Jingga lelah dengan kehidupan rumah tangganya, apalagi sejak mantan dari suaminya kembali.
Ia memilih untuk tidak berjuang dan berusaha mencari kebahagiaannya sendiri. dan kehadiran seorang Pria sederhana semakin membulatkan tekadnya, jika bahagianya mungkin bukan lagi pada sang suami.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deodoran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
"Mbok....Aku pamit pulang ya..." Jingga memeluk tubuh gempal Mbok yum sangat erat. Ia dan wanita itu memang sudah akrab sejak lama.
Sebelum dirinya lahir ayahnya sudah bersahabat dan bekerja sama dengan perusahaan Bratajaya, sehingga sejak kecil Jingga terbiasa diajak keperkebunan dan bertemu Mbok Jum penjaga Villa milik keluarga Bratajaya.
Masih sambil mendekap tubuh Mbok Jum, Jingga mengedarkan pandangannya. Mengamati setiap sudut Villa yang mungkin nanti hanya akan jadi kenangan didalam benaknya.
"Nak....kenapa nangis, kan minggu depan bisa kesini lagi." Mbok Jum merubah panggilannya, dulu ia memang selalu memanggil Jingga seperti itu, namun sejak menikah dengan Danish Mbok Jun merubah panggilannya lebih hormat.
Jingga mengangguk pelan dengan air mata yang berderai..." Ingat Mbok ayunan yang dibelakang bawa kerumah mbok saja, buat dipakai main cucunya mbok Jum, buku buku....pakaian dan semua milikku yang tertinggal disini bawa semua kerumah Mbok Jum untuk disumbangkan. Kalau tidak ada yang mau,bisa barangnya dibuang saja Mbok." Jingga mulai sesegukan.
Seketika wanita paruh baya itu mengurai pelukannya, ia sadar hubungan Jingga dan sang suami yang kini menunggu dihalaman sedang tidak baik baik saja.
"Nak...."
"Aku pamit Mbok." Jingga mengusap air matanya lalu memaksa untuk tetap tersenyum.
"Apa Kau selalu menangis seperti ini saat pulang dari perkebunan?"
Mobil Pajero Danish perlahan meninggalkan halaman Villa, menyusuri jalan berbatu yang diapit rimbunnya kebun teh.
"Tidak juga, mungkin karena aku tidak menginap jadi sedikit sedih."Jawab Jingga Santai, ia membuka kaca mobil untuk menikmati pemandangan Sore hari. Atau lebih tepatnya nyaris petang.
"Biasanya berangkat sabtu sore dan pulangnya senin pagi. Dan saat melewati perkebunan lalu membuka kaca mobil seperti ini para pemetik teh akan menyapaku sambil melambaikan tangan seraya berteriak 'Hati hati dijalan Ibuk...' " Kenang Jingga semangat. Sayangnya ia tak bisa melihat hal seperti itu hari ini. Karena mereka pulang diwaktu sore.
"Lain kali kita akan berangkat Sabtu sore dan pulang Senin pagi." usul Danish.
"Abang Kalau hari senin masuk kerja." Jingga kembali menutup kaca mobilnya.
"Lain kali jangan berlibur diperkebunan, mungkin abang bisa ke bali atau Lombok, disana juga indah, aku pernah kesana sama Ayah."Lanjut Jingga.
"Kapan kapan kita kesana!" timpal Danish.
Jingga menghela nafas, padahal maksud Jingga bukan ia yang ingin diajak. Ia menyarankan Danish jika ingin berlibur berdua dengan Alea kelak.
"Abang....Ada masjid didepan. nanti berhenti ya." Jingga menunjuk kedepan.
"Ah...Iya..." Jawab Danish gugup. Ia bingung memikirkan akan berbuat apa nanti disana. Apakah ia juga harus ikut Sholat?
Ia akan mempermalukan diri sendiri jika Jingga tahu bahkan tata cara bersuci pun ia tak hapal. Istrinya masih sedikit lebih beruntung karena masih sempat belajar saat kecil. Sedangkan Danish yang sejak Paud bersekolah di sekolah Internasional sama sekali tidak mengenal Agamanya sendiri. Keluarganya hanya menganggap Agama sekedar status untuk tinggal dinegara ini.
"Abang tidak masuk?" Tanya Jingga saat hendak turun dari mobil.
"Kamu saja, aku mau merokok." Danish memang terkadang merokok. Benda bernikotin itu selalu ada dimobilnya namun ia jarang menghisapnya hanya diwaktu waktu tertentu saja..Begitupun dengan Alkohol, ia hanya meneguknya sedikit saat kebetulan ia ada pertemuan dengan relasi atau pesta perjamuan dengan rekan bisnisnya.
