Dara terkejut ketika mendapati dirinya bangun dalam keadaan tidak perawan. Seseorang telah menculiknya di malam pengantin dan membuat rumah tangganya yang masih berusia seumur jagung itu berada di ambang kehancuran.
Namun kebenaran pasti terungkap dan tidak ada yang lebih indah daripada itu. Sungguhpun Dara amat terkejut ketika mengetahui siapa pelakunya. Celakanya, di saat cinta perlahan sudah mulai hadir. Dan dia merasa terjebak dalam situasi ini.
“Apa maksudmu seperti ini?” sembur Dara pada sosok menawan di hadapannya.
“Tidak ada cara lebih baik yang bisa kulakukan untuk mendapatkanmu.”
“Kau benar-benar SAMPAH!?”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon meliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masih Belum Percaya Juga?
Bau desinfektan khas rumah sakit menyeruak di indera penciuman Dara. Wanita itu mulai mengerjapkan mata untuk menyesuaikan cahaya lampu ruangan yang saat ini sedang ditempatinya. Tepatnya masih di IGD.
Entah sudah berapa lama Dara terpejam. Dia sudah tidak bisa membedakan lagi antara tidur ataukah pingsan. Yang jelas, apa yang dirasakannya saat ini, kepalanya terasa seperti terbelah.
‘Kenapa masih dingin?’ batinnya merasakan sembari merapatkan selimut ke seluruh tubuhnya.
Beberapa jam yang lalu, Dara memasuki mobil taksi yang menuju ke rumah sakit ini. Namun Dara tidak tahu lagi setelah itu, karena tahu-tahu, dia sudah terbaring dengan selang infus yang menusuk di tangan kanannya.
“Syukurlah, Ibu Dara sudah bangun,” ujar seorang suster baru saja datang mengecek kondisinya. “Maaf, tadi saya lancang membuka identitas Ibu Dara. Saya perlu data-data Ibu untuk mencatatnya di status pasien. Sebab Ibu datang tanpa ada yang mendampingi.”
“Iya, tidak apa-apa, Sus,” jawab Dara dengan suara lemah.
“Nanti setelah ini saya pindahkan ke ruang perawatan, ya. Karena dokter tadi menyarankan agar Ibu dara dirawat intensif selama beberapa hari ke depan sampai keadaannya agak membaik.”
Dara hanya mengangguk. Dia pasrah saja apa yang akan dilakukan orang-orang ini padanya, asalkan dia cepat sembuh.
Dara mengingat driver yang tadi mengantarnya. Sudah pasti beliau langsung pergi karena dia bukan tanggung jawabnya. Pasti orang itu juga banyak pekerjaan dan tidak mungkin mengurusi orang asing yang kurang perhatian ini.
Namun untuk soal bayar membayar? Ini bagaimana? Dara membatin kasihan. Semoga orang itu mau memaklumi. Dara berharap kelak dapat bertemu lagi untuk sekadar mengucapkan rasa terima kasihnya.
Lalu bagaimana dengan Chandra? Ah, dia tidak bisa diharapkan. Dara tidak ingin mengemis lebih lama kepadanya karena percuma! Dia tidak akan bisa mempercayainya lagi.
‘Ini semua gara-gara makhluk hulk itu, sialan! Awas kalau kau kutemukan aku masukkan dia ke penjara, dan aku tuntut dia sampai miskin!’
Tetapi anehnya, dia malah justru mengingat satu nama, yaitu Alif. Karena pada saat itu dia menawarkan bantuan. "Kalau ada apa-apa, hubungi aku."
Apa dia pantas meminta tolong kepada lelaki lain untuk menyelidiki kasusnya?
“Sekarang keluhannya apa, Bu? Masih pusing?” tanya suster kemudian.
Dara mengangguk, kemudian menyampaikan keluhan lainnya, “Masih dingin, Sus.”
“Baik, nanti obatnya di minum lagi, ya,” jawab Si Suster. “Apa ada keluarga yang bisa dihubungi untuk mengurus segala sesuatunya?”
Lantaran tak menjawab, Suster kembali berujar, “Ibu harus di dampingi, lho ....”
“Hubungan saya sama suami saya sedang tidak baik, saya juga tidak ingin menyusahkan keluarga. Jadi lebih baik saya sendiri. Saya janji tidak akan merepotkan siapa pun, Sus.” Dara menjawab demikian karena tidak bisa menjawab dengan kata lain.
“Aduh, kasihan si ibu. Lagi ada masalah rumah tangga, ya? Pantas datang sendiri," ujarnya tanpa ingin menanyakan hal lebih lanjut. "Ya sudah kalau begitu nanti kalau ada apa-apa, minta bantuan suster saja, ya. Nanti saya siap membantu.” Wanita baik itu menunjuk dirinya sendiri.
“Terima kasih, Sus,” kata Dara.
“Sama-sama, Ibu Dara. Kalau begitu saya tinggal dulu,” ucap wanita itu memohon diri untuk meninggalkan dirinya.
Beberapa puluh menit berlalu. Mungkin karena efek kantuk yang terkandung dalam obat-obatan yang diminumnya, membuat Dara kembali tidur entah beberapa lama. Dia kembali terbangun pada saat mendengar dua orang suster mendekat dan memindahkannya ke ruang perawatan.
