Asyh, gadis belia yang pergi ke Amerika untuk melanjutkan studinya. Baru saja sampai ke Negara Paman Sam itu. Asyh sudah menyaksikan kejadian yang membuat hatinya begitu terluka yakni dang kekasih berselingkuh dengan wanita lain.
Lari dari pria 'jahat' itu adalah pilihan Asyh satu-satunya. Dengan segala kekecewaannya, Asyh berlari hingga ke basement apartemen sang kekasih dan malah tidak sengaja menyaksikan sebuah adegan pembunuhan keji.
Asyh dilepaskan oleh dua orang pria yang melakukan pembunuhan itu. Sayangnya, tanpa ia sadari semua itu adalah awal 'kehidupan barunya'.
WARNING!!!
Terdapat Unsur Dewasa dan Adegan Kekerasan di Beberapa Bab!
Harap Bijak Memilih Bacaan dan Bacalah Sesuai Dengan Usia Anda!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZmLing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hanya Kau yang Boleh memarahiku
"Darling, kita sudah sampai!" Arlen membangunkan Asyh dengan lembut.
Mereka baru saja sampai dan mendarat di atas rooftop kastil Arlen.
Asyh tidak bergeming dan setia memeluk tubuh kekar Arlen.
"Kau pasti sangat kelelahan." Arlen akhirnya memutuskan untuk menggendong Asyh turun dari helikopternya setelah melepaskan semua peralatan dan sabuk pengaman dari tubuhnya dan Asyh.
"TUAN!" Beberapa pelayan yang berdiri berjejer rapi di dekat pintu tangga rooftop menyapa Arlen dengan suara lantang mereka membuat Asyh tersentak dan langsung terbangun.
Arlen menatap pelayannya dengan tatapan siap membunuh.
"Eh, kita sudah sampai?" Asyh bertanya bingung dan mendapati tatapan menakutkan Arlen kepada para pelayannya.
"Arlen, ada apa?" Asyh bertanya masih bingung.
"Aku akan mengantarmu ke kamar." Arlen setia menggendong Asyh melewati para pelayannya yang sudah menunduk ketakutan.
Arlen menggendong Asyh dengan aura siap membunuh yang sangat kuat, bahkan Asyh pun bisa merasakan hal itu.
Arlen membawa Asyh ke kamarnya, kamar yang lebih normal tanpa cahaya lampu merah, maupun alat-alat aneh lainnya.
"Tidurlah!" Arlen memberi perintah setelah membaringkan Asyh.
Arlen berjalan ke arah lemari pakaian dan mengganti pakaiannya.
"Kau mau kemana?" Asyh bertanya penasaran saat Arlen hendak keluar dari kamarnya.
"Bekerja." Arlen menjawab dengan dingin dan datar.
Asyh memutuskan langsung turun dari ranjang dan berlari lalu memeluk Arlen dari belakang.
"Aku mohon! Jangan hukum mereka! Kesalahan mereka tidak sebesar itu sampai kau harus membunuh mereka." Asyh meminta dengan segala keberaniannya.
"Tapi mereka sudah mengganggu istirahatmu." Arlen membujuk dengan suara mencekam.
"Tidak. Mereka tidak menggangguku. S sayang..aku mohon. Jika kau masih ingin aku tetap bersamamu. jangan sakiti mereka." Asyh dengan sangat gugup dan memberanikan diri untuk memanggil Arlen sayang.
Senyum kecil terbit di bibir Arlen.
Arlen berbalik dan membawa Asyh ke dalam pelukannya.
"Baiklah! Kali ini aku ampuni mereka demi dirimu. Tapi tidak akan ada kedua kalinya." Arlen dengan suara yang lebih tenang.
Asyh mengangguk pelan dan tangannya membalas pelukan Arlen.
Perlahan, ingin atau tidak, Asyh mulai nyaman dengan Arlen terlepas dari segala kegilaan yang Arlen lakukan.
"Sekarang, kau juga ikut aku. Kita istirahat bersama." Asyh melepaskan pelukannya begitupun Arlen.
Asyh kemudian menarik Arlen untuk mengikutinya dan mereka naik ke atas ranjang bersama.
