Kehidupan Aira yang mulanya penuh bahagia tiba-tiba mulai terbalik sejak papanya menikah lagi.
Lukanya diiris kian dalam dari orang terkasihnya. Malvino Algara, pacarnya itu ternyata palsu.
" Pa ... Aira butuh papa. "
" Angel juga butuh papa. Dia ngga punya papa yang menyayanginya, Aira. "
****
" Vin ... Aku sakit liat kamu sama dia. "
" Ngga usah lebai. Dulu lo udah dapat semuanya. Jangan berpikir kalo semuanya harus berpusat ke lo, Ra. "
" Kenapa kamu berubah? "
" Berubah? Gue ngga berubah. Ini gue yang sesungguhnya. Ekspetasi lo aja yang berlebihan. "
****
" Ra ... Apapun yang terjadi. Gue tetap ada disamping lo. "
" Makasih, Alin. "
****
" Putusin. Jangan paksain hubungan kalian. Malvino itu brengsek. Lupain. Banyak cowok yang tulus suka sama lo. Gue bakal lindungin lo."
" Makasih, Rean. "
****
" Alvin ... Aku cape. Kalau aku pergi dari kamu. Kamu bakal kehilangan ngga? "
" Engga sama sekali. "
" Termasuk kalo aku mati? "
" Hm. Itu lebih bagus. "
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sutia Pristika Sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan puing badai
" Saya terima nikah dan kawinnya Saras Marlina binti Adam Santosa dengan mas kawin tersebut, tunai ... "
Ijab qobul itu diucap dengan lantang oleh Abimanyu. Tangannya yang masih berjabatan dengan pak penghulu sedikit gemetar.
" Bagaimana para saksi? Sah? "
" Sah !!! "
Kata sah itu masih menggema di telinga Aira. Ia bingung harus apa. Hanya tersenyum sedikit saat para tamu di sebelahnya menyapa. Kata hati dan pikirannya tak sejalan.
Terlalu banyak yang mengusik isi kepalanya. Hati menolak keras. Tapi, ia juga tak bisa lagi menghentikan ini. Papa dan wanita itu sudah menikah.
Kedua mempelai di depannya saling melempar senyum lebar. Saras mencium tangan sang suami. Abimanyu pun mencium singkat kening Saras.
Kerabat dan teman-teman dekat kedua pihak pengantin mulai mengabadikan momen ini.
" Aira, sini foto sama kami ... "
Suara itu berasal dari Saras. Tangannya melambai-lambai ke arah putri sambungnya yang sedang duduk di pojok kiri bersama Alina dan Malvino di kedua sisi. Aira masih terbengong. Alisnya berkerut tinggi.
" Ayo sayang. Sini foto bareng. " Sahut Abimanyu.
Aira menoleh ke Alina yang juga sedang memandang ke arah dirinya. Tatapannya seolah-olah ragu. Alina tau arti tatapan itu. Ia senggol kecil bahu sahabatnya dan menganggukkan kepala. Meyakinkan ke Aira bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Gadis cantik itu berdiri. Menoleh ke arah kanan di tempat Malvino berada. Tangan kecilnya meraih lengan Malvino dan menautkan jari-jemari mereka. Malvino otomatis bangkit dari kursi. Membenahi pakaiannya.
" Kamu ikut aku foto sama papa, ya. "
" Boleh-boleh aja. "
Aira tersenyum lega. Untung ada Malvino. Sehingga dirinya dapat memecah kecanggungan diantara ia dan keluarga baru itu.
" Lin, lo ikut kita yuk! "
" Hah? Gue? Ga usah lah, Ra. Gue malu. Inikan sesi foto keluarga. Masa gue ikutan." Jawab Alina cepat. Mulutnya sudah komat-kamit mengunyah buah dari piring di atas meja dibelakangnya.
" Justru karena itu, Lin. Lo itu bukan cuma sahabat buat gue. Tapi, lo juga udah termasuk jadi saudara buat gue. Keluarga gue. " Jawab Aira. Senyum itu, tulus sekali.
Alina seketika menghentikan kunyahannya. Matanya berkaca-kaca penuh haru. Ternyata, dirinya sepenting itu bagi Aira? Dia baper. Lebih baper daripada saat mendengar gombalan Leo setiap hari yang tak seberapa itu.
" Beneran gapapa kalau gue ikutan? "
" Sure. Let's go! "
Alina bergeming sebentar. Menimbang-nimbang ajakan itu. Sejurus kemudian mengangguk cepat.
" Oke lah. Gue mau, Yuk! "
Ia bangkit berdiri. Sempat mengeluarkan cermin kecil dari tas selempangnya. Melihat tatanan wajahnya. Masih cantik kah? Ada belek kah? Bulu matanya masih ada kan? Gitu pikirnya. Hey, walaupun dia tomboi. Tapi dia tetap seorang perempuan.
" Udah ... Lo selalu cantik. Keburu ngamuk bokap gue kalo lama-lama nunggu. "
Ucapan Aira di iyakan olehnya. Mereka bertiga perlahan menuju ke pelaminan.
