Kim Tae-min, seorang maniak game MMORPG, telah mencapai puncak kekuatan dalam dunia virtual dengan level maksimal 9999 dan perlengkapan legendaris. Namun, hidupnya di dunia nyata biasa saja sebagai pegawai kantoran. Ketika dunia tiba-tiba berubah akibat fenomena awakening, sebagian besar manusia memperoleh kekuatan supranatural. Tae-min yang mengalami awakening terlambat menemukan bahwa status, level, dan item dari game-nya tersinkronisasi dengan tubuhnya di dunia nyata, membuatnya menjadi makhluk yang overpower. Dengan status dewa dan kekuatan yang tersembunyi berkat Pendant of Concealment, Tae-min harus menyembunyikan kekuatannya dari dunia agar tidak menimbulkan kecurigaan.
Di tengah kekacauan dan ancaman baru yang muncul, Tae-min dihadapkan pada pilihan sulit: bertindak untuk menyelamatkan dunia dari kehancuran, atau terus hidup dalam bayang-bayang sebagai pegawai kantoran biasa. Sementara organisasi-organisasi kuat mulai bergerak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ex, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perburuan Ginseng di Gunung Cheonggyesan
Aku melangkah keluar dari gate dengan napas lega. Matahari mulai meredup di ufuk barat, dan angin sore yang sejuk menyapu wajahku. Hari yang cukup sibuk, dan tentu saja, serigala petir tadi memberi sedikit hiburan.
“Lumayan, meski cuma satu pukulan, ledakannya cukup memuaskan.” pikirku.
Begitu masuk ke gedung asosiasi, suasana sibuk menyambut. Hunter-hunter berseliweran, beberapa tampak kelelahan, sementara yang lain membahas misi-misi yang baru mereka selesaikan. Aku berjalan santai menuju konter, tidak terlalu memedulikan tatapan beberapa orang yang tampak mengenali wajahku.
“Ah, biarkan saja. Biasa, fans mendadak.” pikirku.
"Selamat sore, saya mau menjual hasil drop dari gate tadi," kataku kepada petugas yang duduk di balik konter, seorang pria berusia paruh baya dengan kacamata tebal.
Petugas itu mengangguk tanpa banyak basa-basi. "Baik, silakan keluarkan barang-barangnya."
Aku mengeluarkan beberapa item yang kudapat dari serigala petir. Benda-benda itu berkilauan di bawah lampu ruangan, menarik perhatian beberapa orang di sekitar. Petugas itu menatap barang-barang tersebut dengan saksama, lalu menoleh ke arahku.
"Hanya ini?" tanyanya sambil terus memeriksa.
"Yup, cuma dari bosnya aja. Sisanya aku biarin buat yang lain. Aku nggak butuh banyak," jawabku santai.
Dia mengangguk, mulai menghitung nilainya sambil mengetik sesuatu di komputer. Aku bersandar ke konter, menunggu dengan sabar sambil melihat sekeliling. Suasana di asosiasi selalu ramai, terutama sore-sore begini. Suara orang-orang bercakap-cakap, suara mesin kasir, dan desas-desus misi membentuk latar belakang yang sudah biasa aku dengar.
Namun, suasana itu berubah saat seseorang muncul di belakangku.
"Taemin." Suara itu sangat familier. Aku menoleh perlahan. Benar saja, Hye Rin berdiri di sana dengan ekspresi serius.
Aku mendesah pelan, sedikit malas. “Oh, kamu lagi. Ada apa sekarang?” tanyaku, setengah tak peduli.
Hye Rin berjalan mendekat, tatapannya masih serius. “Aku ingin bicara, tapi serius kali ini.”
“Ya, ya, serius terus,” gumamku sambil memutar mata. “Kalau soal serigala tadi, kan udah selesai. Gak usah khawatir.”
Dia menggelengkan kepala, ekspresinya tak berubah. "Bukan soal itu. Aku mau ngajak kamu bergabung dengan Crimson Lotus."