"Good night, babe." Asyh memberanikan diri mengucapkan selamat malam terlebih dulu kepada Arlen.
Arlen hanya tersenyum dan terus menatap Asyh.
"Boleh aku memelukmu? Sepertinya aku mulai nyaman denga pelukanmu." Asyh dengan wajah merona malu.
Tanpa menjawab, Arlen langsung membawa Asyh ke dalam pelukannya dan memainkan rambut panjang Asyh dengan lembut.
"Jangan pernah berharap untuk lepas dariku, darling!" Arlen seolah memberi perintah.
Asyh mengangguk.
Asyh merasa pilihannya kini hanya satu, menurut pada Arlen dan merubah sisi gelap Arlen perlahan. Jika Asyh membangkang, maka Arlen juga akan semakin beringas.
Perlahan, Asyh pun terlelap kembali.
"Bantu aku! Bantu aku untuk kembali percaya bahwa aku layak untuk dicintai! Bantu aku melepaskan semua rasa sakit dan kebencian ku!" Arlen bergumam sendiri dan mengeratkan pelukannya pada Asyh bahkan Arlen menitikkan air mata.
Perlahan Arlen juga merasa sedikit lebih tenang dan kemudian ikut terlelap.
••••••••••••••
Hari dengan cepat telah berganti pagi, dan Arlen begitupun Asyh tengah bersiap untuk berangkat ke kampus.
"Darling, semua perlengkapanmu sudah aku minta Xello siapkan dan sudah ada di dalam mobil." Arlen sambil merapikan pakaiannya.
"Thanks, babe." Asyh kini menyebut Arlen dengan babe tanpa sadar karena sibuk mengenakan sepatunya.
Arlen tersenyum bahagia.
Asyh sudah selesai dan hendak keluar dari kamar, namun Arlen yang sedikit kesulitan menggulung lengan kemejanya membuat langkah Asyh terhenti.
"Biar aku bantu!" Asyh mengambil alih kedua tangan Arlen dan dengan telaten membantu Arlen menggulung lengan kemejanya.
"Em..tatomu akan kelihatan. Apa tidak masalah?" Asyh bertanya khawatir setelah selesai menggulung lengan kemeja Arlen.
"Siapa yang berani memarahiku?" Arlen merengkuh pinggang Asyh hingga mereka sangat dekat.
"Cih..mereka tidak berani, aku yang akan berani memarahimu." Asyh menangkup wajah tampan Arlen.
"Em..hanya kau yang boleh memarahiku." Arlen kemudian mengecup kening Asyh dengan lembut.
"Sudah, ayo kita harus segera sarapan." Asyh melepaskan diri dari Arlen dan meraih tangan besar Arlen ke dalam genggamannya.
"Kau kecil sekali, darling. Lihatlah, tanganmu saja tenggelam karena tanganku." Arlen menggoda Asyh dengan membandingkan ukuran tangan mereka.
Asyh memutar malas bola matanya dan memilih enggan menjawab.
Mereka kini sudah berada di ruang makan, dan Asyh tanpa ragu langsung menyantap makanannya setelah mereka duduk.
Arlen tersenyum lebar melihat gadisnya itu sudah sedikit lebih membuka diri.
Arlen juga menyantap makanannya namun selalu menatap ke arah Asyh.
"Aku sudah kenyang." Asyh menyeka mulutnya dengan tissu kemudian menenggak segelas susu yang memang disiapkan sesuai perintah Arlen.
"Xello, antarkan gadisku ke kampus!" Arlen memberi perintah kepada Xello yang duduk tak jauh dari mereka dan sedang mengerjakan sesuatu di laptopnya.
Xello pun segera meninggalkan pekerjaannya dan menghampiri Arlen dan Asyh.
"Mari, Nona." Xello mempersilakan Asyh dengan sopan.
Asyh bangkit dari duduknya.
CUP
Asyh memberi kecupan manis di pipi Arlen.
"Aku berangkat dulu." Asyh langsung berjalan meninggalkan Arlen yang mematung mencerna perlakuan Asyh tadi.
