NovelToon NovelToon
Kamboja

Kamboja

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga
Popularitas:7k
Nilai: 5
Nama Author: Rinarient 2

Kisah haru seorang gadis yang dilahirkan dari sebuah keluarga miskin. Perjuangan tak kenal lelah mencari bapaknya yang pergi ke luar negeri sebagai TKI, dimulai setelah ibunya meninggal dunia.
Sepeninggal ibunya, Lily kecil diasuh oleh tetangga yang trenyuh melihat nasibnya. Namun ternyata hal itu tidak serta merta merubah nasib Lily. Karena tak lama kemudian bunda Sekar yang mengasuhnya juga berpulang.
Di rumah keluarga bunda Sekar, Lily diperlakukan seperti pembantu. Bahkan Lily mengalami pelecehan seksual yang dilakukan oleh suami almarhumah. Lelaki yang sangat dihormati oleh Lily dan dianggap seperti pengganti bapaknya yang hilang entah kemana.
Ditambah perlakuan kasar dari Seruni, anak semata wayang bunda Sekar, membuat Lily akhirnya memutuskan untuk pergi.
Kemana Lily pergi dan tinggal bersama siapa? Yuk, ikuti terus ceritanya sampai tamat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rinarient 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12 Menghindari pertanyaan

Keesokan paginya Lily tak mau ke sekolah.

"Kenapa, Ly?" tanya Gendis.

"Lily mau mengantar Ibu ke Puskesmas," jawab Lily dengan tegas.

"Ly, Ibu bisa kesana sendiri. Kamu tetap berangkat ke sekolah," ucap Gendis.

"Enggak, Bu. Lily harus mengantar Ibu periksa. Biar Lily tau kondisi Ibu yang sebenarnya," sahut Lily.

Lily tak mau kalau ibunya beralasan macam-macam agar tak jadi periksa.

"Kamu meragukan Ibu?" Gendis pura-pura marah.

"Bukan, Bu. Lily cuma ingin tau kondisi kesehatan Ibu yang sebenarnya." Lily pun tetap kekeh.

"Kan kamu udah liat setiap hari?"

"Dan Ibu selalu menyembunyikan kondisi yang sebenarnya," ucap Lily.

Gendis terdiam. Dia memang selalu menyembunyikan rasa sakitnya dari Lily. Bukan apa-apa, Gendis hanya tak mau Lily jadi sedih.

"Ya udah, Bu. Kita siap-siap berangkat. Biar bisa dapat antrian di awal."

Lily yang sudah mandi dari pagi tadi, segera menyisir rambutnya.

Gendis pun tak berdaya dengan kemauan keras anak gadisnya itu.

"Kita naik angkot ya, Bu," ucap Lily.

Beberapa kali mereka pergi ke Puskesmas hanya dengan berjalan kaki.

Karena ongkos naik angkot pulang pergi untuk mereka berdua lumayan juga. Bisa buat makan mereka sehari.

"Iya, Ly," sahut Gendis. Dia pun sepertinya tak akan kuat kalau harus berjalan kaki jauh.

Lagi pula kemarin mereka mendapatkan rejeki lebih dari bu Wati.

Sampai di Puskesmas ternyata bukan mereka yang pertama kali datang. Sudah panjang antrian orang-orang yang juga akan berobat, meskipun pendaftaran baru akan dibuka jam delapan pagi.

"Ibu duduk aja di sana. Biar Lily yang mengantri." Lily menunjuk sebuah bangku panjang yang disediakan di depan loket pendaftaran.

"Kamu aja yang duduk. Biar Ibu yang mengantri," sahut Gendis.

Lily menggeleng. Lalu menarik tangan Gendis agar mau duduk saja menunggu nomor antrian.

Gendis merasa terharu. Lily meskipun masih kecil, tapi sikapnya sudah sangat dewasa.

Keadaan yang membuatnya menjadi seperti itu.

"Anaknya, Bu?" tanya seorang lelaki yang sudah duduk lebih dahulu.