Jingga tak memaksa, pada akhirnya ia masuk sendiri didalam masjid yang lumayan ramai itu. Tak ada aktifitas sholat karena magrib telah berlalu. Ibu ibu dan anak anak nampak berkumpul membentuk suatu lingkaran dan mengaji bersama sembari menunggu waktu isya.
Jingga mengambil posisi paling ujung dibelakang agar tidak menarik perhatian, untuk kembali mencurahkan segala kegundahan hatinya. Dan lagi lagi air matanya luruh, dalam diam ia mengutarakan segala sesak yang perlahan meremukkan jiwanya hingga hancur tak berbentuk. Mengadukan Dunia yang begitu kejam kepadanya.
Setelah selesai Jingga bergegas keluar, namun sebelumnya ia terlebih dahulu merapikan mukenah yang telah ia gunakan. Sebuah senyum ia sunggingkan pada sebagian jemaah perempuan sebagai tanda perkenalan dan pamit.
Jingga tak lagi menoleh langkah dan pandangannya selaras langsung menuju Mobil Dimana Danish sudah menunggu setelah menghabiskan satu batang rokok.
Sebelum benar benar meninggalkan halaman masjid sebuah motor matic diantara motor jemaah lainnya menarik Atensi Jingga. Motor itu nampak tidak asing namun Jingga lupa melihat platnya untuk dicocokkan nanti, Karena Danish keburu menjalankan mobilnya.
"Kenapa?ada yang tertinggal?"Tanya Danish Heran. Melihat Jingga yang terus menoleh kebelakang.
"Ah...Tidak...." Jingga kembali menatap lurus kedepan. Namun Ia tetap tak bisa menghilangkan rasa penasarannya, hingga Jingga kembali bergumam lirih yang masih bisa didengar Danish.
"Apa benar itu motornya?"
"Motor siapa?" Danish juga diliputi rasa penasaran.
"Abang tadi ada liat cowok tinggi gak masuk ke masjid? Dia tinggi kek Abang tapi kurus. Kulitnya agak gelap gak putih kek Abang trus pake baju hitam." Jingga yakin Jika itu benar motor Koa pasti pria itu mengenakan baju hitam. Karena Jingga belum pernah melihat Koa memakai baju warna lain.
"Tidak tahu!" Danish menghentikan laju kendaraannya dan menatap tajam sang istri yang terlihat gusar."Kamu kenapa sih? Semua motor disana butut? Kamu punya kenalan yang motornya Butut begitu!" entah mengapa membahas hal ini membuat Danish marah.
Cowok motor butut...benar benar tidak nyaman dirungunya.
"Ah...mungkin aku hanya salah lihat...."Ujar Jingga Sendu.
"Jaga pergaulanmu Jingga! Seorang Istri Bratajaya tidak mengenal sembarang Pria! Ingat kau buka wanita sembarang! Kau wanita terhormat! Kau putri Ayahmu dan Istriku!" Danish mengingatkan kembali mengenai latar belakang keluarga Jingga. Ia memang bukan seorang wanita yang lahir dikeluarga sembarangan.
"Apakah aku benar benar seterhormat itu bang? Tapi mengapa aku merasa tengah diinjak injak dan tak punya harga diri?"tatapan Jingga begitu hampa. ia sadar berasal dari keluarga Diplomat. Ayah ibunya adalah putra dan putri tunggal dari orang tua yang memiliki kedudukan penting di pemerintahan. Namun semua sudah berlalu, kakek nenek nya semua telah tiada, ayah ibunya pun sudah tiada. Kata kata Danish barusan seakan mempertegas jika dia benar benar seorang diri dimuka bumi ini.
Jingga menoleh dan menatap wajah Kesal suaminya. Pria yang berstatus Imamnya itu sama sekali tak bisa ia jadikan pegangan hidup.
Danish mengerutkan Alis, mengapa Jingga merasa seperti itu?
"Abang jika aku dan Mbak Alea tenggelam di waktu yang bersamaan dan hanya satu yang bisa kau selamatkan, apakah kau akan menyelamatkanku atau menyelamatkan cinta pertamamu?"
"Pertanyaan Bodoh!" Danish yang kesal segera menjalankan mobilnya. Tak peduli kecepatan kendaraannya diatas rata rata asal Jingga bisa berhenti berbicara yang menurutnya aneh.
'Kau tak akan pernah memilihku bang selama masih ada nama Alea dihatimu. Lantas untuk apa lagi kau meminta waktu?' Jerit batin Jingga.
semoga ada karya baru yg seindahhh ini... aamiin
semua karya author yg pernah aku baca keren semua... 👍👍👍
(sedih banyak penulis yang keren yang gak lanjut disini)