BroSis adalah novel fiksi remaja yang menceritakan kisah kakak beradik Koa dan Yoa
Novel ini dikemas seperti mini series di tiap bab-nya yang menampilkan konflik ringan dua bersaudara Ko-Yo
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MyNamesEel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bersatu Kita Teguh, Bercerai Ko-Yo Gaduh
Seberapun Koa mempersiapkan amunisi untuk tetap bertahan di medan perang, namun kali ini perang dunia terlanjur berlangsung di rumahnya. Ia kini berada di grup neraka dimana ayah,ibu dan adiknya maju serentak menyerangnya dari segala arah. Ibaratnya masa penjajahan, ia bagaikan Indonesia yang tengah dijajah oleh ke-VOC-an emaknya, dimana ia mendapat satu tamparan maut di pipi kiri akibat uang korupsi parkir selama dua tahun. Lanjut, ia dijajah oleh ke-nippon-an Yoa yang memaksanya kerja romusha mencuci bajunya yang kotor selama seminggu. Koa diwajibkan membayar utang seratus ribunya sekaligus ditambah pemberian bunga mendada. Ini sebagai efek penggunaan loyalti wajah Yondunya yang terpampang di kaos yang kini dipakai oleh bapaknya. Yah, untuk ukuran bapaknya yang sangat pelit, tangannya terlalu gemetar untuk membuang kaos yang ingin dibakar Yoa itu. Bagi bapak kaos itu bisa menemaninya berkebun di ladang belakang rumah, sekaligus untuk menambah koleksi baju dinas berkebun yang didominasi kaos pemilu dari berbagai partai. Bapak di mata Koa dan Yoa memang bagaikan orang Portugis yang dulunya mengambil rempah-rempah Indonesia. Tak ayal di perang dunia kali ini, ia mengambil sepeda motor milik Koa dan menyitanya sampai batas waktu yang tidak ditentukan.
"Eh Yondu, puas lu sekarang? Kalo lo ga ngadu ke bokap sama nyokap, ni rumah bakal tetap aman damai sejahtera sentosa sesuai dengan mars PKK," omel Koa setelah perang dunia reda.
"Bisa-bisanya lo nyalain gua. Eh, kalo lo ga bikin kaos yang aneh kayak otak lu itu, gue juga ga bakal ngadu."
"Jadi lu marah gara-gara kaos? Bukan karena gue utang buat nonton?"
"Eh, sedari awal gue udah tahu tuh uang bukan buat project sekolah. Gue ga peduli tuh uang lu pake apa asalkan lu lunasi. Yang bikin gue jengkel, bisa-bisanya lu edit muka gue kayak alien Yondu dan lu pasang di kaos lu. Mana yang pake 3 idiots semua," omel Koa dengan suara menggelegar.
"Kan udah gue bilang, bukan gue yang bikin tuh kaos. Tapi si Husein, sebagai bentuk terima kasih karena lu udah ngutangin gue yang secara otomatis nih, jadi donatur kita nonton. Nah sekarang malah kaosnya diambil bapak, dijadiin baju dinas tuh ke kebon tanam-tanam ubi, tak perlu dibajak," katanya sambil melantunkan lagu di kartun upin-ipin."
Udah ah, males gue ribut sama lu. Keluar dari kamar gue," kata Yoa sambil melempar gulingnya.
"Lu harus tanggung jawab!" seru Koa sambil menangkap lemparan guling Yoa.
"Tanggung jawab apaan?"
"Gue udah terima hukuman nyuci baju lu selama seminggu, mana berbunga lagi. Tapi gue kehilangan motor gue. Lu kan tau tuh motor tuh udah jadi soulmate gue. Tanpa dia, hidup gue ga berarti apa-apa," kata Koa mendramatisir keadaan.
"Bodo amat!"
"Jangan gitu dong. Gimana pun juga lo juga bakal susah kalo motor gue disita sama bapak,"
"Ngapain gue ikutan susah?"
"Eh, kalo ga ada motor, terus lu mau ke sekolah pake apa? Mau lu ke sekolah naik angkot yang jalannya kayak siput yang cantengan?"