Aku sedikit terkejut, tapi dengan cepat memasang ekspresi datar lagi. "Crimson Lotus, ya? Guild besar penuh orang ambisius itu? Dan kamu pikir aku cocok di sana?" Aku tertawa kecil.
"Lebih dari sekadar cocok," kata Hye Rin dengan yakin. "Kamu punya kemampuan luar biasa, dan kami bisa membantumu mengembangkannya lebih jauh."
Aku mengangkat bahu. "Hmm, jadi aku ini proyek besar buat kalian, ya? Menarik, tapi... maaf, aku nggak suka diikat sama aturan guild."
“Dengar, Taemin,” katanya, mendekat sedikit. “Crimson Lotus bukan sekadar guild besar. Kami punya sumber daya, akses ke gate level tinggi, misi yang menantang. Kamu nggak mungkin puas cuma jadi solo hunter terus, kan? Kamu butuh tantangan.”
Aku terdiam sesaat, berpikir. Tawaran itu memang terdengar menggoda. Tapi di sisi lain, aku sudah nyaman dengan kebebasanku. Dan guild besar? Pff, itu cuma berarti banyak aturan yang harus dipatuhi.
"Oke, oke, aku pikirin dulu," ujarku akhirnya, sambil melirik ke petugas yang masih sibuk menghitung hasil penjualan.
"Ambil waktumu," Hye Rin melunak sedikit, wajahnya lebih rileks. "Kami hanya nggak mau lihat potensimu terbuang sia-sia. Dengan kami, kamu bisa dapat lebih banyak. Tantangan, peluang..."
Aku menghela napas panjang. "Aku paham maksudmu, tapi jujur aja, kamu nggak akan berhenti sampai aku bilang 'iya', kan?"
Dia tersenyum tipis. "Mungkin."
Aku mengangkat tangan, menyerah. "Ya udah, kita lihat aja nanti. Tapi sekarang, aku masih suka kebebasan. Aku bukan tipe orang yang suka diatur. Guild besar kayak Crimson Lotus mungkin terlalu ribet buatku."
Petugas di konter akhirnya menyelesaikan hitungannya dan menyerahkan slip kepada aku. "Ini total penjualan item-nya," katanya sambil memberikan kertas itu.
Aku melihat jumlahnya dan tersenyum puas. “Uangnya lumayan. Cukup buat apartemen baru, nih.”
Aku menatap Hye Rin lagi. "Intinya, aku masih ada urusan lain. Bergabung dengan guild? Hmm... belum jadi prioritas sekarang. Tapi terima kasih atas tawarannya."
Dia tampak kecewa, tapi mengangguk pelan. "Kalau kamu berubah pikiran, pintu kami selalu terbuka."
Aku hanya tersenyum kecil dan melambaikan tangan saat dia berbalik pergi. Saat Hye Rin menghilang di kerumunan, aku melangkah keluar dari asosiasi dengan perasaan campur aduk.
Namun, di saat aku berjalan keluar, sebuah pikiran mulai terbentuk di kepalaku. "Tunggu sebentar... sebenarnya kenapa aku nggak manfaatkan mereka aja?"
Aku tersenyum licik. "Kalau aku gabung ke guild besar kayak Crimson Lotus, aku bisa pakai mereka untuk keuntunganku sendiri. Akses ke gate level tinggi, fasilitas, informasi penting... yah, bukan ide yang buruk, kan?"
"Crimson Lotus berpikir mereka bisa 'mengembangkan potensiku', tapi sebenarnya, aku bisa manfaatin mereka buat lebih dari itu." Aku menyeringai kecil, sambil melangkah santai menuju apartemenku.
Setelah menyelesaikan urusan di asosiasi dan menjual hasil drop dari gate, aku kembali ke apartemen dengan sedikit rasa puas. Tapi entah kenapa, ada yang kurang. Duit banyak, apartemen nyaman, tapi ada satu hal yang belum terpenuhi, perasaan ingin mencari sesuatu yang lebih dari sekadar hunting di gate.
