Ikutin kisahnya yang berakhir dengan perpisahan dan air mata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cha Yoka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Dae sudah ketakutan melihat ekspresi tenang Presdirnya. Dia tak berani melihat kearah Presdirnya. Tubuhnya gemetar, tangannya memilin celana panjangnya, Dae merasa dunianya berkahir.
"Ayo jalan lagi. Jangan berada dibelakang saya. Berjalanlah disamping agar kamu tak di katain pembantuku," sarkas Edy yang tidak memperdulikan perasaan Dae.
Deg, Dae tersentak mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Presdirnya.
"Kenapa kata-kata itu menyakitkan di telingaku. Seenaknya dia mengatakan aku pembantu. Ih.....kalau gak karena kerjaan, males banget gw jalan sama nih orang," bathin Dae yang masih menundukkan wajahnya.
Edy, merasa jika Dae tak mendengarkan ucapannya sehingga dia berbalik ke belakang dan membentak Dae.
"Apa kamu tuli, kenapa masih diam disitu, hah! Ayo cepat jalan!" bentak Edy tanpa peduli dengan orang sekitar mereka yang melihatnya.
Dae terkejut dan langsung mendongakkan kepalanya menatap kearah Presdirnya. Darahnya mendidih ingin mengamuk, memangsa Presdirnya hidup-hidup, tapi Dae sadar, bahwa dia hanya seorang bawahan yang sedang bekerja. Dae merasa lemas dan menurunkan egoisnya serta amarahnya.
Dia pun berjalan mengikuti Presdirnya.
"Tuan, sebenarnya kita ini mau kemana? Dari tadi gak sampai-sampai," tanya Dae yang memberanikan dirinya bertanya.
"Kamu ikutin saya saja dan jangan bertanya."
Lalu Presdirnya berjalan kearah bioskop. Dia masuk kedalam tanpa memperdulikan Dae yang berjalan dibelakangnya.
Dae menghentikan langkahnya saat melihat Presdirnya masuk ke dalam bioskop. Muncul banyak pertanyaan di benak Dae.
"Apa Presdir gw sudah tidak waras lagi? Kenapa dia mengajak gw kemari? Ini seperti sepasang kekasih yang lagi kencan. Oh Tuhan...apa yang diinginkan Presdir aneh itu?" bathin Dae yang terus melihat Presdirnya berhenti.
Edy berhenti berjalan dan membalikkan tubuhnya kebelakang dan melihat Dae yang berdiam diri ditempatnya.
"Kenapa kamu berhenti! Apa kamu mau saya pecat karena tidak menjalankan tugas dengan baik?!" sarkas Edy dengan menahan senyumnya.
Edy merasa lucu melihat ekspresi Dae yang ingin marah. Tapi gak bisa di luapkan karena berhadapan dengannya.
"Eh, iya Tuan. Maaf saya bingung kenapa kita kemari? Ini bukannya menjalankan tugas, tapi berkencan," jawab Dae yang berani.
Edy berjalan kearah Dae dan berdiri tepat dihadapannya.
"Apa kamu tidak mau berkencan dengan saya?" tanya Edy dengan membisikkan nya ditelinga Dae.
"Hahaha, Presdir ini aneh sekali. Tadi saya disuruh lembur, kenapa sekarang saya harus berkencan dengan Presdir?" Dae semakin berani.
"Berkencan itu juga adalah bagian dari tugas lembur kamu, ngerti. Ayo jalan!" bentak Presdirnya.
"I...iya Pak." Dae bergegas berjalan disamping Presdirnya.
"Tuan ini galak sekali. Sukanya membentak, hah...syukur gw orangnya tahan banting dengan bentakan. Kalau tidak sudah nangis bombay," bathin Dae sambil manggut-manggut.
Zain bisa melihat dari ekor matanya dengan keadaan Dae yang manggut-manggut.
"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Edy.
"Ah, eh anu Pak. Saya berpikir, Presdir mau nonton apa disini?" bohong Dae.
Lalu Zain menarik tangan Dae masuk kedalam teaternya untuk mencari tempat duduk.
"Eh Pak kenapa narin-narik tangan saya. Saya bisa jalan sendiri Pak," Dae mencoba melepaskan tangannya dari Presdirnya.
Usaha yang dilakukan Dae tak berhasil, Edy justru merekatkan kelima jarinya ke jari-jari lentik Dae.
"Jangan banyak protes, lakukan apa yang saya suruh, mengerti!" ucap Edy dengan arogannya.
"Benar-benar nih Presdir sudah tidak waras lagi. Pengen gw cabik-cabik tubuhnya saat ini. Seenaknya menggenggam tangan gw tanpa izin. Hah, dia menjadi orang yang pertama menyentuh gw," bathin Dae menyesal.
Dae terus mengikuti langkah Presdirnya yang mencari tempat untuk duduk. Hingga akhirnya mereka menemukan tempat yang berada ditengah. Tapi anehnya tidak ada siapapun penonton lainnya. Ruangan itu kosong tak berpenghuni.
"Tuan kenapa kita hanya berdua disini? Saya takut kalau hanya kita berdua disini," ucap Dae prustasi.