"Cih..gadisku menggoda saja." Arlen menggeleng kecil dan tersenyum bahagia.
Ia pun lanjut menghabiskan makanannya sebelum nanti ia juga akan berangkat ke kampus untuk melanjutkan citranya sebagai dosen.
••••••••••••••
"Xello, apa kau sudah punya kekasih atau mungkin gadis yang kau sukai?" Asyh bertanya, mencoba mengajak Xello berbicara.
Sepanjang perjalanan mereka hanya diam, dan Asyh merasa sedikit tidak nyaman meski ia bukan tipe orang yang suka sekali berbicara.
"Tidak! Aku berkomitmen untuk mengabdikan hidupku kepada Tuan Arlen, jadi aku tidak berpikir untuk hal itu." Xello menjawab datar dan fokus menyetir.
"Tapi kau adalah pria dewasa. Apa Arlen melarangmu untuk berhubungan dengan perempuan?" Asyh bertanya penasaran.
"Aku hanya tidak ingin mengalami kegagalan yang sama denga Tuan Arlen sebelum bertemu dirimu. Rasa sakit itu membuat hidupnya hancur dan merubahnya menjadi seperti sekarang. Tapi aku sangat berharap kau adalah gadis yang akan menyembuhkan luka hatinya." Xello hanya mampu mengatakan itu di dalam hati.
"Cih, terserah saja. Nanti aku akan meminta ijin kepada Arlen agar kau bisa mencari teman kencan juga." Asyh tak ragu menepuk pundak Xello, membuatnya merasakan gelayar aneh dalam dirinya.
"Kita sudah sampai, Nona." Xello tetap mencoba fokus dengan tugasnya.
"Baiklah. Aku turun dulu. Terima kasih." Asyh pun turun dari mobil dan langsung melangkah masuk ke dalam kampus dengan semangat.
"Apa itu barusan? Jantungmu berdetak kencang karena gadis kecil itu? Ingat Xello, dia milik Arlen! Jangan kau gila dan membuat kakakmu kembali merasakan sakit." Xello menggeleng kepalanya dan berusaha menjernihkan pikirannya.
Xello pun segera meninggalkan arena kampus itu, terlebih dia juga sudah melihat kedatangan Arlen.
•••••••••••
"As, apa keluargamu sudah baik-baik saja? Kemarin kau cuti karena merawat mereka. Apa sakit mereka parah?" Vasya mencerca Asyh dengan pertanyaan yang beruntun.
"Keluarga sudah baik-baik saja. Tapi mungkin aku akan setiap malam ke rumah mereka untuk menginap. Mereka adalah keluarga yang sangat menyayangiku." Asyh menjawab dengan terpaksa, ia tahu semua itu akal-akalan Xello atas perintah Arlen.
"Sir Arlen.." Vasya langsung meninggalkan Asyh dan menghampiri Arlen yang baru saja masuk.
Vasya tanpa ragu memeluk lengan kekar Arlen.
Asyh menatap tajam ke arah Arlen meski Arlen sudah berusaha melepaskan diri.
"Pria brengsek! Buaya!" Asyh memaki tanpa mengeluarkan suara dan Arlen jelas bisa menangkap pergerakan bibir Asyh.
Asyh pun langsung meninggalkan kedua orang yang ada di belakangnya.
"STOP IT, VASYA! JANGAN MENIMBULKAN SALAH PAHAM DI SINI! AKU SUDAH PUNYA PASANGAN, JADI JANGAN BERTINDAK TERLALU JAUH JIKA KAU MASIH INGIN HIDUP LEBIH LAMA!" Arlen membentak Vasya dan menekankan pada Vasya.
Setelah itu ia meninggalkan Vasya sendiri dan memutuskan untuk mencari Asyh tentunya.
...~ TO BE CONTINUE ~...
pelakor dilaknat dan dibinasakan
sedangkan
pebinor bebas berbuat semuanya dan diperlakukan lembut, kesalahan beres begitu saja, bahkan pebinor diperlakukan sangat lembut melebih sang suami
ini pemikiran menjijikan dari wanita jablay dan munafik yang dibawa kedalam novel