Gendis melirik sekilas. Lalu mengangguk.

"Ibu sakit apa?" tanya lelaki itu lagi.

"E...enggak sakit apa-apa. Cuma mau check up saja," jawab Gendis berbohong.

Gendis paling tak suka kalau sampai penyakitnya diketahui orang yang tak berkepentingan.

Lily dapat antrian nomor 10. Lumayan juga nunggunya nanti.

"Dapat nomor sepuluh, Bu. Untung tadi kita agak pagian datangnya. Kalau kesiangan, bisa sampai sore baru dapet nomornya," ucap Lily.

"Iya. Kita ke bagian kebidanan kan, Ly?" tanya Gendis.

"Iyalah, Bu," jawab Lily.

Lelaki itu memperhatikan komunikasi ibu dan anak yang terlihat mesra.

Tadi dia mendengar kalau mereka ke bagian kebidanan.

Apa wanita ini lagi hamil, ya? Kalau anaknya, jelas enggak mungkin. Kan masih kecil. Wajah ibunya juga terlihat pucat. Mungkin lagi hamil muda. Batin lelaki itu sambil melirik perut Gendis yang tak terlalu besar.

Meski sebenarnya badan Gendis kurus, tapi karena penyakit yang dideritanya, mengakibatkan perutnya sedikit membesar. Wajahnya juga terlihat kuyu, karena Gendis seringkali menahan rasa sakit.

"Kita pindah ke depan poly kebidanan aja, yuk," ajak Gendis.

Gendis merasa kurang nyaman berdekatan dengan lelaki itu. Karena menurutnya lelaki itu seperti mau tahu tentang penyakit Gendis.

"Iya, Bu," sahut Lily.

Lalu Lily dengan sigap menarik pelan tangan Gendis, membantunya berdiri.

Lelaki itu semakin bersimpati pada Lily.

Anak yang baik. Andai saja anak-anakku seperti dia, aku tak perlu merepotkan tetangga untuk menemani periksa. Batinnya.

Di depan poly kebidanan, tak banyak antrian. Hanya ada tiga orang saja termasuk Gendis.

Dan keduanya datang dengan perut membesar. Kelihatannya sedang hamil tua.

"Ibu mau periksa kandungan?" tanya seorang ibu muda yang perutnya lebih besar.

Gendis melirik sekilas.

Ah, pasti ada saja yang bertanya. Batin Gendis dengan gelisah.

Gendis bingung mau menjawab apa. Kalau dia jawab mau check up juga, itu berarti dia berbohong lagi. Dan itu artinya dirinya sedang hamil.

Tapi kalau jawab jujur, pasti akan lebih banyak pertanyaan lagi.

"Bu. Ibu dengar saya, kan?" tanya perempuan muda itu lagi.

"Eh, iya. E...maksud saya, saya mau konsultasi soal...menstruasi. Iya. Soal menstruasi," jawab Gendis.

"Oh. Menstruasinya enggak teratur?" tanya ibu muda itu lagi.

Gendis mengangguk.

"Kalau kata orang sih, untuk perempuan yang sudah berumur, hal itu wajar, Bu. Mungkin Ibu mau mengalami menapouse," ucap perempuan itu.

Menapouse? Aku kan masih muda, masa udah mau menapouse? Apa wajahku terlihat sangat tua? Gumam Gendis dalam hati.

Tapi daripada akan lebih banyak pertanyaan lagi, Gendis memilih mengangguk mengiyakan.

"Memangnya berapa usia, Ibu?"

Ternyata anggukan Gendis tak membuat perempuan muda itu berhenti bertanya.

Lily yang duduk di sebelah Gendis, nyeletuk.

"Ibu saya baru berumur tiga puluh lima tahun," sahut Lily spontan.

Perempuan muda itu terperangah. Antara percaya dan tidak.

Lalu dia mengamati wajah Gendis.