"Siput cantengan?"
"Siput jalannya lambat kan? Bayangin tuh siput jempolnya cantengan. Pasti sakit banget tuh buat jalan. Mau lu bangun pagi-pagi naik angkot, ikut nge tem tuh nungguin penumpang yang isinya dominasi emak-emak pulang dari pasar bawa ikan, daging, ayam yang baunya amis-amis?"
Yoa diam mencerna orasi dari kakaknya. Ia memikirkan apa yang dikatakan kakaknya itu benar. Kalau sampai sepedanya disita, alamat dia harus naik angkot. Dan untuk naik angkot, ia harus jalan kurang lebih 500 meter sampai jalan utama tempat angkot lewat.
"Eh, Yondu. Ini adalah saat yang tepat buat kita kerja sama. Ibaratnya nih 'Eendracht maakt macht, tweedracht breekt kracht'" kata Koa belibet ngomong bahasa asing.
"Emang apaan itu artinya?" tanya Yoa penasaran.
"Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Kita harus satu suara nih buat bapak balikin sepeda gue lagi." bujuk Koa.
"Emang lu punya rencana apa?" tanya Yoa tertarik.
"Lu bujuk bapak lah. Kan lu anak kesayangannya. Bujuk dia balikin sepeda gue."
"Terus lu ngapain?"
"Gue doain lu, biar berhasil." jawab Koa.
"Enak di elu dong." protes Yoa.
"Kalo gue yang maju, lo pikir bapak mau nurutin gue?"
Yoa akhirnya menyetujui permintaan Koa. Demi menghindar dari naik angkot, ia tak ada pilihan lain selain melobi ayahnya yang keras kepala itu.
"Ya udah, besok gue ngomong ke bokap sebelum berangkat sekolah. Sekarang suasana masih panas, nunggu dingin dulu." kata Yoa.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Penyitaan sepeda motor Koa secara sukarela yang dilakukan Pak Gianto, mewajibkan pasangan Ko-Yo itu harus bangun lebih pagi. Gimana enggak, kalo lobi yang dilakukan Yoa ke bapaknya nanti tidak berhasil, maka mau tidak mau mereka harus naik angkot yang kecepatannya tidak pernah lebih dari 20 km/jam. Ibunya pun juga merasa direpotkan karena itu berarti dia harus bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan untuk dua anaknya yang suka membuat masalah itu.
"Sarapan apa nih pagi ini?" tanya Koa sambil mengobservasi makanan yang ada di meja makan.
"Nasi goreng sama telor ceplok." jawab Yoa yang sudah duduk manis di kursi sambil menikmati nasgor ibunya.
"Bapak mana?" tanya Koa sambil minum teh tawar kesukaannya.
"Masih ngurusin burung. Katanya ada lomba nanti,"
"Ibu?"
"Mandi."
"Eh, lu udah ngomong ke bapak perkara sepeda?"
"Habis gini gue ngomong. Bentar, gua isi tenaga dulu."
"Semangat ye," kata Koa lalu dengan santainya menyantap nasi goreng jawa buatan ibunya.
"Semalam gue pikir-pikir, enak di elu ribet di gue. Elu yang bikin salah, gue yang harus repot ngemis minta sepeda ke bapak." kata Yoa sambil menatap kakaknya yang tidak menunjukan penyesalan.
"Eh, repotan mana gua yang tiap harus harus bonceng lu. Lu kira nyetir sepeda itu enak? Lu tinggal duduk manis liat pemandangan kiri kanan kulihat banyak pohon cemara. La gue harus fokus. Tangan sama kaki gue kudu sigap buat nge gas sama nge rem, terus...,"
"Iya..iya gue tahu. Cerewet lu."
Tak lama kemudian, terdengar suara siulan Bapak mereka memasuki rumah setelah selesai menjemur ke empat burung kesayangannya. Dengan menggunakan kaos Yondu sitaan dari Koa dan sarung gajah kesayangan, Pak Gianto menyusul kedua anak mereka buat sarapan.
