NovelToon NovelToon
Istri Terbuang

Istri Terbuang

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Janda / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta pada Pandangan Pertama / Mengubah Takdir
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: ummushaffiyah

Sepenggal kisah nyata yang dibumbui agar semakin menarik.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ummushaffiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 5 — Luka yang Disembunyikan, Doa yang Dikuatkan

Tangis dan teriakan Rita masih menggema ketika Bu Nina bergegas ke kamar mengambil obat. Tangannya gemetar saat mencari botol kecil berisi obat khusus obat yang hanya diberikan saat Rita benar-benar tak terkendali.

“Farhan! Tahan dulu, Nak! Ibu ambil obatnya!” teriak Bu Nina.

Farhan yang baru hendak mandi langsung menahan kedua tangan Rita, mencegahnya meraih apapun yang bisa ia gunakan untuk melukai Zahwa lagi.

“Zahwa, masuk kamar!” seru Farhan terburu-buru.

“Tutup pintunya! Cepat!”

Zahwa menuruti, walau tubuhnya masih bergetar. Setelah pintu terkunci, ia terduduk lemas di belakangnya. Suara bentakan dan histeris dari luar membuat dadanya sesak. Ia memeluk dirinya sendiri, menahan isak.

Di luar sana, Bu Nina mencoba membujuk Rita sambil memegang segelas jus mangga.

“Minum ini dulu, Nak. Ayo… cuma jus. Biar enakan.”

Rita mendorong tangan ibunya, berteriak kasar, namun Farhan memegangi bahunya dengan kesabaran yang sudah diujung batas. “Ayo, Kak… minum sedikit, ya.”

Setelah beberapa menit yang terasa seperti jam, akhirnya Rita meneguk jus itu , obat yang dicampur di dalamnya pun ikut tertelan. Tak lama kemudian, kemarahannya mulai mereda. Nafasnya melemah, tubuhnya goyah, dan perlahan ia tertidur di sofa sambil masih melontarkan umpatan terakhir:

“Kau… Zahwa… penghancur rumah ini…”

Zahwa di dalam kamar menutup mulutnya, menangis terisak.

Rumah di luar porak-poranda , vas pecah, baju berhamburan, bingkai foto jatuh, dan beberapa barang Zahwa berserakan, dilempar Rita saat mengamuk.

Dan seperti biasa… setelah semua selesai,

tugas Zahwa menanti.

---

Ketukan pelan terdengar dari luar pintu kamar.

Tok… tok… tok…

“Wa… ini aku,” suara Farhan terdengar pelan. “Boleh aku masuk?”

Zahwa menghapus air mata dan membuka pintu perlahan. Farhan menatap istrinya yang wajahnya basah oleh tangis.

Melihat itu, Farhan langsung menariknya ke dalam pelukan.

“Maaf… maafin aku, Wa…” suaranya serak.

“Aku nggak bisa lindungin kamu. Aku nggak bisa kontrol Kak Rita. Aku… aku gagal jadi suami.”

Zahwa menggenggam baju Farhan dan menangis lebih kencang , semua ketakutan, semua luka, semua letih tumpah di dadanya.

Farhan mencium keningnya, menenangkan. “Kamu tenang dulu ya, sayang. Aku ada di sini.”

Pelukan itu hangat, tapi Zahwa tahu kehangatan itu hanya sementara.

Setelah semuanya reda, ia harus kembali mengurus semuanya lagi.

Setelah Zahwa lebih tenang, Farhan mandi. Zahwa tetap melakukan hal yang selalu ia lakukan, menyiapkan baju kerja, merapikan tas, menyiapkan sarapan dan bekal makanan.

Farhan duduk sebentar sebelum berangkat. “Wa…”

Zahwa menatap lembut. “Iya, Han?”

“Jangan di rumah hari ini. Aku takut Kak Rita kambuh lagi. Pergi ke rumah tetangga atau temen kamu dulu, ya?”

Zahwa mengangguk. Meskipun hatinya perih, ia tetap patuh.

Saat Farhan pergi, Zahwa memandang punggung suaminya yang menghilang di balik pintu. Sebagian dirinya ingin berlari memeluknya lagi, bagaimanapun, ia tetap mencintai Farhan. Sebagian lain hatinya ingin berteriak:

“Aku lelah… sangat lelah…”

Tapi Zahwa hanya diam.

---

Setelah menutup pintu rumah, Zahwa berjalan ke kompleks sebelah menuju rumah Bu Rifda tempat ia biasa bekerja sampingan membantu bersih-bersih dan memasak. Bu Rifda bukan hanya tetangga… tapi seperti ibu kedua di perantauannya.

Begitu membuka pintu, Bu Rifda langsung tahu ada sesuatu.

“Zahwa… ya Allah, wajah kamu pucat banget. Kenapa, Nak?”

Zahwa tak langsung menjawab. Ia duduk pelan, lalu menceritakan semuanya,kemarahan Rita, rumah yang porak-poranda, rasa takutnya, kelelahan yang ia tahan bertahun-tahun.

Bu Rifda menghela napas panjang, menepuk pundaknya lembut.

“Zahwa… kamu itu perempuan paling kuat yang Ibu kenal. Tapi kekuatan juga ada batasnya, Nak.”

Zahwa menunduk, tangan meremas jilbab panjangnya.

“Ibu… kadang aku takut kalau rumah itu bukan tempatku lagi.”

Bu Rifda mengusap punggungnya. “Ibu justru bersyukur kamu belum dikasih anak sampai sekarang. Bukan karena kamu nggak cocok, tapi… kalau kamu punya anak dalam keadaan rumah seperti itu…”

Ia menghela napas.

“…kasihan anak kamu, Nak.”

Ucapan itu menembus hati Zahwa.

Ia sendiri sering berpikir begitu. Tapi mendengarnya dari seseorang lain, membuat dadanya semakin sesak.

Zahwa menatap telapak tangannya.

Kosong, seperti hidupnya yang ia jalani dalam hening.

Ayah dan ibunya jauh di kampung. Kakak-kakaknya sibuk dengan keluarga masing-masing. Hanya abangnya yang pernah bertanya tulus, namun Zahwa tak pernah benar-benar jujur.

Ia selalu bilang:

“Aku baik-baik saja.”

Padahal… ia tidak baik-baik saja.

Hari itu Zahwa bekerja seperti biasa di rumah Bu Rifda, menyapu, mencuci, mengelap jendela, memasak. Semua ia lakukan dengan tangan, tapi pikirannya kosong. Lelah yang ia pikul terasa semakin berat.

Di tengah kelelahan itu, ponselnya berbunyi.

Notifikasi dari media sosialnya.

Seseorang menanyakan ruko yang ia posting.

Ada yang berminat membeli.

Zahwa tertegun.

Kabar baik… atau justru awal dari masalah baru?

Ia menatap layar ponselnya lama, tangan bergetar kecil.

“Ya Allah…” bisiknya.

“Apa ini jalan keluar… atau ujian berikutnya?”

1
Hafshah
terus berkarya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!