Niat hati, merantau ke luar negeri untuk merubah nasib. Namun karena suatu kejadian, dua pemuda polos nan lugu itu malah terlibat dalam kehidupan asmara enam janda muda. Mampukah mereka lepas dari jeratan janda yang penuh pesona? Atau mereka terjerumus dalam larutnya dunia para janda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Janda Janda Mandiri
"Maaf Miss, kami kok dari kemarin nggak melihat majikan pria? Apa Ayahnya anak anak sedang bepergian?"
Sejenak A ling merasa terkejut, lalu dia tersenyum. "Apa kalian belum tahu?"
"Belum tahu apa, Miss?"
"Kami semua itu janda."
"Apa! Janda?" pekik Yoyo dan Tito bersamaan.
"Iya, enam wanita yang ada disini itu janda semua."
"Aduh, maaf, Miss. Aku nggak tahu," ucap Yoyo tak enak hati.
"Nggak apa apa. Kalian memang harus tahu. Apa kalian tadi lihat ada mobil aneh saat mengantar anak anak sekeloh?"
sejenak kening Yoyo dan Tito berkerut sambil mengingat sesuatu. "Ah iya, aku ingat, Miss. Mobil berwarna hitam," seru Tito.
"Nah, dia itu ayahnya Zoe. Mereka berdua bukan saudara. Kalau Zoe anaknya A moy dan Binbin anaknya A win. Karena kita sering dipertemukan dalam acara pernikahan yang memakai jasa kami, akhirnya kami menjadi akrab, dan sekarang kami tinggal bersama."
Yoyo dan Tito tanmpak manggut manggut saja. Mereka tidak ada ide untuk menimpali cerita dari salah majikannya. Keduanya juga masih ada rasa terkejut dengan berita status mereka. Bagaimana bisa enam wanita cantik yang ada di rumah itu janda semua?
"Miss A ling kerja di wedding organizer?" tanya Yoyo tak lama kemudian setelah dia memiliki ide untuk melempar pertanyaan.
"Yang punya WO itu A moy. Sedangkan A win dan A mey desainer perhiasan. A shang di bagian Make up. Sedangkan aku dan A zia punya usaha desainer pakaian."
"Wahh! Wanita karir semua ya, Miss?"
"Ya begitulah."
Yoyo dan Tito kembali manggut mangut. Keduanya bingung mau melempar pertanyaan apa lagi. Ingin bertanya ke hal yang lebih pribadi, nanti dikira kurang sopan. Keduanya memilih diam sambil memperhatikan Binbin dan Zoe yang masih asyik bermain sendiri. Sesekali kedua pemuda itu maupun A ling juga menimpali perkataan kedua bocah.
Hingga sore menjelang, kedua bocah di ambil alih olih Bibi Nur dan Bibi Sri untuk dimandikan. Sedangkan Tito dan Yoyo disuruh istirahat. Tapi mereka harus siap kalau mereka sewaktu waktu dipanggil sang majikan.
"Kamu kenapa, Yo? bengong mulu? Masih keinget bakpaunya A mey?" cerca Tito yang baru saja keluar dari kamar mandi. Dengan handuk terlilit di pinggangnya, Tito membuka lemari dan mengambil celana kolor yang dia bawa dari rumah.
"Gimana aku bisa lupa, To. Barang bagus banget. Mulus, putih dan sedikit tembem. Pasti anget banget tuh kalau dimasukin," balas Yoyo yang lagi rebahan di atas ranjang.
"Hillah! Segitunya. Lagian punya cewek ya pasti enak lah. Kecuali cowok yang belok. Nggak bakalan tahu enaknya punya cewek kayak apa," ucap Tito sambil bercermin detelah celana kolor hitam menutupi bagian tubuh bawahnya.
"Kapan ya, aku bisa mencicipinya? Nggak perlu yang masih rapet deh. Meski bekas orang, asal nggak penyakitan, aku pasti mau. Bosen pake sabun mulu," ujar Yoyo sembari bangkit dan duduk di tepi ranjang.
"Hahaha ... ya nyarilah! Nanti kalau pulang udah banyak duit. Pasti banyak tuh cewek yang antri," ucap Tito.
"Kelamaan."
"Ya mau gimana lagi? Masa iya kamu berharap majikan kita menyerahkannya sama kamu? Hahaha ... kita bukan levelnya, Yo."
"Iya sih. Mereka cantik cantik banget. Paling yang bisa menarik hati mereka, pria dari kalangan presdir."
"Nah, itu tahu! Jadi nggak usah berharap lebih, nanti kecewa."
Di saat mereka sedang asyik ngobrol, mereka mendengar pintu kamar ada yang mengetuk. Tito pun mendekat ke arah pintu dan membukanya.
"Ada apa, Bi?" tanya Tito setelah pintu di buka dan ada Bibi Nur di depan pintu itu.
"Kamu atau Yoyo, dipanggil Miss A win, disuruh bantuin bawaain barang di halaman depan," jawab Bi Nur.
"Aku aja deh, Yoyo mau mandi."
"Ya udah, cepet. Sedang ditungguin."
Tito mengiyakan. Dia masuk sejenak ke dalam kamar meraih kaos tanpa lengan dan memakainya lalu bergegas keluar kamar. Begitu sampai di halaman depan, ada supir yang menujukkan menunjukan barang mana yang harus di bawa.
Ada dua kardus berukuran cukup besar yang harus Tito angkat. Tidak terlalu berat, tapi Tito cukup kesulitan membawanya karena pandangannya tertutup kardus. Untungnya kamar A win ada di bawah, Jadi lumayan cepat sampainya.
"Taruh di ruang sebelah sana, To!" titah A win sambil menunjukan ruang yang ada di dalam kamar A win.
Miss A win langsung pamit mau mandi begitu Tito hendak meletakkan dua kardus itu di tempat yang ditunjukan. Dua kardus sudah mendarat di atas meja. Perlahan Tito menarik tangannya melepas dua kardus tersebut. Namun, saat Tito sedikit lengah, tangan kanannya tak sengaja menghentak kotak disebelah dua kardus hingga kotak itu terjatuh dan isinya berhamburan. Mata Tito seketika membelalak saat melihat isi kotak itu.
"Gila! Banyak banget?"
...@@@@@...
semangat
author bikin cerita nya nalar dikit
canda aja thoor