***
Suasana geger terjadi di dalam pabrik saat salah satu bak serbuk kayu milik CV KP terbakar sehingga membuat lima pekerja mengalami luka bakar. Tiga orang mengalami luka ringan, dua di antaranya mengalami luka cukup serius dan langsung dilarikan ke rumah sakit besar kota itu.
Chandra yang pada saat itu sedang berada di dalam kejadian mendadak begitu panik, sebab mekanik yang bertugas sedang berada di bawah pimpinannya.
Sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur) jika ada percikan api, pintu penampung serbuk harus dibuka. Namun karena api di dalam bak sudah membesar (mungkin karena terjadi penyumbatan) saat pintu bak dibuka, justru terjadi sebuah ledakan dan mengenai ke lima orang pekerja tersebut. Api baru padam dua jam setelah di datangkan mobil pemadam kebakaran.
Karena kejadian ini, polisi menghimbau agar pabrik tersebut tutup sementara. Chandra sempat terkena sangsi lantaran di duga lalai dalam mengawasi mekaniknya. Karena di saat kejadian, mereka tak memakai baju safety. Tetapi kemudian, perusahaan menutup kasus ini dan memilih untuk bertanggung jawab secara penuh kepada para korban. Sebab perusahaan juga belum menggunakan mesin digital yang telah difasilitasi sensor untuk mencegah kejadian-kejadian demikian, seperti yang baru saja terjadi.
Lepas dari sana, Chandra masih gemetaran. Tubuhnya lemas tak berdaya menyaksikan beberapa orang luka-luka di hadapannya.
“Beruntung aku selamat dan tidak di PHK,” gumamnya. Sadar bahwa tidak semudah itu mencari pekerjaan di negara sendiri yang katanya sudah merdeka dari tahun 1945.
Kembali ke rumah, dia langsung teringat istrinya yang tadi pagi ia tinggalkan dalam keadaan sakit.
“Ya Tuhan, apa aku berlebihan memperlakukannya? Bagaimana kalau dia sakit sungguhan?” Chandra baru menyadari.
Mungkinkah kejadian mengerikan hari ini sebuah teguran dari Tuhan karena dia telah berdosa kepada istrinya?
Chandra menyadari telah memperlakukan Dara sedemikian buruk. Emosinya yang meledak disebabkan oleh karena rasa cemburu.
Chandra berdecak, "Tunjukkan dirimu, wahai laki-laki pengecut!"
Saat mobil berhenti di depan rumah, dia segera lari ke dalam. Pintu tidak dikunci dan keadaan rumah masih sama seperti terakhir kali ia tinggalkan. Namun ada yang memusatkan perhatiannya, sepasang kaus kaki berwarna baby pink berserak di anak tangga. Chandra segera meraihnya dan berlari ke kamar. Tetapi sayangnya tidak ada siapa-siapa di sana.
“Ra! Dara!” panggilnya mencari-cari. Keadaan ranjang sangat berantakan hingga bantal-bantal tercecer di lantai. Dia juga menemukan obat yang diberikannya masih utuh di atas nakas.
“Jangan-jangan dia pulang ke rumah ibu.”
Mengambil telepon genggam, dia segera menghubungi Ibu Ratna.
“Bu, apa Dara pulang ke rumah?” tanya Chandra begitu telepon tersambung.
“Tidak ada dara di sini, Nak. Memangnya anak itu sedang pergi?”
Chandra menggaruk kepalanya, bingung untuk mengungkapkan alasan yang tepat. Agak lama dia terdiam, sebelum akhirnya mendapatkan alasan yang masuk akal, “Tadi dia pamit keluar, tapi tidak bilang mau ke mana.”
“Sudah lama perginya?”
“Eum, belum,” jawab Chandra asal.
“Lah, paling istrimu lagi beli sayur atau mencari makanan di luar. Nanti juga pulang.”
“Iya, Bu.”
Terdengar kekehan dari seberang. “Pergi sebentar saja sudah dicariin. Ibu jadi semakin yakin menitipkan Dara sama kamu, Nak. Kamu memang suami yang baik dan perhatian. Dara pasti bahagia sama kamu.”
Chandra tersenyum getir karena merasa tersentil hatinya. Apa yang dikatakan oleh beliau sangat berbeda dari kenyataan yang sesungguhnya. Dia berubah menjadi sosok suami paling kejam karena membiarkan istrinya sakit dan malah justru menuduhnya sedang berpura-pura sehingga menyebabkan Dara pergi dari rumah ini.
Sekarang, ke mana Chandra akan mencarinya?
Memohon diri menutup telepon, Chandra segera menghubungi nomor ponsel istrinya. Namun apa yang dia dengar sungguh membuat Chandra semakin kacau lantaran mendapati nomor istrinya sudah tidak aktif lagi.
“Kamu marah denganku, Ra? Maafkan aku, Ra. Tapi tolong aktifkan ponselmu, biar aku tahu ada di mana kamu sekarang. Aku sangat khawatir.”
***
Bersambung.