Sambil rebahan di sofa, iseng aku scroll forum hunter. Di tengah lautan postingan yang nggak penting, mataku tertuju pada satu rumor yang menarik perhatian: "Ginseng 1000 tahun di Gunung Cheonggyesan. Mitos atau kenyataan?"
Ginseng berumur seribu tahun yang katanya bisa dijual miliaran won. "Hmm... miliaran won, ya?" Aku langsung duduk tegak dan membaca lebih detail. Bayangkan aja, dapetin duit segede itu cuma dari akar! Mikir-mikir bentar, aku langsung ambil keputusan. "Ayo coba! Lagian, apa ruginya nyari? Kalau nemu, bisa pensiun jadi hunter lebih awal."
Tanpa pikir panjang, aku mulai mempersiapkan peralatan ringan. "Nggak butuh senjata-senjata besar. Aku cuma mau nyari akar, bukan monster." Begitu semuanya siap, aku langsung menuju stasiun pagi-pagi keesokan harinya.
Sesampainya di kaki Gunung Cheonggyesan, aku mulai mendaki dengan langkah ringan. Udara pegunungan ini segar banget, beda jauh sama hiruk-pikuk kota Seoul. "Mungkin kalau gagal nemu ginseng, setidaknya dapat udara segar. Itu juga bisa dibilang untung, kan?" Aku tertawa kecil sambil terus mendaki.
Beberapa jam pendakian nggak terlalu berat. Jalur ini memang biasa buat pendaki, nggak ada tantangan berarti. "Tapi kalau ada ginseng 1000 tahun beneran, pasti nggak nongkrong di tempat gampang." Aku mulai menyimpang dari jalur utama, mencari tempat yang lebih terpencil.
Setelah beberapa saat, aku sampai di area yang lebih sepi. Nggak banyak pendaki yang berani ke sini, mungkin karena tanahnya mulai licin dan medannya makin curam. Tapi justru itu yang bikin area ini menarik buat aku. "Kalau ada harta karun, pasti di tempat kayak gini."
Aku terus berjalan, mengamati setiap sudut tanah, akar, dan tanaman di sekitarku. Mencari sesuatu yang kelihatan beda. Tapi sayangnya, sejauh ini nggak ada yang menonjol.
"Ahh, ini nggak gampang seperti di game," aku mengeluh sambil jongkok di dekat akar pohon besar, mencoba mengintip lebih dekat. "Kalau beneran ada ginseng, kenapa nggak langsung muncul dengan papan tulisan, 'Hey, ambil aku!'?"
Tapi setelah beberapa jam tanpa hasil, aku mulai merasa frustasi. "Apa aku udah terlalu jauh? Atau mungkin memang nggak ada?" Namun, menyerah bukanlah pilihan. Aku bukan tipe orang yang menyerah di tengah jalan, apalagi kalau duit besar yang dipertaruhkan.
Sampai di suatu titik, saat aku udah mulai lelah, aku melihat sesuatu yang berkilau samar-samar di tanah, tersamar oleh akar-akar pepohonan. Aku langsung mendekat. "Apa ini?" Gumamku penuh penasaran, berjongkok untuk memeriksa lebih dekat. Sebuah akar besar, tapi ada sesuatu yang beda di dalamnya—kilauan halus dari sesuatu yang tersembunyi di dalam tanah.
Tapi sebelum sempat menyentuhnya, langkah kaki terdengar dari belakang. Aku menoleh, dan tiga pria berpakaian hitam mendekat. Mereka membawa tas besar, wajah mereka menunjukkan ekspresi yang... nggak bersahabat.
"Oh, jadi ada saingan," pikirku. Salah satu dari mereka menatap ke arah akar yang aku periksa dan bertanya dengan nada tajam, "Hei, itu ginseng?"
Aku berdiri perlahan, tersenyum santai. "Mungkin iya, mungkin nggak. Tergantung dari mana kamu ngelihatnya." Aku merespon dengan tenang, nggak mau terlihat takut atau tertarik. Mereka saling pandang sebentar, lalu salah satu dari mereka mengangkat bahu dan pergi begitu saja tanpa sepatah kata pun.
