki pemikiran sejauh itu. Keponakan kecilnya kini sudah menjadi lelaki yang sangat gentleman. Dan merugilah dia yang pernah menyiakan Rafandra lelaki spek sempurna.
.
Pagi hari diawali dengan sebuah kejutan. Talia merasa bermimpi karena Rafandra ada di depan pintu kosannya.
"Saya mau antar kamu."
Talia mendadak diam mendengar ucapan lelaki di hadapannya yang berkali-kali lipat lebih tampan dengan pakaian santai.
"Kamu sudah siap?"
Anggukan dia berikan. Tapi, sorot matanya masih belum percaya sepenuhnya. Dia masih menganggap ini adalah mimpi. Dia mulai mengikuti Rafandra dari belakang menuju mobil yang sudah terparkir di depan.
"Pak, tolong cubit saya." Permintaan aneh yang membuat Rafandra menoleh.
"Ini beneran Pak Rafandra atau halusinasi saya saja?"
Rafandra tersenyum dan mulai mencubit lembut pipi Talia. Dia juga menatap begitu dalam wajah cantik sang bawahan.
"Mulai hari ini sampai batas waktu yang tidak ditentukan, kamu akan berangkat dan pulang kantor bareng saya."
Baru saja Talia hendak membuka mulut, suara Rafandra kembali terdengar.
"Tak ada penolakan atas apa yang sudah saya katakan."
...*** BERSAMBUNG***...
Ayo atuh dibanyakin komennya ... 🙏
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
gak papa mah kalo msih belom sadar ma perasaan masing2,pelan2 aja deh bang rafa &talia...
sehat selalu ya fie🤗