Aira mengamati cowok disampingnya dalam-dalam. Malvino Algara, pacarnya ini ganteng sekali. Ia merasa bangga seketika.
Hari ini, Malvino memilih outfit formal. Kemeja batik warna hitam yang dilintingkan di bawah siku. Celana polo sebagai pelengkap. Tak lupa gelang kecil hitam di tangan kiri. Rambut comma alias belah tengah khas dirinya.
Sesederhana itu padahal. Namun mampu mengacak-ngacak hati Aira. Jari mungilnya semakin erat menggenggam tangan Malvino. Senyumnya juga terpahat lebar. Alina mendengus disebelahnya.
Langkah ketiganya memelan. Abang fotografer menepi sedikit memberi jalan. Aira disambut hangat ke dekapan Abimanyu. Saras di sebelahnya juga begitu. Mengelus pelan lengan anak sambungnya. Aira hanya tersenyum canggung.
" Pa, Aira ajak Alina juga gapapa kan? " Bisik Aira.
" Gapapa, sweety. Alina kan sahabat kamu. Bahkan siapapun boleh kamu ajak foto bersama disini." Balas Abimanyu
" Thank you, Pa. "
Dirasa semua keluarga sudah berkumpul. Fotografer memberi arahan. Mengatur posisinya akan dimana. Mengarah pose akan seperti apa.
Pengantin di tengah-tengah. Aira, Malvino, dan Alina di samping kanan sebelah Abimanyu. Sementara, di samping kiri Saras ada Angelica dan dua orang lainnya. Mungkin kerabat dekat mereka.
Cekrek!
Cekrek!
Kamera menangkap beberapa foto dari objek di depan. Lampu putih dari kamera mahal itu berkedip-kedip menyilaukan mata. Fotografer berhenti sejenak. Memeriksa hasil jepretannya. Berhasil! Terdapat sekitar sepuluh foto dengan pose yang berbeda. Ia mendekat ke arah Abimanyu.
" Sudah selesai, Om. Hasil fotonya malam ini saya kirim ke WhatsApp pribadinya om. Saya ada job lain lagi hari ini. Saya permisi dulu. " Kata lelaki tinggi itu.
Tangannya sibuk memasukkan perlengkapan dan kamera ke dalam tas besar.
" Oh ya? Oke, terimakasih banyak ya Fadil. Uangnya sudah saya transfer. "
" Terimakasih kembali, Om ... Tante ..."
Fotografer yang sudah diketahui namanya 'Fadil' itu berlalu. Meninggalkan Abimanyu dan anggota keluarganya yang juga sudah mulai bersurai.
" Pa ... Kami kesana dulu ya. Mau nyamperin teman-temannya Alvin. " Ujar Aira duluan.
" Iya, sweety. Gih sana! " Jawab Abimanyu.
" Om ... Tante ... Selamat atas pernikahannya." Sambung Malvino.
" Terimakasih calon menantu. "
Malvino terkekeh. Cowok itu menyalimi kedua pasangan tersebut. Begitu juga Alina. Aira bergerak angsur-angsur sampai di hadapan Saras. Mencoba bersikap selayaknya. Tak mau mengecewakan sang papa yang menatap penuh harap di matanya. Ia juga mengecup pelan tangan ibu sambungnya.
" Selamat untuk tante dan papa. " Ucapnya kemudian.
" Ow ... Terimakasih, Aira. " Jawab sang ibu tiri. Matanya menyorot sesuatu yang sulit dibaca.
" Yaudah, kita bertiga ke sana dulu ya, Om." Sahut Malvino.
" Ya, pergilah. "
Ketiganya pergi ke arah luar ruangan. Ke arah empat cowok yang sedang makan-makan di sana. Sesekali terlihat saling berkelakar.
Bersamaan dengan itu, sepasang mata milik cewek berambut pirang di sebelah Saras memperhatikan pergerakan tiga objek tersebut. Pandangannya terfokuskan ke arah Aira dan cowok di sampingnya. Sejak malam di cafee itu, ia tak bisa berhenti mengarahkan bola matanya ke sosok itu.
" Whats up bro ... " Sapa Malvino.
" Widih ... Sohib gue. Enak ya lo. Foto-foto bareng mertua. " Kelakar Jevan seperti biasa.
" Bener tuh. Kita-kita sampai dilupain. " Sahut kembaran Jovan.
Malvino menggeleng kecil. Melakukan tos dengan sahabat-sahabatnya seperti biasa sebelum kemudian mengambil posisi duduk tepat di sebelah Leo.
" Thank you ya guys. Kalian udah mau datang ke acara papa gue. " Kata Aira. Tak urung kakinya melangkah mendekati para cowok-cowok itu.
Suara riang itu mengalihkan perhatian satu cowok yang sejak tadi diam sambil memangku buku sampul putih di samping Jovan. Siapa lagi kalau bukan Andrean Pratama. Si cowok dingin dan cuek itu.