"Kenapa harus takut Bu Dae?" tanya Presdirnya tepat ditelinga Dae.
Tubuh Dae bergetar saat Presdirnya berbisik dan bibirnya mengenai daun telinga Dae.
Dae menoleh kearah Presdirnya dan berkata,
"Saya takut Pak, jika disini ada syaitonnya," ucap Dae takut.
"Hahaha," Edy tertawa merasa lucu dengan jawaban Dae.
"Kenapa Presdir tertawa? Apa saya salah?" tanya Dae tanpa takut.
"Kalau ada syaitonnya, bukan kah itu lebih baik? Dia akan menggoda Bu Dae agar lebih merapatkan duduknya dengan saya dan kita bisa melakukannya," ucap Presdirnya menggoda Dae.
"Maksud Presdir apa?" Dae kurang jelas menangkap ucapan Presdirnya.
"Ah lupakanlah. Lebih baik Bu Dae fokus menonton. Filmnya bagus dan sangat romantis."
Dae pun kembali menghadap depan membenarkan tubuhnya duduk. Lalu pandangannya beralih ke layar besar yang sedang memutar filmnya.
Mereka berdua terus melihat filmnya hingga akhirnya tontonan percintaan antara sepasang kekasih yang disajikan dihadapan mereka. Dae maupun Edy tidak mengetahui cerita film yang ditonton mereka bahwa ada adegan ranjangnya.
Awalnya hanya ciuman biasa, namun lama kelamaan adegan itu memperlihatkan keduanya tanpa busana, dan mulai memberikan sentuhan-sentuhan nikmat.
Dae menahan nafasnya tak percaya dengan apa yang ditontonnya. Dia terjebak dengan Presdirnya berdua menonton adegan hot itu.
Dae tak berani menoleh kesamping dimana Presdirnya duduk dengan gelisah.
Bagaiman tidak gelisah, film yang ditonton ternyata ada adegan ranjangnya. Tanpa Edy sadari tangannya sudah memegang tangan Dae dan menuntunnya ke area miliknya yang sudah menegang.
Dae yang tak sadar, membiarkan tangannya memegang milik Presdirnya. Dae masih syok dengan apa yang dilihatnya hingga dia tidak perduli tangannya sudah menggenggam milik Presdirnya yang sudah membesar. Tangan Presdirnya juga mulai nakal merayap ke arah dalam roknya Dae hingga tepat di area milik Dae. Ternyata Dae sudah lembab dan masih terpaku melihat adegan hot itu.
Lalu Presdirnya menarik Dae dan mulai melum** bibir sexy Dae dengan nafas memburu. Belum lagi hilang rasa stoknya terhadap apa yang ditontonnya, kini dia lebih syok karena apa yang terjadi dengannya nyata.
Dae melototkan matanya menatap Presdirnya yang ternyata menatapnya dengan tatapan mesumnya. Dan Dae sadar jika tangannya menggenggam sesuatu yang mengeras dibawah sana. Dan hal yang memalukan, Dae akhirnya sadar jika tangan Presdirnya sudah berada di miliknya yang sedang meraba-rabanya.
Nafas Dae terengah-engah akibat tangan lembut Presdirnya yang bersarang dimiliknya. Lalu dia tersadar dan menepis tangan kekar milik Presdirnya. Dan Dae juga melepaskan tangannya dari milik Presdirnya.
Dae menatap tajam Presdirnya lalu menampar pipinya tanpa rasa takut.
Akhirnya Presdirnya juga tersadar akan perbuatannya. Dia memegang pipinya yang terasa perih.
"Kenapa kamu menampar saya Bu Dae!" bentak Presdirnya yang tak merasa bersalah.
"Apa! Kenapa Presdir bilang?!" teriak Dae yang sudah emosi.
"Iya kenapa?"
"Presdir sudah berbuat melecehkan saya, apa Presdir tidak sadar itu?!" teriak Dae yang masih tersulut emosi.
Lalu Edy melihat kearah bawahnya yang terasa sesak dan menegang. Dan kemudian dia melihat jari tangannya yang basah. Dia pun sadar kalau dia sudah melakukan hal yang tidak pantas. Lalu dia buru-buru membenahi celananya dan kembali duduk dengan benar. Begitu juga dengan Dae.
"Saya tidak sadar, akibat tontonan yang dihadapan kita. Lihat itu, filmnya ternyata ada adegan ranjangnya. Siapa pun yang melihat itu pasti merangs*** dan bergairah," ucap Edy membela dirinya.
Dae melihat ke depan, dimana adegan itu masih berlanjut dan menampilkan keseluruhan mereka bermain dengan sangat hot. Apalagi di layar yang sangat lebar seperti itu, wajah Dae seketika memerah menahan malunya.
Dae mejamkan matanya, mencoba menerima pembelaan dari Presdirnya dan memintanya untuk keluar dari ruangan itu.
"Tuan, kita bisa keluar dari ruangan ini? Saya merasa tidak nyaman berada disini," pinta Dae yang tak berani menatap wajah Presdirnya.
Presdirnya menyetujui kemauan Dae. Karena dia juga tidak ingin berlama-lama melihat tontonan yang membuatnya sesak.