Rabella membenci Alvaro, adik angkatnya!
Semua orang tau itu, tapi apa jadinya kalau Rabella malah jadi istri kedua Alvaro karena kecerobohannya sendiri? Setelahnya, Rabella harus menanggung nasib paling buruk yang tak pernah dia impikan!
Apa yang terjadi sebenarnya?
Yuk simak cerita ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alnayra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alvaro Terlalu Baik?
Brak...
Rabella membantunya pintu mobilnya cukup keras.
"Hahahaha sialan!! Jadi sekarang gue gak punya pekerjaan? Gue dipecat dari kantor? Dari kantor milik keluarga gue sendiri cuma gara-gara Alvaro??"
Tawa Rabella menggema begitu saja, menertawakan nasibnya yang benar-benar sial.
Ia kira, bisa lepas dari mansion keluarga Wilson saja sudah cukup. Tapi ternyata papanya masih saja keras kepala, seolah apa yang pria tua itu rencanakan selalu benar. Sedangkan rencana milik Rabella selalu salah!
Sejak kecil, Rabella harus kehilangan mamanya, lalu kehilangan kasih sayang papanya karena kehadiran Alvaro.
Lalu setelah semua usahanya, Rabella tetap tak dianggap sebagai anak yang hebat bagi papanya.
Sekarang, dirinya malah harus jadi istri kedua adik angkat yang paling dibencinya!!
Bukan kah ini tidak adil bagi Rabella?
Kenapa semua ini harus terjadi pada Rabella? Kenapa dirinya tak pernah dibiarkan bahagia? Kenapa hanya Alvaro yang bisa mendapatkan semuanya dengan mudah?
Apa dirinya memang tidak pantas untuk bahagia?
Tidak, Rabella menggeleng keras.
Berusaha agar air matanya tak menetes. Demi apapun, Rabella tak akan menangisi kisah hidupnya yang tak menyenangkan ini.
Buat apa juga menangis? Apa dengan menangis papanya akan luluh, lalu kembali sayang padanya. Lantas membuang Alvaro? Tidak!
Itu hanya delusi Rabella saja.
Tidak mungkin papanya itu membuang Alvaro, anak angkat kesayangannya itu.
Anak laki-laki yang dianggap bisa meneruskan garis keturunan keluarga, lalu jadi pewaris semua aset milik keluarga Wilson.
Rabella mencengkram kemudi dengan erat. Dia tau, ini bukan saatnya untuk merenungi kisah sedihnya.
Dia akan membuktikan pada papanya, bahwa dia bisa bekerja di mana pun tanpa harus mengandalkan bantuan dari keluarga Wilson.
Ya, Rabella punya pengalaman, juga keahlian selama menjadi karyawan di Perusahaan F.T Wilson. Relasi? Rabella juga punya! Walaupun tidak sebanyak relasi milik papanya.
Setidaknya, Rabella bisa bekerja untuk menghasilkan uang, guna membiayai kehidupannya setelah lepas dari keluarga Wilson.
Tak peduli dengan apa yang Papanya rencanakan saat ini, entah pria tua itu hendak membanggakan Alvaro sebagai anak laki-lakinya, atau sebagai penerusnya.
Semua itu sudah tak berarti apapun bagi Rabella.
Rabella tak bisa terikat dengan Alvaro, apalagi dengan hubungan suami istri. Menjadi kakak angkatnya saja, Rabella tak sudi.
Tanpa ragu, Rabella benar-benar meninggalkan kantor F.T Wilson dengan mobilnya.
Kembali ke Apartemen, Rabella akan mencoba apapun yang membuatnya mendapat pekerjaan.
***
"Bagaimana keadaan Papa?" Suara lembut itu membuat Felix tenang.
"Kenapa kamu menghubungi Papa? Kamu kan sedang honeymoon bersama istrimu," tanya Felix, tak menjawab pertanyaan putra angkatnya barusan.
Di tempat lain, Alvaro tersenyum.
"Aku hanya khawatir dengan kondisi Papa. Kak Rabella pasti masih marah sama aku dan Papa, jadi aku sedikit kepikiran."
"Sudahlah, jangan pikirkan Rabella. Biarkan saja anak itu, mau dia pergi dari rumah juga terserah. Papa yakin, sebentar lagi dia juga akan kembali."
Kening Alvaro berkerut.
"Kak Rabella pergi dari rumah?" tanyanya penasaran.
"Ya, begitulah. Kamu gak perlu memikirkannya, dia pergi sendiri. Bukan karena kamu. Nikmati saja liburanmu dengan Mika, jangan memikirkan soal pekerjaan. Semuanya sudah di-handle Pak Cakra," ucap Felix lagi.