Mata tajam sayu tersebut lekat mengikuti gerak-gerik Aira. Mulai dari kedatangan cewek itu. Mulut mungilnya yang menyapa mereka, hingga ke arah tangan lentik yang menarik kursi untuk mendudukinya.
" Ga masalah, Ra. Asalkan ada makanan, kita-kita selalu hadir. " Jawab Leo tak tau malu.
" Ga heran. Kelakuan lo emang gitu. " Sanggah suara dari belakang Aira. Itu Alina.
" Eh, cinderella ku ... Cantik banget sih hari ini."
Kata-kata yang diucapkan oleh Leo itu membuat semua menoleh ngeri ke arahnya. Tak terkecuali Alina sendiri. Ia sudah berlagak ingin muntah. Sudah di bilangkan tadi? Bahwa gombalan Leo itu receh. Malah bikin dia mual.
" Lo lebih baik diem sih yo, kalo kata gue. " Sahut Alina jutek.
" Jleb sampai ulu hatiku, cayang. " Jawab Leo. Matanya mengedip sebelah. Menggoda Alina yang wajahnya sudah tertekuk masam.
Mereka bertujuh kompak tertawa. Tapi, suara tawa Andrean tak terdengar. Ia hanya mendengus sedikit sambil menutup mulutnya dengan buku.
Sekitar setengah jam, Aira berdiri. Rasanya ia ingin buang air kecil. Ia berlalu setengah berlari ke arah toilet setelah pamitan sebentar dengan teman-temannya.
****
Aira membuka pintu toilet. Bernapas bebas. Ia menuju ke arah cermin yang tersedia berniat untuk mencuci tangan. Dingin air memasuki ujung-ujung jarinya. Ia curahkan sabun cair ke telapak tangan dan menggosok-gosok bergantian. Sesekali mencium aroma wangi itu. Kemudian membilasnya.
Saat tangannya baru menyentuh tisu, datang seseorang dari luar. Kegiatannya perlahan berhenti. Kepalanya didongakkan sedikit ke arah cermin. Tampak lah sosok seseorang yang sangat ia kenali sedang bersidekap dada memandang angkuh ke arahnya. Sosok yang sebetulnya sangat ingin ia hindari.
" Halo kak Kaisa. Akhirnya kita ketemu lagi. Kakak kangen aku nggak? ". Kata sosok itu menyeringai licik.
" Ngapain lo disini? " Jawab Aira tanpa basa-basi
" Mau samperin kakak lah. Kan kita udah lama ga ketemu. Kakak masih sama ya. Masih aja angkuh. Pura-pura ga kenal aku. "
Sungguh! Suara orang ini sangat menyebalkan di pendengaran Aira. Kalau saja ia tak mengenang dirumahnya ini sedang ada acara, sudah ia serang habis-habisan cewek medusa ini.
" Gue ga mau ngerusak acara bokap. Jadi, sorry gue ga ada waktu buat ngeladenin lo, Angel. "
Ya, orang itu adalah Angel. Adik tirinya. Tadi, saat Angek sedang asik memperhatikan interaksi Aira dan teman-temannya di luar. Ia melihat Aira terburu-buru ke arah toilet. Ia langsung mengikuti Aira ke sana. Tujuannya untuk apa? Sudah jelas sekarang. Sengaja mancing-mancing emosi Aira. Sengaja cari masalah dengannya. Pura-pura bersuka ria dengan pertemuan mereka.
" Tuh, kan. Masih aja sombong. " Dengus Angel.
" Terserah lo ... "
Aira membuang bekas remasan tisu di tong sampah. Memutuskan untuk meninggalkan makhluk menyebalkan itu. Biarkan saja ia mengoceh sendirian. Syukur jika ada yang masuk. Biar dikatakan orang gila sekalian. Kata Aira geram dalam hati.
Kakinya melangkah lebar melewati Angel. Menatap lurus kedepan tanpa melirik sedikitpun ke arahnya. Namun, langkah Aira mendadak berhenti saat bahunya ditahan oleh tangan berkuku panjang itu.
Angel mendekatkan mulutnya ke telinga Aira. Membisikkan sesuatu disana.
" Kakak kelihatan bahagia banget ya sekarang. Beda dari yang dulu. Om Abimanyu baik. Pacar kakak juga ganteng banget. Aku harap, kita bisa akur, ya? "
Mata Aira berubah tajam. Ia secepat kilat menoleh tepat di wajah Angel.
" Apapun yang lagi lo rencanain. Ga akan pernah bisa buat gue goyah. Jadi, bersikaplah sewajarnya. Tau diri asal lo itu dari mana. "
Aira menghempas kasar tangan di bahunya. Hendak kembali melangkah secepatnya meninggalkan manusia tidak jelas itu.
" Oh ya? Tapi, kakak ga lupakan apa yang kakak lakuin di masa lalu? Mustahil kalo kakak lupa. "
Kali ini, Aira memang benar-benar terdiam tak berkutik. Kakinya enggan melangkah. Matanya bergetar kecil ke arah pintu. Melihat itu, Angel tersenyum puas. Ia memutar badannya. Meninggalkan Aira yang masih membisu.