"Tumben jam segini udah pada mandi. Udah rapi. Biasanya masih rebutan boker di kamar mandi," kata Pak Gianto sambil nyeruput kopi panasnya.
"Pak, kaosnya jangan dipake dong. Kan Yoa malu, tuh muka Yoa jelek banget diedit jadi Yondu." protes Yoa.
"Tetep cantik. Lagian biar sekalian kotornya. Kan sayang kemarin cuma dipake bentar sama Koa. Jadi sekalian Bapak pake. Biar bau keringetnya jadi satu dulu." jawab Pak Gianto sambil memasukan pisang goreng ke mulutnya yang belum sikat gigi.
"Bapak ini benar-benar jorok. Kan ibu suruh gosok gigi dulu baru ngopi sama makan," seru ibu Lukita yang baru keluar dari kamar setelah selesai bersiap-siap.
"Biar sekalian nanti gosok giginya," jawab Pak Gianto sambil nyengir.
Melihat mood Bapaknya mulau membaik, Koa memberi kode keras ke Yoa untuk segera memulai lobinya. Yoa yang tahu maksud kakaknya itu, langsung menghentikan sarapannya dan menyiapkan mental untuk membujuk bapaknya yang keras kepala itu.
"Pak, perkara sepeda..," kata Yoa ragu.
"Kenapa sepedanya? Mau dibalikin?" potong Pak GiantoYoa menganggukan kepala sambil menunjukan muka puppynya, berharap bapaknya ini akan luluh.
"Ga bisa! Itu hukuman buat Koa soalnya udah bohong ke ibu. Apalagi dia buang-buang uang buat bikin kaos ini," jawab Pak Gianto tegas.
"La kan kaosnya bapak pake. Berarti berguna dong, ga buang-buang duit," kata Koa.
"Diem lu. Masih bisa jawab aja," kata bu Lukita yang greget sama anak bujangnya ini.
"Pak, kan yang dihukum si Kodok, kenapa Yoa jadi ikut imbasnya?" tanya Yoa merengek.
"Bapak kan ga hukum Yoa, emang Yoa kena imbas apa?" tanya bapak heran.
"Kalo bapak ambil sepedanya, terus Yoa ke sekolah gimana?"
"Bareng ibu bisa. Kan ibu juga bawa sepeda," jawab bapak enteng.
"Enak aja. Nggak bisa! Orang arahnya aja beda. Ibu ke timur, si Ko-Yo ini ke barat noh ikut biksu Tong ambil kitab suci," kata Bu Lukita sambil membereskan piring Koa dan Yoa yang sudah selesai makan.
"Lagian kalo dipikir-pikir, disini Yoa yang paling dirugiin. Udah duit diutang sama Kodok, dibikinin kaos Yondu, udah gitu masih harus naik angkot ke sekolah. Padahal kan Yoa ga salah apa-apa," omel Yoa.
"Salah lu, kenapa lu ngadu." jawab Koa dengan santainya yang diikuti dengan pelototan bapak dan ibu serta Yoa.
"Pak, please. Setidaknya balikin sepedanya Kodok." pinta Yoa memelas.
Pak Gianto masih diam memikirkan keputusan apa yang harus ia buat.
"Pak, kalo kita berdua naik angkot, jatuhnya lebih mahal. Kan bapak yang ngajarin kita buat ngirit," kata Yoa.
Mendengar perkataan Yoa, Pak Gianto manggut-manggut kayak si Bejo, salah satu burung kesayangannya.
"Ya udah bapak balikin. Tapi, Koa ga bakal dikasih lagi duit parkir." kata Pak Gianto.
"Aduh, kok gitu sih pak. Uang saku Koa cuma lima belas ribu. Buat uang kas lima ribu. Sisa sepuluh ribu buat beli ayam geprek di kantin Mak Ros. Kalau sama bayar parkir sisa saku cuma delapan ribu doang. Jangankan beli nasi, beli es teh cekek aja, itu tehnya ga dikasih gula," omel Koa.