"Yah, kirain bakal ada pertarungan seru. Padahal lagi pengen berantem, nih," aku bergumam kecewa. Setelah mereka pergi, aku kembali ke akar yang tadi aku lihat. Tapi setelah diperiksa lebih dekat... "Cuma akar biasa. Ini sih bukan ginseng seribu tahun."
Aku menghela napas panjang, "Lagi-lagi cuma akar biasa. Apa ginseng itu beneran ada?" Meski demikian, aku belum mau menyerah. Aku masih punya cukup tenaga dan waktu. Jadi, aku memutuskan untuk terus mencari.
Matahari mulai condong ke barat, memberi bayangan panjang di tanah, tapi aku tetap belum menemukan tanda-tanda ginseng 1000 tahun itu. "Kalo aku nyerah sekarang, bisa-bisa aku mimpi buruk tentang akar-akar ini," aku berkata sambil terus berjalan lebih dalam ke dalam hutan.
Namun, tidak ada tanda-tanda bahwa ginseng itu akan mudah ditemukan. Tapi satu hal yang jelas: aku nggak akan pulang dengan tangan kosong sampai aku yakin aku udah mengecek semua sudut. "Miliaran won tuh taruhannya. Aku belum mau balik sebelum dapet akar sialan ini."
Dua sosok dari Guild Golden Lion perlahan menelusuri jejak, mendaki gunung dengan mata tajam penuh kehati-hatian. Mereka bukan pendaki biasa. Wajah mereka menunjukkan tekad dan waspada, terutama karena rumor ginseng 1000 tahun ini terlalu mencurigakan.
"Ini aneh, rumor soal ginseng beredar begitu cepat, tapi sumbernya samar," gumam salah satu dari mereka, seorang pria bertubuh kekar bernama Jang Soo. Dia adalah salah satu petarung elit Golden Lion, dengan pengalaman bertahun-tahun mengungkap plot-plot berbahaya.
Rekan di sebelahnya, seorang wanita bernama Seol Min, membetulkan kacamata hitamnya. Dia lebih tenang dan terampil dalam analisis taktis. "Aku setuju, terlalu banyak hunter pemula yang tertarik dengan rumor ini. Beberapa bahkan sudah menghilang dalam beberapa minggu terakhir."
Jang Soo menghentikan langkahnya, menatap ke arah hutan yang semakin lebat di depan mereka. "Kalau informasi dari asosiasi benar, Black Crescent Cult yang menyebarkan rumor ini. Mereka pasti punya niat buruk."
Seol Min mengangguk. "Betul. Black Crescent Cult terkenal dengan taktik mereka yang suka memancing para hunter ke dalam jebakan. Mereka menggunakan segala cara untuk melemahkan kekuatan hunter Korea, termasuk rumor-rumor yang tidak jelas seperti ini."
Mereka melanjutkan perjalanan, hati-hati mengamati sekeliling. Setiap langkah yang mereka ambil dipertimbangkan dengan cermat, mengingat Black Crescent Cult terkenal licik dan sering menyamarkan diri mereka sebagai orang biasa. Sejauh ini, tidak ada tanda-tanda keberadaan mereka, tapi hawa di sekitar terasa semakin tegang.
"Menurutmu berapa banyak yang sudah jatuh ke perangkap mereka?" tanya Jang Soo sambil melihat ke arah Seol Min.
Seol Min terdiam sebentar, berpikir dalam-dalam. "Sulit dikatakan. Ada laporan dari asosiasi tentang setidaknya sepuluh hunter yang hilang sejak rumor ini menyebar. Itu bisa lebih banyak, karena tidak semua hunter melaporkan aktivitas mereka ke asosiasi."
Jang Soo mengepalkan tangannya. "Kalau begitu, kita harus bergerak cepat. Aku nggak mau makin banyak orang yang hilang. Kalau benar ini kerjaan Black Crescent Cult, kita harus menghentikan mereka sebelum ada korban lagi."