Inilah yang membuat Felix semakin sayang pada putra angkatnya. Anak yang perhatian, baik, bertanggung jawab, tak banyak meminta, tapi sering membuatnya bangga.
Sebenarnya Felix juga tak berharap banyak pada Rabella, anak kandung perempuannya itu. Felix juga heran, kenapa anaknya itu bisa memusuhi Alvaro yang baik ini.
"Papa juga jaga kesehatan, jangan sampai kelelahan bekerja. Kalau Kak Rabella membuat masalah, Papa juga bisa langsung bilang ke aku. Aku bisa pulang untuk menyelesaikannya," tutur Alvaro dengan suara lembutnya.
"Hahaha, tidak mungkin papa melakukan itu. Untuk apa memanggilmu pulang dari liburan, hanya untuk Rabella. Kamu tenang saja, Rabella tidak akan membuat masalah lagi."
"Iya, Pa. Kalau begitu, aku tutup teleponnya ya. Papa jangan lupa istirahat," pesan Alvaro, kemudian sambungan teleponnya benar-benar terputus.
Alvaro sudah menyimpan ponselnya di saku celana.
Dua tangan hangat melingkar tubuhnya dari belakang.
"Sayang, kamu habis telpon sama siapa?" Itu suara Mika, suara manja yang khas sekali dengan penampilannya yang imut.
Padahal usianya tak jauh berbeda dengan Alvaro, hanya selisih satu tahun lebih muda daripada Alvaro.
Alvaro terkekeh.
"Kenapa? Kamu cemburu ya?" Bukannya menjawab, Alvaro malah menggoda istrinya itu.
"Ih, ya jelas aku cemburu kalau yang telpon itu cewek lain. Atau jangan-jangan, Kak Rabella ya yang telpon kamu? Dia gangguin kamu lagi?"
Alvaro sudah berbalik, mereka jadi saling berhadapan sekarang.
Pelukan Mika masih menetap, wanita itu sama sekali tak berniat melepaskan Alvaro barang sedetik pun.
Alvaro juga memegang kedua bahu Mika dengan lembut.
"Bukan kok, tadi itu cuma Papa aja."
"Tapi, tadi aku dengar kamu nyebut nama cewek jelek itu?"
"Hem... Kak Rabella maksud kamu?"
Mika langsung mengangguk, membenarkan bahwa julukan cewek jelek itu diperuntukkan untuk Rabella.
Alvaro hanya tersenyum kecil. "Itu tidak penting kok, aku hanya khawatir sama keadaan Papa aja. Takutnya Kak Rabella nekat melakukan hal buruk yang bisa menyebabkan Papa dalam kondisi yang bahaya," jelas Alvaro dengan lembut. Sorot matanya yang tajam, hingga membuat bulu kuduk Mika merinding, adalah kombinasi mematikan dari Alvaro.
Mika jadi bertanya-tanya, bagaimana dirinya bisa mencintai pria tampan ini?
Bagaimana bisa dengan wajah tegas dan tajam itu, membuat hatinya goyah?
Mika jadi malu ditatap terus oleh suaminya.
"Oh, begitu. Aku kira, cewek jelek itu berusaha narik perhatian kamu dengan tingkahnya yang kekanak-kanakan itu."
"Jangan panggil Kak Rabella dengan panggilan cewek jelek lagi, Sayang."
"Kenapa gak boleh? Kan emang faktanya gitu! Sifatnya juga jelek banget," rajuk Mika, bibirnya jadi cemberut setelah ditegur Alvaro.
"Ya, mau bagaimana pun juga, dia sempat jadi kakak angkat ku yang baik. Dia juga anaknya Papa Felix yang udah memberikan kehidupan yang layak buat aku. Kalau gak ada keluarga Wilson yang menjadikan aku sebagai anak angkat mereka, mungkin aja kita gak bisa bertemu, gak bisa jadi suami istri seperti sekarang." Alvaro memberikan penjelasan sembari membelai pipi Mika yang lembut.
"Hemm.. Iya sih, kamu bener. Tapi, aku tetep gak suka sama Kak Rabella." Mika masih saja cemberut, jujur di dalam hatinya yang terdalam masih ada rasa cemburu terhadap Rabella.
Seolah-olah wanita itu akan merebut Alvaro darinya kapan saja. Mika tak mau hal itu sampai terjadi.
"Kamu panggil kayak biasanya aja, kamu gak harus akrab sama Kak Rabella kok. Nanti saat kembali ke Indonesia, Kak Rabella bakal tinggal bareng kita. Aku harap, kita bisa hidup bareng dengan tenang."
Mika tersenyum masam. Lagi-lagi Rabella!
"Kamu kenapa sih, jadi cowok baik banget? Padahal udah dijahatin terus sama Kak Rabella!"