Tiga puluh lima tahun? Tapi terlihat tua banget. Aku saja sudah berumur tiga puluh tahun. Batin perempuan itu.

Gendis sadar kalau dirinya sedang diperhatikan. Dia memilih memalingkan wajahnya.

"Nama saya Santi. Usia saya tiga puluh tahun, Bu. Dan sekarang saya lagi mengandung anak kedua."

Perempuan itu mengulurkan tangannya pada Gendis.

"Oh, iya. Saya...Gendis," jawab Gendis singkat.

"Si eneng yang cantik ini, anak Ibu?" Santi menunjuk pada Lily.

"Iya. Dia anak saya satu-satunya," jawab Gendis yang merasa semakin tak nyaman.

"Oh, baru punya anak satu. Kenapa enggak dikasih adik, Bu? Kan anaknya sudah besar?" tanya Santi lagi.

Santi datang sendirian. Dia tak ada teman ngobrol, makanya mengajak Gendis bicara. Pikirnya bisa sharing sebagai sesama perempuan.

"Bapak saya kerja di luar negeri. Jadi ibu saya tidak bisa hamil lagi," sahut Lily.

Maksud Lily sebenarnya baik. Ingin membantu Gendis menjawab pertanyaan Santi. Karena Lily paham ibunya merasa tak nyaman dengan pertanyaan-pertanyaan dari orang yang baru dikenal.

"Oh, TKI? Di negara mana?" tanya Santi bersemangat.

Gendis menghela nafasnya.

"Jepang," jawab Gendis.

"Loh, sama dong. Suami saya juga jadi TKI di sana. Dia setahun sekali pulang. Nah pas pulang yang terakhir, dia ninggalin ini nih. Hahaha." Santi menunjuk perutnya yang membuncit.

Lily mengernyitkan dahinya.

"Suami ibu setahun sekali pulang ke Indonesia?" tanya Lily.

Santi mengangguk.

Kenapa bapak enggak pernah pulang? Orang lain saja bisa pulang setahun sekali. Tanya Lily dalam hati.

"Ly, kita beli minum dulu yuk. Ibu haus," ajak Gendis.

Gendis tak ingin Lily jadi banyak bertanya pada Santi terkait bapaknya yang tak pernah pulang.

Apalagi soal suaminya yang malah menghilang. Gendis tak mau orang lain jadi tahu masalahnya.

"Iya, Bu," sahut Lily.

"Mari." Lily mengangguk ramah pada Santi.

Tapi dalam otaknya bertanya-tanya soal bapaknya yang tak pernah pulang.

1
Shuhairi Nafsir
Mohon Thor jadikan Lily anak yang tegas . jenius lagi bisa bela diri
Anita Jenius
Baca sampai sini dulu. 5 like mendarat buatmu thor. semangat ya.
Rina Rient: Siap..Terima kasih like-nya 🙏
total 1 replies
Fatta ...
lanjut Thor..,
Rina Rient: Siap..tunggu episode-episode selanjutnya, ya 🙏
total 1 replies
Anto D Cotto
lanjut thor
Rina Rient: Siap..tunggu yaa 🙏
total 1 replies
Anto D Cotto
lanjutkan, crazy up thor
Anto D Cotto
menarik
Rina Rient: Terima kasih 🙏
total 1 replies
Anita Jenius
Salam kenal kak. 3 like mendarat buatmu thor. semangat ya
Rina Rient: Terima kasih 🤗
total 1 replies
Irsalina Lina
kapan ep ke 2 nya di tanyangkan thoor?......, GK sabar ni mau baca. soalnya cerita nya bagus dan menarik
Rina Rient: Sabar ya..step by step 😊
total 1 replies
Mamimi Samejima
Bikin happy setiap kali baca. Gak bisa berhenti bacanya.
Rina Rient
terima kasih🥰.. tunggu episode2 selanjutnya ya 🙏
Jing Mingzhu5290
Saya merasa terinspirasi oleh perjuangan tokoh-tokoh dalam cerita.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!