Mereka mempercepat langkah, mengarahkan diri ke titik koordinat yang diberikan oleh asosiasi. Mereka tahu bahwa ini bukan sekedar investigasi biasa. Ada sesuatu yang lebih gelap di balik rumor ini, dan mereka harus bersiap menghadapi apapun yang datang.
Saat mereka terus mendaki, suasana semakin sunyi. Hanya ada suara angin yang menggerakkan pepohonan, tapi entah kenapa perasaan mereka semakin tak nyaman. Seol Min tiba-tiba berhenti, matanya tertuju pada sesuatu di tanah.
"Jang Soo, lihat ini," katanya sambil menunjuk jejak kaki yang terlihat baru di tanah berlumpur.
Jang Soo mendekat dan berjongkok, mengamati lebih dekat. "Ini pasti jejak hunter... tapi terlalu banyak untuk satu orang. Sepertinya mereka dalam kelompok."
Seol Min menatapnya dengan serius. "Black Crescent Cult suka bekerja dalam kelompok kecil. Ini bisa jadi salah satu jebakan mereka."
Tanpa banyak bicara, mereka berdua langsung mengambil posisi waspada. Langkah mereka makin berhati-hati, karena mereka tahu bahwa jebakan bisa muncul kapan saja.
Tiba-tiba, suara gemerisik terdengar dari semak-semak di depan mereka. Jang Soo dan Seol Min serentak menarik senjata mereka, siap menghadapi apapun yang muncul. Dari semak itu, seorang pria berlari terhuyung-huyung ke arah mereka, wajahnya pucat pasi, pakaiannya compang-camping.
"Tolong... tolong aku..." katanya dengan suara terengah-engah, terjatuh di depan kaki mereka.
Seol Min langsung mendekat, berusaha memeriksa kondisinya. "Apa yang terjadi? Siapa yang menyerangmu?"
Namun, sebelum pria itu sempat menjawab, sebuah suara tawa pelan namun mengerikan terdengar dari belakang pohon-pohon di sekitar mereka. "Hahaha... kalian datang juga."
Jang Soo dan Seol Min segera berbalik, waspada. Dari balik pepohonan, beberapa sosok berpakaian hitam muncul perlahan. Senyum licik terpampang di wajah mereka. "Kami sudah menunggumu. Golden Lion, kan?"
Jang Soo langsung berdiri, matanya menyipit tajam. "Black Crescent Cult. Aku tahu ini semua jebakan kalian."
Pemimpin dari cult itu, seorang pria bertubuh jangkung dengan rambut panjang yang acak-acakan, mengangkat bahu dengan santai. "Apa boleh buat. Hunter terlalu serakah dengan rumor yang kami sebarkan. Ini cara terbaik untuk menyingkirkan mereka satu per satu."
Seol Min berdiri di sebelah Jang Soo, matanya tajam memperhatikan gerakan para cultis. "Berapa banyak hunter yang sudah kalian jebak di sini?" tanyanya dengan nada dingin.
Pria itu tertawa lagi. "Cukup banyak. Dan kalian akan jadi korban selanjutnya."
Jang Soo mengetatkan cengkeraman di senjatanya. "Kalau kalian pikir bisa menjebak kami dengan cara ini, kalian salah besar."
Seol Min mengangguk, bersiap menghadapi pertempuran yang jelas tak terhindarkan. Black Crescent Cult tidak hanya menyebarkan rumor tentang ginseng 1000 tahun, tetapi juga mengatur segala sesuatu untuk memastikan bahwa para hunter yang tertarik akan terjebak di gunung ini dan tidak akan pernah kembali.
dah gitu aja.
kecuali.
dia punya musuh tersembunyi. demi nemuin musuhnya ini dia tetep low profile gitu. atau di atas kekuatan dia masih ada lagi yang lebih kuat yang membuat dunianya berubah makannya untuk nemuin harus tetep low profile dan itu di jelasin di bab awal. jadi ada nilai jualnya.