"Kan udah dapet MBG Prabowo, ngapain makan lagi?" tanya bapak.
"Pak, MBG Prabowo mana bisa menuhin perut Koa. Pagi sarapan, MBG Prabowo cemilan tengah hari , nah siangnya makan lagi." terang Koa.
"Banyak banget makan lu. Gendut juga kagak. Udah makan siang di rumah aja. Ngirit. Tuh sisa delapan ribu kan bisa pake beli gorengan atau cilok depan sekolah buat ganjel perut." kata Pak Gianto.
"Tapi,..."
"Mau dibalikin nggak?" tanya Pak Gianto
"Iya deh."
"Ya udah. Ambil kuncinya di dalam freezer kulkas." kata Pak Gianto.
"Busyet. Ga ada tempat lain tuh nyembunyiin kunci?" tanya Koa sambil bergegas ke arah kulkas satu pintunya di dapur.
"Bapak mandi dulu, mau siap-siap lomba burung." kata bapak ke Yoa dan istrinya lalu meninggalkan mereka sambil bersenandung ke kamar mandi.
"Tumben kamu mau bantuin Koa buat balikin sepeda dari bapak," kata ibu.
"Mau gimana lagi, tanpa sepeda, Yoa harus naik angkot. Sayang dong Yoa udah make up-an , udah catok-an, udah wangi udah cantik, eh harus naik angkot barengan ibu-ibu pulang dari pasar yang bawaanya kadang pada aneh-aneh."
"Hush, ga boleh gitu. Naik angkot itu bisa membantu perekonomian tukang angkotnya. Ngurangi polusi udara juga." kata ibu.
"Ya udah, ibu aja naik angkot," kata Yoa.
"Hehehe... kalau ibu ga bisa. Ibu ga boleh telat. Kan tiap pagi ibu harus siap sedia di depan gerbang buat nyambut anak-anak yang baru datang." kilah ibu.
"Cie, kayak satpam aja jaga gerbang." goda Yoa.
"Eh Yondu, lu ikut bayar parkir ya," kata Koa sekembalinya dari ambil kunci sepeda di dapur.
"Ngapain?" tanya Yoa.
"La kan lu ikut naik, masa ga mau ikut bayar?"
"Sembarangan. Eh, bayar parkir itu kan hukuman lu karena korupsi duit parkir dari ibu. Kok gue ikutan nanggung? Ogah!" jawab Yoa tegas.
"Ya udah kalau gitu lu naik angkot aja sono." ancam KOa.
"Lo kok gitu? Bu...," rengek Yoa ke ibunya.
"Ibu ga mau tahu! Pusing ibu urusin kalian berdua. Tadi aja kompak buat bujuk bapak balikin sepeda. Udah berhasil malah ribut lagi. Udah, ibu mau cuci piring sebelum berangkat kerja," kata ibu meninggalkan dua anaknya yang adu mulut.
"Kebangetan lu, Kodok. Gue kan udah bantu lu bujuk bokap buat balikin tuh sepeda."
"Eh, Yondu, untuk masalah sepeda kita memang harus bersatu. Karena kita berdua kan emang butuh. Ingat kata pepatah, bersatu kita teguh, bercerai kita ke pengadilan agama," kata Koa.
"Salah. Yang bener bersatu kita teguh, berdua kalian gaduh," seru ibu Lukita dari dalam dapur.
"Udah sana berangkat. Uang parkir ibu yang bayar. Pusing ibu tiap pagi dengerin kalian ribut mulu.
"Koa sama Yoa yang mendengar ibunya langsung menunjukan senyum gembiranya. Terutama Koa yang sudah menyingkirkan dua hukuman sekaligus. Sepedanya udah balik dan duit parkir tetap di sponsori ibunya yang baik. Tinggal memikirkan cara balikin duit adiknya yang udah keburu habis buat bikin kaos Yondu. Kalau nggak, adiknya yang cerewet itu bakal neror dia habis-habisan sampai utangnya terbayar.
berasa relate banget aku yang punya kakak cowok🥰😆